Guru Publik

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
21/2/2019 05:30
Guru Publik
()

DALAM demokrasi kita kiranya banyak yang lucu-lucu yang hidup berdampingan dengan yang tegang-tegang. Contohnya, dalam debat capres tentu ada ketegangan. Namun, setelah debat usai, melalui media sosial, berhamburanlah yang lucu-lucu di ruang publik.
Satu di antara yang lucu itu ialah kisah rekaan tentang seorang asing beristrikan perempuan Indonesia. Ia melapor kepada polisi karena mobil dan istrinya dibawa kabur sopirnya.

Alkisah dalam waktu kurang dari 6 jam si sopir tertangkap polisi. Segera si sopir diinterogasi penyidik. Tanya penyidik, "Mengapa Anda membawa kabur istri dan mobil pria bule itu?"

Jawab sopir, "Saya ini seorang nasionalis daripada dikuasai asing lebih baik saya kuasai."

Tidak penting lagi siapa pengarang orisinal kisah rekaan itu. Sekalipun tidak eksplisit disebut konteksnya, orang tahu betul teks itu berkaitan langsung dengan pernyataan Prabowo dalam debat yang berlangsung Minggu (17/2).

Dalam debat malam itu Jokowi menyebut Prabowo punya lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur 220 ribu ha dan 120 ribu ha di Aceh Tengah. "Pembagian seperti ini tidak dilakukan di masa pemerintahan saya," kata Jokowi.

Pernyataan Jokowi itu, dalam pengamatan seorang teman, membuat Prabowo menjadi kalem. Di akhir debat, Prabowo membenarkan pernyataan Jokowi dan bilang tanah itu HGU, milik negara. "Jadi, setiap saat, setiap saat negara bisa ambil kembali, dan kalau untuk negara, saya rela mengembalikan itu semua. Tapi daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot."

Pernyataan Prabowo itu mengundang sedikitnya dua reaksi, yaitu yang lucu dan yang serius. Yang lucu menganalogikannya dengan kisah rekaan sopir yang nasionalis yang telah dikutip di atas, sedangkan yang serius membahasakan Prabowo sebagai seorang senofobia yang takut pada asing.

Yang lucu sekaligus serius, atau serius tapi lucu, gara-gara pernyataan Jokowi itu tim advokat dari pihak Prabowo melaporkan Jokowi ke Bawaslu dengan tuduhan pelanggaran pemilu, yaitu menyerang pribadi capres Prabowo. Menurut mereka, lahan itu bukan atas nama pribadi Prabowo, tetapi atas nama perusahaan.

Maka terjadilah dorongan migrasi dari debat publik menjadi debat kusir, dari pencerdasan publik menjadi pembodohan publik. Bukankah debat publik, terlebih debat capres merupakan forum pembelajaran adu argumentasi yang terbuka, sehat, dan cerdas bagi rakyat? Dalam kontestasi kepublikan itu seyogianya orang 'bertemu' dengan guru publik, bahkan guru bangsa.

Yang terjadi malah berujung pada pelaporan pelanggaran hukum. Dalam pelaporan itu tampaklah hal yang paling serius, tetapi paling tidak lucu, yakni perihal pemahaman konsep 'hak menguasai dari negara' serta pemahaman 'pemilikan perseroan'.

Dalam konteks HGU, 'hak menguasai dari negara' itu dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Bahkan, HGU dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain melalui (1) jual beli, (2) tukar-menukar, (3) penyertaaan dalam modal, (4) hibah, dan (5) pewarisan.

Undang-undang tegas mengatur HGU tidak dapat jatuh kepada asing. Hanya warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang dapat mempunyai HGU. Jadi menyebut bahwa 'daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot', merupakan pernyataan retorik yang tidak cocok dengan undang-undang agraria.

Sebetulnya apa yang sedang terjadi? Saya kira bukan perkara pengetahuan, apakah itu mengenai HGU apalagi unicorn, melainkan urusan yang lebih besar, tentang open mind, pikiran dan hati yang terbuka. Padahal, itulah esensi debat publik, yaitu terbuka untuk menang, terbuka pula untuk kalah dalam jiwa dan pikiran yang jernih. Bukankah kita tengah mencari presiden yang negarawan?

Sejujurnya sejauh ini kita belum menciptakan perilaku politik yang baru. Bahkan sejauh ini kita belum punya pandangan politik yang baru. Namun, kita tidak boleh pesimistis. Bukankah masih ada tiga kali debat?

Pernah saya utarakan bahwa saya tidak percaya debat capres-cawapres memengaruhi elektabilitas. Akan tetapi, kiranya publik boleh berharap di forum itu nyata hadir guru publik, bahkan guru bangsa sehingga seusai debat anak bangsa lebih 'kenal' siapa yang punya jiwa dan pikiran jernih untuk memimpin negara dan bangsa ini lima tahun ke depan.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima