Perjalanan Mencari

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
25/1/2019 05:30
Perjalanan Mencari
()

INDONESIA ialah sebuah perjalanan mencari. Upaya mencari pastilah proses yang tak pernah sudah. Ia sambung-menyambung, juga upaya mencari sistem ketatanegaraan kita yang paling sesuai. Lacaklah perjalanan itu, betapapun konstitusi mengamanatkan sistem presidensial, kaki-kaki sejarah menapaki jalan yang 'berkelok-bersimpang' alias tak lempeng.

Hanya tiga bulan setelah UUD 1945 disahkan pada 18 Agustus 1945, 14 November berlakulah sistem parlementer dengan perdana menteri pertama Sutan Sjahrir. Demokrasi parlementer yang sangat liberal itu berlangsung hingga 1959. Di masa itu pemerintahan jatuh bangun, berkali-kali. Ada  yang mengamsalkan era ini serupa berlaga bola di lapangan berlumpur nan becek.

Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ketatanegaraan kita kembali kepada UUD 1945. Kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia; kembali presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, hal yang dipuji di era ini ialah jadi palagan demokrasi yang berkelas.

Pemilu 1955 disanjung sebagai masterpice demokrasi Indonesia sebagai  negara muda sebelum masuk pelukan otoritarian Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya dan Soeharto dengan demokrasi Pancasila yang tak Pancasilais itu. Soekarno berkuasa 22 tahun, Soeharto 32 tahun, ini karena konstitusi tak membatasi dengan tegas. Dua tokoh ‘baik’ pada mulanya itu diberi ‘cek kosong’ untuk mengisi sendiri sampai kapan menjadi presiden, jadi ‘tak baik’ akhirnya. Kedua presiden itu berakhir tragis.

Kekuasaan terlampau pendek tak bisa menguji seluruh kemampuan sang pemimpin, kekuasaan terlampau lama berpotensi membusukkan mereka. Ketika era reformasi hadir, dijebollah sakralitas amendemen UUD 1945. Selama 1999-2002, konstitusi diamendemen empat kali. Presiden/wakil presiden  dipilih rakyat secara langsung, tak lagi dipilih oleh MPR; masa jabatannya pun dibatasi hanya dua kali lima tahun (Pasal 7). Tonggak bersejarah itu dimulai Pemilu 2004, presiden/wakil presiden dipilih langsung.

Cukuplah dua periode untuk membuktikan kemampuan terbaik, tapi tak sampai ‘memabukkan’ sang pemimpin. Pembatasan itu antara lain untuk mencegah  penyalahgunakan kekuasaan, macetnya regenerasi kepemimpinan nasional, munculnya diktator, dan kultus individu. Namun, pengalaman dua periode masa jabatan itu kini dinilai belum jadi pilihan terbaik. Demokrasi yang memang hidup dalam keranjang kegaduhan dirasa kian mahal, semakin panas, dan kurang berkualitas.

Kini ada wacana masa jabatan presiden cukup satu periode. Setidaknya ada dua tokoh yang mengusulkan, yakni guru besar ilmu politik Universitas Pertahanan Indonesia Salim Said dan mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Hendropriyono. Salim Said bahkan berkali-kali mengungkapkan soal pembatasan masa jabatan presiden itu.

Ia berharap para wakil rakyat di Senayan hasil Pemilu 2019 mulai mengusulkan amendeman ke-5 konstitusi kita yang kini bernama Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NRI 1945). Di mata Salim, yang juga mantan wartawan dan Duta Besar RI untuk Republik Ceko,  satu periode masa jabatan presiden akan lebih banyak ‘hikmahnya’ daripada ‘musibahnya’. Namun, ia juga mengusulkan satu periode masa jabatan tidak lima tahun, tapi bisa enam atau tujuh tahun.

Hendropriyono mengusulkan periode jabatan presiden delapan tahun. Ini akan bisa menghemat anggaran dan kian dinamisnya regenerasi kepemimpinan nasional. Jika ini bisa terwujud, katanya, dalam soal pemilihan presiden, Indonesia akan lebih maju daripada Amerika Serikat, yang masa jabatan presidennya dua kali empat tahun.

Saya setuju dengan wacana satu periode masa jabatan presiden, juga nantinya kepala daerah. Ia sehat; hemat energi (pikiran) hemat gizi (biaya). Cukuplah satu periode masa jabatan tujuh tahun; kepemimpinan akan efektif. Tak ada lagi waktu terbuang untuk memikirkan periode kedua. BJ Habibie, misalnya, dengan menjadi presiden kurang dari 1,5 tahun bisa menorehkan prestasi dalam mengawal transisi demokrasi. Presiden ke-35 AS, John F Kennedy, meski hanya tiga tahun bertakhta, ia melegenda.

Kita bersepakat hingga saat ini sistem demokrasi ialah pilihan terbaik untuk negeri bernama Republik Indonesia yang amat beragam ini. Seperti juga di banyak negeri, demokrasi akan beradaptasi mencari bentuk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian bangsa itu. Wacana satu periode masa jabatan presiden/wakil presiden dan kepala daerah, juga salah satunya.

Soekarno yang terlibat dalam pembuatan konstitusi mengakui, UUD 1945 ialah produk kilat. Maka, terbuka suatu saat untuk amendemen sesuai kebutuhan bangsa ini. Menjalankan amendemen ke-5 konstitusi, terutama membatasi masa jabatan presiden hanya satu periode, juga perjalanan mencari untuk menemukan yang paling sesuai bagi bangsa ini. Agar Indonesia lebih berjaya.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima