Energi

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
06/3/2019 05:30
Energi
()

DUA hari terakhir ada dua focus group discussion yang membahas soal energi. Satu diselenggarakan Media Indonesia dan satu lagi oleh Purnomo Yusgiantoro Center. Pembahasan yang melibatkan banyak kalangan baik pengambil keputusan maupun pelaku tentu baik karena energi merupakan persoalan yang tidak pernah akan berakhir.

Penanaman pemahaman bahwa Indonesia bukan negara yang kaya akan energi merupakan pekerjaan yang harus selalu dilakukan. Hal ini penting agar kita tidak dininabobokan cerita yang jauh dari kenyataan. Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, cadangan minyak terbukti kita kurang dari 1% cadangan minyak dunia, sedangkan cadangan gas hanya 1,5% dari cadangan dunia.

Apabila kita sadar bahwa kita tidak kaya akan energi, kita akan terpacu untuk mencari sumber-sumber energi baru sebab kita membutuhkan banyak energi untuk mendorong pembangunan, dan yang tidak kalah pentingnya kita pun kemudian pasti lebih bertanggung jawab dalam menggunakan energi.

Sekarang ini, karena kita menganggap kaya akan energi, kita tidak terlalu menghargainya. Kita boros dalam menggunakan energi. Kita pun menjual energi dengan murah, padahal energi dari fosil ialah barang langka karena tidak lama lagi akan habis dan tidak bisa tergantikan.

Mantan Direktur Utama Pertamina Martiono Hadianto pernah menceritakan bagaimana Ibnu Sutowo merancang Pertamina yang besar dan menjadi pemain dunia. Dimulai dari mempersiapkan orang-orang untuk mengerti betul tentang industri minyak dan gas. Kita belajar bagaimana membuat perencanaan eksplorasi, menyusun anggarannya, dan kemudian melaksanakan. Bagaimana pula kemudian kita belajar cara mengeksploitasi sumur-sumur migas yang bisa ditemukan.

Agar orang-orang Pertamina terampil dalam mengerjakan lapangan-lapangan minyak, Ibnu Sutowo mendirikan pusat pelatihan di Cilacap. Harapannya, ketika waktunya tiba, kita bisa menjadi operator minyak yang andal.

Sistem cost recovery yang diterapkan bukan sistem yang asal dipilih. Ibnu Sutowo memilih jalan itu karena Pertamina ingin belajar cara bekerja perusahaan-perusahaan kelas dunia, seperti Caltex, Stanvac, Shell, maupun Chevron. Apalagi, pada awal Pertamina berdiri, modal yang dimiliki juga nyaris tidak ada.

Dengan sistem cost recovery, kontraktor kontrak kerja sama diminta untuk menalangi biaya terlebih dahulu. Pembayaran dilakukan kemudian setelah cadangan minyak ditemukan. Dengan membayar biaya eksplorasi dan eksploitasi, sumur-sumur minyak yang ada otomatis menjadi milik Indonesia. Ini sejalan dengan amanah Pasal 33 UUD 1945, yakni semua kekayaan yang ada di dalam bumi Indonesia merupakan milik negara dan sepenuh-penuhnya dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Pembagian 85% hasil minyak untuk negara dan 15% untuk KKKS merupakan imbalan atas kerja keras kontraktor untuk menemukan cadangan minyak di Indonesia. Dengan model kerja sama seperti itu, Pertamina kemudian bisa mengeksplorasi sendiri lapangan minyak di Cirebon.

Sayang konsep besar yang dibuat Ibnu Sutowo tidak dilanjutkan. Setelah krisis yang dialami perusahaan minyak negara itu pada 1976, Pertamina justru dikurangi kewenangannya. Akibatnya, Pertamina kehilangan kukunya dan cenderung menjadi ‘tukang jual minyak’. Industri hulunya tidak pernah menjadi kekuatan.

Bonanza minyak pada 1974 membuat migas pun dijadikan sumber utama penerimaan negara. Kita mengekspor semua produk minyak minas karena mendapatkan harga yang lebih premium dan mengimpor minyak kualitas rendah untuk kebutuhan dalam negeri. Bahkan, kemudian bukan hanya minyak yang kita ekspor, melainkan juga gas dan di Orde Reformasi batu bara pun kita jual keluar negeri.

Sekarang saatnya kita berpikir ulang, apakah sumber daya energi akan kita jadikan sumber devisa negara ataukah kita jadikan modal untuk pembangunan? Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah melontarkan gagasan untuk mengubah paradigma dari ‘energi mengikuti industri’ menjadi ‘industri mengikuti energi’.

Gagasan Jusuf Kalla menjadi relevan karena kita ingin menjadi negara industri. Kita harus membangun industri-industri itu di Indonesia. Kita tidak lagi menjual energi keluar negeri, tetapi dijadikan modal pembangunan. Sudah saatnya Pertamina didorong bermain juga di luar negeri untuk membawa energi yang didapatkan ke Indonesia.

Sekarang ini selisih antara kebutuhan minyak dan jumlah produksi yang bisa dihasilkan semakin melebar. Kita memang memiliki produksi gas yang bisa dipakai, tetapi infrastrukturnya masih perlu dibangun karena belum ada pipa yang bisa menyalurkan gas dari Indonesia bagian timur ke bagian barat.

Muncul juga gagasan untuk mengembangkan energi baru dan energi bersih. Namun, semua masih bersifat sporadis dan kita sering tidak konsisten untuk mengembangkannya. Pemikiran-pemikiran yang lebih komprehensif tentang ketahanan energi perlu kita terus gulirkan karena kita tidak mungkin maju tanpa dukungan energi.
 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima