Politik Ngibul dalam Neurosains

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
30/11/2018 05:30
Politik Ngibul dalam Neurosains
()

DUNIA politik kini ada yang tengah berjalan melawan akal sehat. Yang rasional disisihkan, yang emosional dikedepankan. Donald Trump, politikus rasialis, yang setiap hari tanpa henti memproduksi kebohongan, tetapi berjaya dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Banyak lembaga survei dan analis politik yang menubuat rival Trump, Hillary Clinton, pasti akan dilantik menjadi presiden perempuan pertama Amerika Serikat. Dunia tercengang.  

Namun, apa pun ceritanya, Trump dan timnya dinilai pandai mengisi 'ruang kosong' yang tak digunakan kubu lawan. Ia mengaduk-aduk emosi dalam rapat-rapat raksasa dengan kebohongan yang terus-menerus, yang tak sempat dicerna orang ramai. Slogan Donald Trump, Make America Great Again, telah membius publik. Artinya, apa pun hal buruk tentang dan dari Trump, para calon pemilihnya tak peduli. Ia telah menjadi harapan baru warga Amerika.

Fenomena itu tak aneh bagi ilmu pengetahuan, terutama neurosains. Neurosains adalah suatu bidang penelitian saintifik tentang sistem saraf, utamanya otak dan pikiran. Manipulasi otak dengan hal-hal yang tak rasional dan tak relevan dalam kontestasi politik memang seperti menjadi tren baru di banyak negara.  

Dalam diskusi terpumpun bertema Neurosains, media, dan masa depan politik Indonesia,  di Jakarta, Senin (26/11) lalu, dokter spesialis bedah saraf Roslan Yusni Hasan atau akrab disapa Ryu Hasan mengungkapkan otak manusia cenderung lebih responsif terhadap hal-hal yang mengutamakan emosi daripada rasionalitas.  

Menurut Ryu, fenomena terpilihnya Donald Trump di Amerika Serikat dan Jair Bosonaro di Brasil ialah contoh paling konkret aplikasi neurosains dalam politik. Trump oleh banyak media bahkan disebut sebagai pembohong yang berulang dan berulang.
Respons emosi karena memberi keuntungan agar terhindar dari ancaman.

"Sesuatu yang sifatnya ancaman akan lebih cepat direspons. Misalnya ketika ada pesan berantai di media sosial, kita langsung menyebarkan tanpa konfirmasi terlebih dahulu," kata Ryu (Media Indonesia, 27/11).

Neurosains juga mengkaji kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran. Teori neurosains mengatakan sistem saraf dan otak merupakan asas fisis bagi proses pembelajaran manusia.

Menurut Ryu, melalui riset neurosains, respons warga di sebuah negara dipetakan lalu ditindaklanjuti dengan strategi-strategi kampanye agar mereka memilih salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Yang terang-terangan sebagai pengagum Donald Trump ialah politikus sayap kanan Brasil, yang juga sukses pada pemilu presiden Oktober lalu. Yang diam-diam bisa jadi banyak jumlahnya.

Di era digital, media sosial punya kecepatan dan daya jangkau yang luas untuk menyebarkan informasi yang belum tentu benar itu. Terlebih jika di media sosial banyak yang menemukan informasi yang sesuai dengan selera mereka. Bukan sesuai dengan faktanya. Mereka tak peduli dengan fakta. Mereka yang telah 'tersihir' oleh kata-kata tak peduli fakta. Tak peduli argumen dan rasionalitas.

Dalam politik Indonesia yang panas dan membelah-belah ini, para ahli neurosains semestinya lebih aktif melakukan riset dan memublikasikan hasilnya sebab dalam politik yang banal harus banyak yang memberikan ‘cermin besar’. Riset dan publikasi itu penting agar masyarakat tahu apa yang tengah terjadi dan bisa mengambil sikap.

Dengan riset neurosains, respons publik pada pernyataan kontroversial pasangan calon presiden dan wakil presiden bisa diapresiasi. Jika masyarakat kita lebih sehat secara emosional dan sosial, tentu tak terbawa arus.

Masyarakat yang sehat bisa membandingkan mana politikus yang lurus mana yang tidak; pasangan capres-cawapres mana yang bisa dipercaya? Akal sehat kita harus tegas mengatakan kubu cawapres dan cawapres yang paling banyak menyebarkan kabar bohong, terlebih fitnah, mestinya tak usah dipilih.  

Jika kian banyak politikus yang hobi berbohong terpilih, ini akan menambah daftar politikus lancung yang menang. Jika ini benar-benar terjadi, alangkah celakanya bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini. Karena itu, ikhtiar maksimalnya ialah mengatakan tidak kepada mereka yang tanpa beban terus menyebarkan kabar bohong.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima