Susahnya Menjayakan Bahasa Indonesia

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
30/10/2018 05:30
Susahnya Menjayakan Bahasa Indonesia
()

"POLA komunikasi para pemimpin seperti apa di masa prakemerdekaan, khususnya tahun-tahun menjelang Sumpah Pemuda, sehingga bisa mempunyai kesepakatan besar, terutama menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan?"

Itu pertanyaan sastrawan Ahmad Tohari kepada saya di hari pertama Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XI (28-31 Oktober) di Jakarta. Ia melanjutkan jika saja Bahasa Jawa tak bertingkat-tingkat, bisa jadi para tokoh muda waktu itu memilih bahasa Jawa sebagai bahasa persatuan. Terlebih lagi penuturnya paling banyak.

"Anda setuju jika tingkatan-tingkatan bahasa Jawa dihapuskan saja? Tidak usah ada kromo, apalagi kromo inggil. Semua pakai bahasa ngoko saja agar tak ada 'kasta'. Agar mereka tak berjarak." Ia menambahkan, bahasa Jawa Banyumasan bisa menjadi contoh karena lebih egaliter jika dibandingkan dengan bahasa Jawa 'yang disebut standar' itu. Atas pertanyaan itu, saya ragu menjawabnya.

Tentang kesepakatan besar para tokoh muda dulu, jawabannya karena mereka hanya punya satu mimpi bersama: Indonesia bersatu dan merdeka. Mereka berorganisasi, rajin membaca, menulis, dan berdiskusi. Yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan jutru tokoh dari ningrat Jawa, Soewardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara). Ia pertama kali  mengusulkan pada Kongres Guru di Den Haag, Belanda, 12 tahun sebelum Sumpah Pemuda.

Yudi Latif menyebut para tokoh di masa lalu serupa itu sebagai genius Nusantara, termasuk para penggali dan perumus Pancasila. Mereka seperti bisa menubuat tentang Indonesia masa depan. Fakta-fakta itulah yang mematahkan anggapan Indonesia sekadar kelanjutan administrasi bekas jajahan Belanda. Justru Sumpah Pemuda menunjukkan bangsa ini lebih dahulu ada sebelum negara terbentuk.

Jusuf Kalla ketika membuka KBI XI di Istana Wakil Presiden, kemarin, menjelaskan baru pada Kongres Bahasa Indonesia I di Solo (1938) dijelaskan Ki Hadjar bahwa yang disebut bahasa persatuan berasal dari bahasa Melayu Riau. Secara berseloroh ia tak soal bahasa Bugis--bahasa daerah/ibu Jusuf Kalla--tak dipilih, tapi Raja Ali Haji tokoh penting bahasa Melayu Riau masih keturunan Bugis.

Ia pun menegaskan kita harus bersyukur karena Indonesia hanya mempunyai satu bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia. Tidak seperti India yang mempunyai lebih dari 20 bahasa nasional dan Singapura dengan tiga bahasa nasional. Penutur bahasa Indonesia juga termasuk enam besar di dunia.

Kalla tak menutup mata kini bahasa Indonesia menghadapi tantangan dari kalangan menengah atas yang lebih menganggap bahasa Inggris lebih bergengsi. Ia menyesalkan sekolah-sekolah yang memakai pengantar bahasa Inggris. Ia pun menjelaskan sebuah realitas, selain bahasa Indonesia terdesak oleh bahasa Inggris, bahasa daerah yang berjumlah 668 juga terdesak oleh bahasa Indonesia.

Sejumlah pemakalah mengungkapkan betapa ruang publik kita kian disesaki bahasa asing, terutama untuk kepentingan dagang. Selain itu, dunia media sosial, seperti diungkap I Ketut Darma Laksana dari Universitas Udayana, dikotori ujaran kebencian, informasi bohong, bahkan fitnah, yang dilakukan para elite politik, hanya untuk kepentingan Pemilihan Presiden 2019. Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa pun jadi rusak. Itu sebabnya KBI X mengusung tema Menjayakan bahasa Indonesia. Kongres menghadirkan 27 pemakalah utama dan diikuti 1.000 lebih peserta, termasuk dari perwakilan 26 negara.

Kalla mendorong agar bahasa Indonesia secara terus-menerus melakukan modernisasi demi kemajuan peradaban. Ia pun minta Badan Bahasa agar cepat membuat padanan dalam bahasa Indonesia jika ada istilah baru muncul, misalnya dalam teknologi.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan keberadaan bahasa Indonesia yang telah berusia 90 tahun sebagai bahasa persatuan harus terus-menerus diperkuat dan bahasa Indonesia dihidupkan di ruang publik. Bahasa Indonesia aset besar negeri ini dalam menjaga persatuan. Namun, bahasa daerah tetap dilestarikan karena bentuk penghormatan pada keragaman. Sementara itu, bahasa asing wajib dikuasai untuk bersaing akrab di dunia global. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pun mengusung moto 'Utamakan bahasa Indonesia. Lestarikan bahasa daerah. Kuasai bahasa asing'.

Tak ada alasan bahasa Indonesia tidak jaya. Terlebih payung hukum dan regulasinya makin kuat. Selain jelas termaktub dalam UUD 1945 Pasal 36 ayat (1), 'Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia', juga ada UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan; Peraturan Presiden No 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara Lainnya; Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia; dan Permendikbud No 70  Tahun 2016 tentang Standar Kemahiran Berbahasa Indonesia. Bahkan, kini tengah disiapkan peraturan presiden tentang penggunaan bahasa negara.

Apa artinya begitu banyak undang-undang dan aturan jika tak dipatuhi dan para pelanggar tak diberi sanksi?

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima