Tanwir yang Mencerahkan

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
19/2/2019 05:10
Tanwir yang Mencerahkan
()

SIDANG Tanwir Ke-51 Muhammadiyah di Bengkulu (15-17 Februari) sungguh sarat makna. Pertama, dari sisi tema, Beragama yang mencerahkan, sungguh ini pilihan tepat. Presiden Jokowi pun ketika memberi sambutan mengapresiasi tema yang diusung Muhammadiyah bahwa beragama yang mencerahkan kebutuhan mayoritas umat.

Ada kecerdasan memilih tema itu. Ada realitas hari ini yang perlu diingatkan, ada pengamalan agama yang intoleran, takfiri, penyebar kabar dusta, politisasi agama, dan ujaran kebencian. Muhammadiyah ingin mencerahkan hati, pikiran, tindakan, yang disinari nilai-nilai Islam.

Itulah yang ditegaskan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Praktik pengamalan agama serupa itu pastilah menjauh dari prinsip Islam yangn melahirkan rahmat bagi alam semesta. Benarlah ajakan terpuji kini yang kerap diperdengarkan, “Dakwah itu merangkul, bukan memukul. Dakwah itu mengajak, bukan mengejek. Dakwah itu memuliakan, bukan merendahkan.”

Tepatlah jika organisasi perserikatan ini berteguh memilih Islam wasatiyah, yakni Islam tengah yang tidak terjebak pada ekstremitas, baik liberalisme maupun konservatisme. Titik ekstrem keduanya pastilah sulit untuk bertemu, ketegangan pun tak bisa dihindari, sebab keduannya berada di dua ujung yang beroposisi.

Menurut mantan Ketua Umum PP Muhammadiayah Din Syamsuddin, ada beberapa hal yang menjadi penanda Islam wasatiyah, antara lain menegakkan keadilan, menjaga keseimbangan, mengutamakan musyawarah, menomorsatukan perdamaian secara konstruktif, dan menjadi pelopor. Itu semua sesungguhnya terangkum dalam Pancasila yang mestinya menjadi rujukan di tengah-tengah ekstremitas pandangan hari ini.

Kedua, dari pemilihan tempat, juga sangat mengena. Memilih Bengkulu sebagai lokasi tanwir sungguh punya makna historis yang dalam. Kota yang berpuluh tahun silam menjadi latar sejarah penuh berkah, kini diperdengarkan lagi kepada publik Indonesia yang sedikit terpolarisasi antara keberagamaan dan kebangsaan. Di Bengkulu, tokoh kebangsaan Soekarno dan tokoh Muhammadiyah Hasan Din yang juga pengusaha tempatan bekerja sama, bersinergi, saling menguatkan. Ketika itu Soekarno sebagai tokoh politik tengah diasingkan oleh Belanda ke Bengkulu (1938-1942).

Hasan Din ialah konsul Muhammadiyah Bengkulu dan Soekarno, Ketua Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah. Bahkan, Soekarno ketika di Surabaya juga sudah mengikuti pemikiran-pemikiran pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan menikah dengan putri Hasan Din, Fatmawati. Soekarno bahkan berwasiat, jika meninggal, kerandanya ditutup bendera Muhammadiyah. Dari geneologi ini anak-beranak pasangan Soekarno-Fatmawati, seperti Megawati dan Rahmawati, lekat Muhammadiyahnya.

Namun, dalam babak berikutnya keluarga Soekarno kerap dipertentangkan dengan Islam dan Muhammadiyah. Tanwir Muhammadiyah, agaknya, ingin memaparkan fakta yang mulai dilupakan  bahwa di Bengkulu pula Islam-Muhammadiyah dan kebangsaan bertemu dan direkatkan. Bahwa proklamator kemerdekaan yang juga presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, dan penjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan ketika proklamasi dikumandangkan, Fatmawati, ialah putri tokoh Muhammadiyah.
Wajar pula jika kemudian tokoh seperti Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, bersama kaum nasionalis, punya jasa besar melahirkan Republik Indonesia.

Mesin jahit milik Fatmawati yang terpajang di Museum Fatmawati Bengkulu, kata Haedar Nashir, punya makna tak hanya menjahit bendera pusaka, tapi juga menjahit tenun kebangsaan.

Ketiga, tanwir juga menjadi momen penegasan bahwa perserikatan ini tetap tak turut dalam politik dukung-mendung calon presiden. Tak ada perintah  warga Muhammadiyah memilih salah satu pasangan calon presiden. Secara berseloroh Haedar mengatakan jari-jemari tangan mestinya tak hanya sibuk menunjuk satu (jari) atau dua (jari) yang merujuk ke Jokowi-Maruf Amin dan Prabowo-Sandi. Jari-jari yang lain bisa cemburu. Bahwa dalam survei Populi Center (20-29 Januari) 72,1% warga Muhammadiyah memilih pasangan Jokowi-Ma’aruf Amin dan hanya 20,9% memilih Prabowo-Sandi, itu pilihan bebas, tak berkomando.

Khitah berada di tengah dalam arus politik seakan menegaskan lagi jawaban atas Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais yang akan menjewer Haedar Nashir jika pada Pemilu 2019 warga Muhammadiyah netral. Menjaga khitah itu penting agar Muhammadiyah tetap di tengah. Agar agama tak menjadi subordinat politik atau yang lain.

Sayang, Prabowo Subianto yang juga diundang di acara penting Muhammadiyah tak hadir. Padahal, kehadiran dua calon presiden, seperti yang sudah-sudah, bisa menurunkan tensi politik.

Kita berharap beragama yang mencerakan yang digemakan Muhammadiyah tetap menjadi arus utama di negeri ini. Ia tak boleh kalah dengan arus kecil tapi nyaring, yakni beragama yang mencemaskan.*



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima