Turun Gunung

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
13/4/2019 05:10
Turun Gunung
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TIDAK semua orang suka terlibat dalam politik atau berbicara tentang politik. Mereka-mereka ini biasanya hanya diam meski apa yang dilihat dan didengar tidak masuk akal dan merusak logika. Namun, ketika sudah sampai pada tingkat merusak norma, mereka akhirnya harus berbicara untuk meluruskan.

Itulah yang akhirnya membuat alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia seperti Faisal Basri bersama rekan-rekannya pada Kamis (11/4) lalu turun gunung menyampaikan pidato kebudayaannya. Mereka berharap agar keinginan untuk merebut kekuasaan jangan sampai membuat masyarakat dicekoki dengan informasi yang keliru dan membodohi.

Faisal Basri melihat perekonomian Indonesia berada dalam rel yang benar. Pemerintah mampu untuk menciptakan stabilitas ekonomi di tengah tekanan perekonomian global yang tidak menguntungkan.

Apa ukurannya? Pertumbuhan ekonomi yang bisa dipertahankan pada angka 5%. Sebaliknya, tingkat inflasi bisa dijaga pada kisaran 3%. Artinya, pemerintah berhasil membuat penerimaan masyarakat terus bertumbuh dan pendapatan mereka itu bisa dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Kondisi seperti itu setidaknya sudah kita rasakan selama tiga tahun terakhir ini. Pemerintah menjaga agar tarif listrik, biaya transportasi, dan harga bahan bakar minyak tidak naik. Ibu-Ibu rumah tangga tidak ada yang mengeluhkan lagi kenaikan harga ketika memasuki Ramadan ataupun Idul Fitri.

Isu soal tenaga kerja asing dan penguasaan ekonomi oleh asing merupakan persoalan yang terlalu dibesar-besarkan.
Kenyataannya perekonomian Indonesia cenderung tertutup dibandingkan negara sosialis seperti Vietnam sekalipun.
Kontribusi asing terhadap investasi langsung di Indonesia hanya sekitar 5% setiap tahunnya, padahal Vietnam di atas 50% dan rata-rata negara ASEAN lainnya bahkan di atas 60%.

Pandangan bahwa kekayaan negara dibawa oleh orang asing keluar pun di luar fakta yang sebenarnya. Jumlah total tenaga asing di Indonesia hanya sekitar 100 ribu orang, sedangkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri 40 kali lebih banyak. Akibatnya jumlah devisa yang masuk ke Indonesia setiap tahunnya mencapai US$11 miliar, sedangkan devisa yang dibawa keluar hanya US$3,4 miliar. Artinya, setiap tahun kita justru surplus US$7,6 miliar dari penggunaan tenaga kerja.

Dalam hal utang luar negeri pun, besaran utang yang kita miliki masih berada dalam tingkat yang terkelola dengan baik. Memang utang kita mencapai Rp4.499 triliun, tetapi PDB kita sekarang sebesar Rp14.837 triliun. Sepanjang dipergunakan untuk investasi yang produktif, utang itu baik karena kita sedang berlaku dengan waktu. Kita harus menghindari kondisi bangsa ini agar tidak ‘tua sebelum kaya’.

Logika yang coba dibangun dengan mengatakan, kita tidak membutuhkan infrastruktur merupakan pemikiran yang tidak masuk akal. Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya kebesaran itu didapatkan dengan infrastruktur yang kuat. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga infrastruktur kemaritim­an wajib untuk dibangun.

Menurut Faisal Basri, selama dua dekade Indonesia telah berhasil membangun demokrasi yang jauh dari kekerasan. Janganlah tahapan demokrasi itu dirusak oleh ambisi mengejar kekuasaan dengan mengumbar hoaks dan merusak logika. Apalagi menggunakan politik identitas sebagai alat.

Demokrasi bukan sekadar bebas melakukan apa saja, tetapi tetap terikat kepada norma. Akademisi harus turun gunung untuk meluruskan pemikiran yang menyimpang agar bangsa ini tidak justru terjerumus dalam pembodohan.

Sungguh menyedihkan melihat kaum cerdik cendekia yang masuk dalam politik praktis terjebak dalam irasionalitas. Mereka meninggalkan kaidah keilmuan hanya untuk mencari pembenaran. Kita perlu belajar dari pengalaman politik Amerika Serikat yang terjebak dalam jargon nasionalisme kosong.
Kebesaran kembali ekonomi AS tidak bisa dibangun hanya mengandalkan proteksionisme. Sekarang kita tidak sedang hidup dalam ekonomi komando.

Ahli ekonomi Jeffrey Sachs berulang kali menyampaikan, kalau ekonomi AS mau kembali menjadi kekuatan yang dihormati, jalan yang harus dilakukan ialah memperbaiki pendidikan. Sudah terlalu lama AS melupakan pembangunan manusia sehingga tidak mampu menghadapi tantangan zaman.

Sekarang ini kita bukan hanya sekadar sedang mencari pemimpin untuk periode lima tahun ke depan. Kita mencari pemimpin yang paham tentang tantangan bangsa ini ke depan. Pemimpin itu juga harus mampu membangun logika yang benar agar bangsa ini semakin cerdas dan paham bagaimana menghadapi tantangan global yang sedang berubah itu.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima