Tentang Data dan Pelintirannya

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
19/11/2018 05:10
Tentang Data dan Pelintirannya
()

DATA menjadi pembicaraan yang silang selimpat belakangan ini sehingga timbul pertanyaan 'siapa' yang benar.

Saat mempertanyakan 'siapa' yang benar dan bukan data 'mana' yang benar, hal itu memperlihatkan betapa seriusnya persoalan kebenaran data kepublikan. Serius karena data yang benar kiranya menunjukkan realitas, yaitu 'apa adanya' di alam nyata. Padahal, yang disuarakan dengan kencang data hasil pelintiran.

Data diterima sebagai benar. Ketidakbenaran data merupakan kebohongan yang sangat mencelakakan karena data menjadi basis dalam pengambilan keputusan.

Di dalam dirinya sendiri sesungguhnya data tidak mengandung informasi apa pun. Dia baru bermakna di dalam konteks dan tentu interpretasi.

Ambil contoh survei yang menghasilkan temuan 19,4% pegawai negeri di Indonesia tidak setuju dengan Pancasila. Data itu diungkapkan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Mayjen (Purn) Soedarmo. Ketidaksetujuan terhadap Pancasila itu menyebabkan menurunnya ketahanan nasional.

Apa yang Anda bayangkan akibat data itu? Buat saya, saban bertemu lima orang pegawai negeri di mana pun, kiranya bolehlah saya berfantasi seorang di antara mereka tidak setuju dengan Pancasila.

Apakah kenyataannya seperti itu? Tentu ada yang percaya akan temuan itu. Sudah pasti ada juga yang tidak percaya, bahkan mungkin menilainya sebagai 'rekaan'.

Di dalam dirinya data bebas nilai. Sang 'nilai', yakni pemaknaannya bergantung kepada sudut pandang dan perspektif yang membacanya. Padahal, orang suka mencintai dirinya sendiri, narsis, sehingga membaca data dengan sudut pandang yang paling menarik menurut dirinya.

Sesungguhnya saya dapat membaca data pegawai negeri itu dari sisi sebaliknya, yaitu empat dari lima (80,6%) pegawai negeri Indonesia setuju Pancasila. Sebuah jumlah yang besar, mayoritas, karena itu saya percaya ketahanan nasional tinggi.

Pertanyaannya, kenapa saya memilih mengedepankan yang 19,4% yang tidak setuju Pancasila? Apa perlunya? Apa pentingnya?

Pertama yang mesti dijawab validitas data. Saya kira dalam hal ini 'the illusion of validity' mungkin berlaku. Seandainya pun valid, orang boleh bertanya mau diapakan data itu?

Data publik merupakan 'teks' yang terbuka. Bagaimana saya atau Anda membacanya, kiranya kebebasan yang dihormati. Akan tetapi, saya termasuk yang tidak setuju jika berdasarkan temuan 19,4% pegawai negeri tidak setuju Pancasila, pemerintah lalu menghidupkan kembali penataran Pancasila kepada seluruh pegawai negeri. Kenapa?

Penataran itu pada akhirnya merupakan proyek. Jangan jadikan Pancasila sebagai proyek. Tujuannya tidak tercapai, anggarannya bakal menjadi bancakan korupsi.

Rasanya perlu diulang untuk menggarisbawahi bahwa data seyogianya bebas nilai di dalam dirinya. Dalam konteks pemilihan presiden khususnya, data bisa dicemarkan dengan pelintiran sehingga bukan cermin kenyataan.

Data kepublikan mesti 'dicereweti' agar atas data itu kebijakan kepublikan terbaik dapat dibuat. Tentu penting pula kejernihan melihat data calon presiden sehingga kita mendapat pemimpin yang terbaik.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima