Panggung yang Berulang

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
18/1/2019 05:30
Panggung yang Berulang
()

ROMAN muka Sumarna terlihat bungah. Sopir taksi yang membawa saya menuju sebuah universitas di Jakarta Barat itu membuka perbincangan. Ia mengingatkan, ini kali kedua saya naik taksinya.

Pria asal Sukabumi, Jawa Barat, itu penyuka Bedah Editorial Media Indonesia di Metro TV. "Debat calon presiden seru ya, Pak? Saya belum menentukan pilihan. Mau lihat debat dulu, mudah-mudahkan tercerahkan, baru menentukan pilihan. Maka, saya akan fokus menonton. Tak mencari penumpang," katanya, Selasa lalu.

Debat calon presiden yang pertama dari lima kali yang diagendakan memang banyak dinanti. Di banyak tempat dan kota, bahkan digelar nonton bersama. Politik yang katanya membuat pening kepala ternyata punya pesona. Ia teater yang diharapkan serupa hiburan juga. "Ini kan partai ulangan 2014.

Pak Jokowi sudah jadi presiden, Pak Prabowo masih sebagai penantang lagi. Bukankah sudah jelas?" Saya memancing. "Tinggal dibandingkan saja, kan? Rekam jejaknya masih belum terhapus."

Pendirian pria berusia 47 tahun itu tak pecah, tak goyah. Waktu masih tiga bulan sampai hari pencoblosan 17 April nanti, katanya, segala sesuatu masih bisa terjadi. "Debat yang bermutu akan jadi penentu, penunjuk jalan bagi saya. Kian memantapkan untuk memilih calon presiden dan wakil presiden. Maaf, Pak, itu pendapat saya." Ia meyakinkan.

Saya tak membantah, tak menyanggah. Ia benar belaka. Saya kaget dan gembira Sumarna punya pemahaman bagus akan makna debat politik. Ia bukan pemilih 'taklid' atau pemilih bebek. Sumarna katakan juga sudah mengantongi nilai bagi kedua pasangan, nilai debat akan diakumulasi. Wah!

Pertanyaan debat pertama tentang hukum, HAM, terorisme, dan korupsi sudah dikirimkan oleh KPU ke kedua pasangan. Justru karena pertanyaan sudah beberapa kali dibaca, publik menunggu jawaban prima. Tampilan di atas panggung, tentang adu 'kecakapan mulut' tetap ditunggu. Ia bisa jadi penentu.

Ada sekitar 30% pemilih yang bisa diayun (swing voters), salah satunya karena debat. Berkaca dari Pemilu 2014, setelah debat, suara-suara yang 'membeku' pun jadi 'mencair' ke kedua pasangan kandidat.

Dalam perjalanan saya Jakarta-Yogyakarta, via kereta api, Rabu lalu, beberapa orang juga berbincang tentang aksi 'kecakapan mulut' ini. Mereka menunggu ada 'kejutan'.

Di gerbong restorasi, seorang penumpang yang juga kerap menyimak Bedah Editorial Media Indonesia di Metro TV memberondong saya dengan sejumlah pertanyaan. "Aman kan, debat kali ini, Pak? Saya menunggu dengan harapan sekaligus kecemasan."

Ia tak menjelaskan faktanya, tapi ia merasa keterbelahan masyarakat karena politik mencemaskan. Kekuatan sipil yang mestinya berpadu memperkuat demokrasi justru saling menghajar, saling mencakar.

Mantan bankir yang kini jadi konsultan di beberapa perusahaan itu berharap ada keakraban yang mencairkan sebelum debat dimulai. Kalau perlu, ada nyanyi bersama dulu. Ia juga ingin debat harus jadi panggung yang mencerahkan, menenteramkan. Adu ide, adu prestasi, adu logika, adu retorika itu harus dikemas jadi tontonan yang menarik.

Debat yang sehat harus pula membuat bahagia pendengarnya. Berteriak, nyaring, atau datar, itu bukan pokok soalnya. Yang pokok ialah pikiran pikiran calon presiden/wakil presiden di panggung bisa meyakinkan publik. Pikiran-pikiran bernas, visi-misi berkelas, harus diorkestrasi dengan retorika, ekspresi wajah, gerak tubuh, bahasa, intonasi dan diksi, serta semua unsur pemanggungan.

Hal lain lagi, dan ini yang utama, visi dan bisa yang satu napas dengan aksi nanti. Tanpa keselarasan dan satu tarikan napas, panggung debat hanya sebuah keriuhan sunyi. Hanya membuat pekak telinga.

Sayang, debat di panggung yang berulang itu, tadi malam, belum memancarkan aura pesona. Datar belaka. Bisa jadi Sumarna dan jutaan pemilih yang menunggu debat masih tetap mengayun. Debat berikut harus bisa jadi obat kecewa karena tak prima di panggung pertama.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima