Membumi dengan Benar

Saur Hutabarat, Dewan Redaksi Media Group
17/12/2018 05:30
Membumi dengan Benar
(MI/EBET)

TULISAN ini kiranya perlu diawali dengan sebuah pengakuan. Bahwa saya sudah lama tidak nonton sandiwara, dalam makna teater. Untuk itu, saya mohon maaf kepada sahabat Butet Kertaradjasa.

Tidak nonton sandiwara itu rasanya perlu dilanjutkan sampai pemilihan presiden tuntas. Kenapa? Sepertinya dalam rangka pemilihan presiden, saya tidak perlu nonton sandiwara benaran sebab muncul sandiwara-sandiwaraan.

Orang tentu perlu berkampanye menjajakan calon presiden- wakil presiden yang diusungnya. Berkampanye itu dimengerti sebagai upaya untuk memenangkan persepsi pemilih dengan cara menawarkan visi-misi serta program untuk hidup berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Yang dicari pemimpin bangsa dan negara, bukan badut.

Namun, kampanye macam itu dinilai terlalu lurus, steril. Hanya bagus untuk kecerdasan. Padahal, meyakinkan pemilih dengan otak merupakan jalan panjang menuju kegagalan.

Jalan pendek menuju keberhasilan ialah meyakinkan pemilih dengan menyiasati emosinya. Caranya? Berkampanyelah dengan modus bersandiwara dalam sandiwara disertai dengan hoaks. Apakah jadinya bila bersandiwara dalam sandiwara berisi kebohongan? Jawabnya menipu rakyat.

Sandiwara punya beberapa arti. Satu di antaranya ialah kejadian-kejadian (politik dan sebagainya) yang hanya dipertunjukkan untuk mengelabui mata, tidak sungguhsungguh. Itu dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Mengelabui berarti menyesatkan pandangan, yang juga berarti menipu. Itulah sandiwara yang dapat terjadi dalam keinginan mengganti presiden. Sangat berbeda dengan sandiwara yang saya tonton di masa kecil, sandiwara 17 Agustus, cerita real sejarah heroisme pejuang mengalahkan Belanda dengan bambu runcing.

Di masa tua sekarang ini, saya paham orang yang belum pernah menjadi presiden atau wakil presiden tentu saja belum punya kisah nyata untuk disandiwarakan dalam tonil atau teater yang benaran. Di situlah pula bedanya dengan petahana.

‘Bersandiwara’ selain berarti ‘bermain drama (tonil, teater)’, juga punya arti ‘berpura-pura’. Contoh yang dipakai sebuah kamus ialah ‘Di depan ibunya ia pandai bersandiwara seakan-akan pergi belajar, padahal sebenarnya ia pergi menonton film’.

Contoh itu dapat diganti, ‘Di depan rakyat ia pandai bersandiwara seakan-akan dizalimi, padahal sebenarnya ia ingin dikasihani’. Kenapa? Rakyat yang terkelabui karena kasihan lalu diharapkan memilihnya sebagai presidenwakil presiden.

Sesungguhnya sampai sekarang saya terheran-heran, kok bisa di suatu masa ada presiden terpilih karena dia merasa terzalimi. Betapa panjang keheranan itu kalau pada 2019, presiden terpilih berkat pendampingnya, cawapres, mampu bersandiwara dizalimi.

Sesungguhnya saya pun terheran-heran bagaimana mungkin pemimpin yang dicandrakan tegas menyukai pasangan yang berpura-pura? Dalam kampanye sandiwarasandiwaraan, setelah terpilih, bisa terjadi di negara ini ada presiden-presidenan karena pendampingnya yang berpura-pura menjadi wakil presiden, padahal dialah presiden benaran.

Kita perlu pemimpin bangsa yang berterus terang dengan rakyatnya. Untuk itu, sang pemimpin harus lebih dulu mampu berterus terang dengan dirinya sendiri.

Maaf, kiranya di situlah pemimpin perlu stoicism, pandangan yang antara lain bilang ketika seseorang membumi dengan benar dalam hidupnya, dia tidak perlu melihat keluar untuk mendapatkan pengakuan.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima