Ada Apa dengan Plastik

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
12/12/2018 05:30
Ada Apa dengan Plastik
()

RIUH sekali pembahasan soal sampah plastik awal Desember ini. Memang kebetulan ada pertemuan tentang perubahan iklim di Katowice, Polandia. Apalagi ada seekor paus yang mati dan ditemukan hampir 6 kilogram sampah plastik di dalam perutnya. Sebelumnya ada seekor kura-kura yang harus berjuang agar sedotan plastik yang masuk dan menutup hidungnya bisa dikeluarkan.
        
Plastik kemudian dianggap sebagai biang persoalan. Digelindingkan pemahaman untuk melarang penggunaan plastik. Apalagi beberapa menteri kemudian bersuara seperti lembaga swadaya masyarakat. Indonesia pun menjanjikan untuk mengurangi penggunaan plastik sampai 70%.
         
Padahal dalam kehidupan modern sekarang ini, apa yang tidak ada komponen plastiknya. Semua kebutuhan manusia yang tidak bisa menggunakan kayu atau metal pasti penggantinya ialah plastik. Dari pembungkus obat, alat-alat kesehatan, furnitur, kulkas, televisi, radio, komputer, telepon pintar, bagian dari mobil, sampai panel surya tidak lepas dari unsur plastik.
         
Semua negara yang diberi sumber daya alam yang melimpah kemudian membangun industri petrokimia. Terakhir Malaysia membangun pabrik petrokimia di Pengerang, Johor, dengan nilai investasi mencapai US$27 miliar. Semua itu dilakukan karena mereka ingin mendapatkan nilai tambah dari minyak dan gas yang didapatkan dari perut bumi.
         
Kita tahu dari migas bisa dihasilkan tiga jenis produk di samping bahan bakar minyak, dari olefins seperti ethylene dan propylene hingga butadiene. Ethylene dan propylene sangat dibutuhkan industri kimia dan produk plastik. Adapun butadiene merupakan bahan baku untuk karet sintetis. Produk kedua ialah aromatika yang di dalamnya termasuk benzene, toluene, dan xylenes.

Benzene kita tahu merupakan bahan baku untuk pewarna dan detergen sintetis, sedangkan xylenes bisa dipakai untuk plastik dan fiber sintetis. Produk ketiga ialah campuran karbon monoksida dan hidrogen yang akan menghasilkan amonia dan metanol. Kita tahu amonia kemudian dipakai sebagai bahan baku pembuatan pupuk, sedangkan metanol dipakai sebagai pelarut atau bahan antara kimia.
           
Perjuangan sebuah negara untuk membangun industri petrokimia tidaklah mudah. Presiden Soeharto sudah mencita-citakan untuk membangun industri petrokimia sejak awal 1970-an. Namun, konsesi yang diberikan kepada perusahaan minyak dunia tidak pernah direalisasikan dengan berbagai alasan. Padahal kebutuhan baku plastik terus meningkat sesuai kemajuan ekonomi.
          
Awal 1990-an pengusaha Prajogo Pangestu mencoba merealisasikan mimpi Presiden Soeharto dengan mendirikan PT Chandra Asri. Pada awalnya proyek itu berjalan normal dengan pendanaan yang berasal dari dalam negeri. Akan tetapi, karena dianggap sebagai ancaman terhadap hegemoni seven sisters atau tujuh perusahaan minyak raksasa dunia, tiba-tiba keran kredit dihentikan sehingga proyek petrokimia pertama di Indonesia itu nyaris tidak bisa dilanjutkan.
          
Dengan segala upaya, Prajogo Pangestu akhirnya mendapatkan kredit dari Marubeni, Jepang. Itulah yang membuat PT Chandra Asri bisa menyelesaikan proyeknya dan beroperasi. Kebutuhan bahan baku plastik dalam negeri tidak lagi sepenuhnya harus diimpor, tetapi bisa sebagian dihasilkan pabrik petrokimia yang ada di Serang, Banten.
          
Sekarang kita mempunyai setidaknya 12 pabrik petrokimia. Namun, sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam dan membutuhkan bahan baku plastik yang besar, kita seharusnya tidak boleh kalah dari Malaysia. Apalagi ketika Presiden Joko Widodo berharap sumber daya alam yang kita miliki harus bisa memberikan nilai tambah yang lebih tinggi.
           
PT Chandra Asri sendiri sekarang sudah mengembangkan industrinya dengan membangun pabrik karet sintetis. Bekerja sama dengan produsen ban asal Prancis, Michelin, Chandra Asri menanamkan modal sebesar US$400 juta untuk mendirikan pabrik ketiga setelah pabrik di Prancis dan Amerika Serikat yang menghasilkan karet sintetis untuk Michelin.
          
Dengan manfaat yang begitu besar, kita harus berhati-hati dalam memainkan isu sampah plastik. Kita tentu setuju bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan lebih baik agar tidak merusak lingkungan. Akan tetapi, jangan sampai kemudian menyimpulkan bahwa kita tidak membutuhkan kehadiran industri petrokimia.
           
Kita justru harus mendorong tumbuhnya industri petrokimia untuk menunjang kemajuan bangsa ini sebab tidak mungkin kita tidak membutuhkan bahan baku plastik. Hampir semua produk yang diperlukan masyarakat membutuhkan dukungan produk plastik.
          
Yang perlu diajarkan kepada masyarakat ialah penggunaan yang benar. Produk plastik itu jenisnya bermacam-macam. Untuk kebutuhan membawa makanan, misalnya, harus digunakan jenis yang grade-nya tinggi agar kita tidak terpapar oleh molekul yang bisa membahayakan kesehatan.
          
Sekarang ini yang dilakukan masyarakat, apa pun kebutuhannya yang digunakan ialah jenis plastik yang sama. Ketika plastik yang digunakan ialah jenis yang murah, kita pun sembarangan saja membuangnya. Akibatnya kita lihat kantong-kantong plastik yang berceceran di jalanan.
          
Kita sama-sama ingin menjadi bangsa yang maju dan modern. Untuk itu, yang diperlukan ialah sikap yang juga modern. Orang modern itu bertanggung jawab terhadap apa yang digunakannya dan tidak sembarangan membuangnya.

Orang modern itu pandai menjaga lingkungannya karena orang modern sangat peduli terhadap kualitas hidupnya. Bangsa Jepang tidak punya migas, tetapi mempunyai industri petrokimia. Mereka tidak pusing dengan urusan sampah, bahkan bisa mereka olah untuk pembangkit listrik.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima