Belajar dari Xi dan Trump

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
05/12/2018 05:30
Belajar dari Xi dan Trump
()

ANCAMAN perang dagang antara Tiongkok dan AS mereda. Kedua pemimpin negara itu memilih jalan untuk tidak melanjutkan perang tarif bea masuk. Dunia pun bernapas lega karena ketika gajah bertarung dengan gajah, yang biasanya menjadi korban ialah pelanduk yang ada di tengah-tengah.
       
Nuansa perdamaian muncul ketika Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump bertemu secara bilateral di sela-sela pertemuan para pemimpin G-20 di Buenos Aires, Argentina. Pernyataan Presiden Xi rupanya meluluhkan hati Trump. Menurut Xi, Tiongkok tidak ingin menang dalam perang dagang karena yang lebih penting masyarakat AS bisa hidup lebih damai, aman, dan sejahtera di bawah kepemimpinan Presiden Trump.
         
Mendengar sanjungan dari Xi, Presiden Trump meminta tim perdagangannya untuk tidak mengenakan lagi tarif bea masukan tambahan sebesar 15%. AS baru mengenakan tarif bea masukan tambahan 10% untuk impor dari Tiongkok yang nilainya mencapai US$200 miliar setahun.
          
Dengan adanya rencana negosiasi untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan, Tiongkok untuk sementara tidak harus membayar bea masuk tambahan sebesar US$30 miliar. Bagi pengusaha Tiongkok, ini sudah merupakan benefit besar guna dilanjutkannya bisnis dengan AS.
          
Kita tentu masih harus menunggu kompromi yang menguntungkan bagi kedua negara itu. Akan tetapi, dengan dihentikannya saling ancam untuk mengenakan tarif bea masuk tambahan sudah merupakan kemenangan bagi perdagangan internasional. Harga komoditas di pasar dunia mulai kembali bergerak naik karena melihat adanya bisnis yang lebih wajar di depan.
          
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Christine Lagarde berulang kali menyampaikan perang dagang akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia. Tingkat pertumbuhan dalam tiga tahun sampai 2019 akan plateau atau mendatar pada tingkat 3,7%. Ini tentunya merupakan opportunity lost yang disayangkan karena potensi tumbuh lebih besar daripada angka itu.
          
Pertanyaan selanjutnya, apa manfaat yang bisa kita petik dari perdamaian dagang antara Tiongkok dan AS itu? Inilah hal terpenting yang harus menjadi perhatian kita. Harus ada strategi khusus yang kita persiapkan agar bangsa ini mendapatkan manfaat besar.
           
Dalam pertemuan dengan para chief executive officer di Jakarta, Presiden Joko Widodo meminta para pengusaha membangun industri dan menggunakan teknologi. Janganlah sumber daya alam yang dimiliki negara ini hanya terus-menerus dijual dalam bentuk mentah.
          
Untuk itu, pengusaha merupakan faktor yang penting. Pada merekalah kita berharap ada kemauan untuk menanamkan investasi agar sumber daya alam bisa memberikan nilai tambah terlebih dulu sebelum dijual. Presiden mencontohkan bauksit yang harus diolah agar menjadi aluminium.
          
Pengusaha tentunya mau menanamkan modal kalau arah pembangunan negara ini memang ditujukan ke sana. Hanya, pengusaha berharap pemerintah tidak sekadar meminta. Mereka ingin pemerintah juga mendengar dan kemudian dengan ringan tangan menawarkan bantuan yang bisa memudahkan pengusaha untuk berinvestasi.
           
Sekarang ini pejabat pemerintah lebih sering bersikap seperti priyai. Pengusaha lebih dilihat sebagai bawahan yang bisa dimarahi dan disuruh-suruh. Tidak pernah pengusaha dilihat sebagai pahlawan ekonomi karena ikut membangun negara ini.
           
Ada pengusaha yang dalam setahun membayar pajak badan kepada negara mencapai Rp10 triliun. Namun, sampai sekarang tidak pernah ada pejabat keuangan datang untuk menyampaikan apresiasi dan menanyakan apa yang bisa dibantu agar investasi bisa bertambah dan kontribusinya kepada negara bisa lebih tinggi lagi.
          
Di Tiongkok, pejabat setingkat wali kota bisa datang untuk menanyakan kesulitan yang dihadapi seorang pengusaha. Ketika Sinar Mas kesulitan menyelesaikan pembangunan hotel di kawasan The Bund, Wali Kota Shanghai berani mengembalikan pajak yang sudah dibayarkan pengusaha untuk dipakai menyelesaikan hotel terlebih dulu. Nanti ketika hotel selesai dan beroperasi, baru utang itu dikembalikan kepada pemerintah kota.
          
Sikap melayani dan membantu menyelesaikan persoalan tidak ada pada aparatur sipil negara kita. Mereka umumnya masih bersikap feodal. Mereka tidak pernah mau melayani, tetapi lebih suka dilayani. Kalaupun pengusaha menghadapi masalah, dianggap masalah mereka sendiri. Padahal ketika pengusaha dihadapkan pada krisis, negara tidak bisa mendapatkan apa pun dari pengusaha yang merugi.
          
Kalau kita mau memanfaatkan situasi damai yang diciptakan Tiongkok dan AS, yang dibutuhkan ialah kecerdasan. Pemerintah membutuhkan peran serta pengusaha untuk memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki. Pengusaha itu adalah aset. Tiongkok dan AS selalu membela kepentingan pengusaha karena itulah yang menjadi modal utama negara untuk meraih kemajuan.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima