Utang

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
30/1/2019 05:30
Utang
()

MAHATMA Gandhi sejak lama mengingatkan kita akan tujuh hal yang harus diperhatikan. Salah satunya ialah perlunya berpolitik dengan prinsip. Apalagi, politik umumnya dijalankan orang-orang yang terdidik. Kita harus menyadari, pengetahuan itu harus dijalankan dengan karakter. Bahkan, ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan nilai kemanusiaan.

Hari-hari ini kita justru melihat hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut. Di tengah upaya perebutan kekuasaan, kita melihat yang banyak muncul justru irasionalitas. Demi menonjolkan calon yang dijagokan, para cerdik cendekia melontarkan pemikiran yang menyesatkan.

Salah satunya ialah soal utang negara. Seakan-akan pemerintah sekarang gemar menarik utang. Bahkan ada yang melontarkan, bunganya mencekik leher karena sampai 11,25%. Kenyataannya, imbal hasil utang dolar AS untuk tenor 10 tahun hanya 4,24%.

Utang yang digembar-gemborkan lebih Rp4.250 triliun itu sebenarnya merupakan akumulasi utang negara. Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla selama empat tahun pemerintahannya hanya menambah utang sekitar Rp1.625 triliun.

Sejak Indonesia merdeka, pemerintah terpaksa menutup kebutuhan belanja negara dengan utang karena penerimaan negara yang tidak mencukupi untuk kebutuhan biaya rutin dan biaya pembangunan. Pada era Orde Baru dengan istilah anggaran berimbang, utang disebut sebagai penerimaan luar negeri.

Pada masa Orde Baru, kita sebenarnya beruntung karena menerima pinjaman dari lembaga keuangan internasional dengan bunga rendah dan masa tenggang pembayaran cukup panjang. Hanya, karena aturan dari pemberi donor yang terlalu ketat serta akuntabilitas yang rendah, kita kemudian menolak pinjaman baik yang berasal dari Bank Dunia, apalagi Dana Moneter Internasional.

Setelah era reformasi, kita ingin lebih berdaulat untuk menutup defisit anggaran. Namun, yang namanya gengsi itu tidak ada yang gratis. Karena kita mencari utang dari pasar, bunganya dikaitkan dengan country risk. Rating yang dikeluarkan lembaga, seperti Standard & Poor’s atau Moody’s, menjadi ukuran tingginya tingkat suku bunga.

Pada saat krisis keuangan global 2008, kita sempat harus membayar bunga yang mahal sekitar 11,25%. Masalahnya rating kita saat itu belum masuk layak investasi. Dengan perbaikan pengelolaan keuangan negara, rating kita sekarang sudah masuk kelompok layak investasi dan otomatis bunga yang harus dibayarkan lebih rendah.

Meskipun demikian, utang yang ditarik otomatis menjadi beban kepada negara karena utang dari pasar tidak mengenal masa tenggang pembayaran. Begitu surat utang negara dikeluarkan, sebulan kemudian negara sudah harus membayarkan bunganya.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti, menjelaskan, pengelolaan utang negara tetap dilakukan berhati-hati. Besaran utang selalu dibicarakan bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada saat pembahasan Undang-Undang APBN. Selama ini utang negara terkelola dengan baik terlihat dari jumlah pembayaran utang selama empat tahun terakhir yang mencapai Rp1.600 triliun.

Utang negara umumnya dipakai untuk membangun barang kebutuhan publik (public goods). Tugas utama pemerintah di mana pun ialah menyediakan barang kebutuhan publik, mulai jalan, bendungan, saluran irigasi, air bersih, hingga listrik.

Sepanjang tersedia barang kebutuhan publik yang lebih baik dan negara mempunyai kemampuan membayar kembali utangnya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan utang itu. Korea Selatan dan Tiongkok memanfaatkan utang dari Bank Dunia, bahkan untuk membangun rel kereta, memperbaiki sistem drainase, dan juga pendidikan. Dengan itulah kemudian mereka meraih kemajuan.

Kalau kita bangsa yang cerdas, kita seharusnya tidak fobia terhadap utang dari lembaga keuangan internasional. Apalagi, kita ialah negara anggota yang setiap tahun membayar iuran sehingga berhak untuk memanfaatkan dana yang tersedia. Bahwa ada pengalaman buruk masa Orde Baru, kita perbaiki saja tata cara penggunaannya. Tidak perlu kita membakar rumah untuk menangkap tikus di dalamnya.

Sungguh aneh kalau kita sekarang lebih berkutat kepada pemahaman sempit tentang utang. Seakan berutang itu merupakan persoalan yang tabu. Apalagi, hanya untuk kepentingan politik yang dipersepsikan bahwa pemerintah sekarang gemar berutang, tetapi melepaskan konteks besar utang itu sendiri.

Tepatlah kalau kita mencamkan kembali tujuh dosa sosial yang disampaikan Gandhi. Kasihan negeri ini kalau para cerdik cendekia tidak membuat rakyat semakin cerdas sebab ilmu dan pengetahuan itu harus dipakai untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima