Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SEOLAH tidak cukup dengan menjadi kaya raya, Qatar, sebuah negara dengan luas tidak lebih dari gabungan Pulau Bali dan Lombok atau sekitar 11,471 km persegi, kini berambisi menjadi ‘ibu kota’ budaya Arab. Mengapa Qatar demikian ambisius di bidang kebudayaan? Apa yang dapat kita pelajari dari mereka?
Jika kita berkunjung ke Doha hari-hari ini, terutama setelah Piala Dunia 2022, kita akan menyaksikan bagaimana bangunan dan stadion-stadion bekas Piala Dunia di Qatar dibangun dengan tetap memperhatikan budaya lokal. Tidak ada satu pun stadion yang dibangun tanpa filosofi kebudayaan di belakangnya. Stadion Al Bayt yang menjadi tempat pembukaan Piala Dunia misalnya, dibangun berbentuk tenda. Ini merupakan simbol penghormatan rakyat Qatar untuk moyang mereka yang dahulu banyak tinggal di tenda-tenda.
Di Qatar, keberpihakan terhadap budaya tidak semata terlihat dari desain arsitektur bangunan-bangunannya, tetapi juga termanifestasi melalui kebijakan Pemerintah yang probudaya. Pada 2021, Qatar membentuk Kementerian Kebudayaan yang terpisah dari kementerian lainnya. Tujuannya ialah agar kementerian ini fokus mengurus budaya sebagai salah satu pilar negara.
Institusi lain yang berperan besar dalam menaikkan branding Qatar di bidang budaya ialah Qatar Museums. Lembaga yang dipimpin oleh Sheikha Al Mayassa binti Hamad al Thani (adik dari Amir Qatar) tersebut, bukan hanya menjadi koordinator museum-museum milik pemerintah, tetapi juga menjadi inkubator bagi para pekerja seni dari berbagai dunia. Setiap tahun, Qatar Museums mengundang seniman-seniman kaliber dunia ke Qatar untuk menggelar pameran atau sekadar dimintai saran bagaimana membangun kota yang berwawasan budaya.
Tahun kebudayaan Indonesia-Qatar
Untuk mendorong pemahaman dan kerja sama budaya dengan negara lain, Qatar menggelar festival Tahun Kebudayaan atau Year of Culture (YOC). Festival tersebut berlangsung selama setahun penuh dengan menggandeng negara dengan reputasi dan peran besar di bidang kebudayaan sebagai mitra. Indonesia patut berbangga karena untuk YOC 2023, Qatar memilih Indonesia sebagai negara mitra. Indonesia ialah negara pertama dari kawasan Asia Tenggara yang terpilih menjadi mitra YOC Qatar.
Indonesia perlu memanfaatkan kesempatan menjadi mitra YOC untuk beberapa alasan. Pertama, Tahun Kebudayaan RI-Qatar ialah kesempatan untuk menaikkan profil Indonesia di Timur Tengah, khususnya di Qatar. Negara-negara Timur Tengah tidak boleh lagi mengenal Indonesia hanya sebagai negara dari mana pembantu rumah tangga mereka berasal. Sebaliknya, Indonesia harus dikenal sebagai negara dengan peran dan reputasi yang menonjol di dunia. Perubahan mindset itu penting karena akan berpengaruh pada hasil kerja diplomasi Indonesia di Timur Tengah secara keseluruhan.
Kedua, Tahun Kebudayaan RI-Qatar juga juga diharapkan memiliki efek rembes di bidang lain, terutama ekonomi. Dengan semakin dikenalnya Indonesia oleh masyarakat Qatar, kita berharap akan semakin banyak turis asing yang berkunjung ke Indonesia. Rute-rute penerbangan baru dari Doha ke Indonesia juga diharapkan semakin banyak yang dibuka. Dari sini, efek rembes ekonomi termasuk pembukaan lapangan kerja diharapkan muncul.
Ketiga, Tahun Kebudayaan RI-Qatar ialah momentum untuk kita menumbuhkan budaya untuk menghormati budaya lain. Selama ini, kecenderungan kita ialah menjadikan budaya sendiri sebagai pusat dari segalanya. Seakan-akan negara atau bangsa lain tidak memiliki budaya adiluhung.
Padahal, kemampuan dan kesediaan kita untuk menghormati budaya bangsa lain ialah prasyarat paling dasar kerja sama antarnegara dapat dijalankan dengan baik. Tanpa kesediaan kita menghormati budaya bangsa lain, akan sulit kita mencapai pemahaman antarbudaya. Jika gagal membangun cross-culture understanding, kita sulit membayangkan kerja sama dua bangsa, di berbagai bidang akan terwujud.
Pelajaran dari Qatar
Orang banyak mengenal Qatar sebagai negara kaya raya semata karena cadangan Migasnya yang melimpah. Tidak salah, karena faktanya kekayaan Qatar memang banyak ditopang oleh sektor migasnya. Namun, naif jika kita mengatakan bahwa ukuran geografis yang kecil dan cadangan migas yang melimpah sebagai satu-satunya ‘penyebab’ Qatar bisa semaju seperti sekarang ini.
Toh, di belahan dunia lain, kita saksikan banyak negara yang dianugerahi kekayaan alam dan memiliki ukuran tak begitu luas, tetapi karena salah urus, negara tersebut terperosok menjadi negara gagal. Jadi, kekayaan alam saja jelas bukan jaminan. Lantas apa yang dapat kita petik sebagai pelajaran dari Qatar?
Pertama, visi kepemimpinan. Di bawah kepemimpinan Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani (1995-2013), Qatar berubah menjadi negara yang terbuka dan modern. Figur Sheikh Hamad ialah figur sentral dalam transformasi Qatar. Di masanya modernisasi bandara dan maskapai penerbangan Qatar dilakukan. Stasiun TV Al Jazeera didirikan dan pusat pendidikan Education City dibangun. Sheikh Hamad juga berhasil mempersiapkan suksesi kepemimpinan yang relatif smooth untuk ukuran negara-negara Timur Tengah.
Kedua, keterbukaan dan kemandirian. Qatar tidak memilih strategi isolasi dalam pembangunannya. Negara kecil ini memilih bersikap terbuka. Namun, keterbukaan yang dipilih Qatar bukan berarti ketergantungan terhadap negara lain. Sebaliknya, Qatar juga menjadikan kemandirian sebagai pilar pembangunannya. Pengalaman diblokade oleh tetangganya (2017-2021) menjadikan negara ini semakin mandiri dalam berbagai bidang.
Ketiga, penerapan soft-power diplomacy secara konsisten. Di titik inilah, Qatar membangun ‘industri’ media, olahraga, dan budaya mereka secara konsisten. Mereka jadikan tiga pilar tersebut sebagai nation branding mereka di dunia internasional. Tampaknya, Qatar tahu betul, bahwa sebuah negara besar, tidak hanya butuh nasi, tetapi juga perlu gengsi.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 merupakan pengembangan dari kegiatan Belajar Bersama Maestro, yang sebelumnya hanya melibatkan pelaku budaya di bidang kesenian saja.
Peran generasi muda dalam kemajuan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Terlebih, sebagai penerus, mereka akan menjadi tonggak estafet kemajuan budaya di masa depan.
Ditjen Kebudayaan memberikan perlindungan jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan bagi para pelaku budaya yang memperoleh penghargaan.
SEJAUH ini para pemerhati Muhammadiyah lebih banyak memosisikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah, gerakan tajdid, dan gerakan nasional.
Tari yang dibawakan dari Sulawesi Selatan, pertunjukan seni asal Jawa Timur, keindahan alam dan seni Nusa Tenggara Timur, budaya seni Rakyat Betawi, hingga pertunjukan seni asal Yogyakarta.
Seni tradisional Indonesia, sebagai benteng kebudayaan Nusantara, semakin tergerus di tengah arus perubahan zaman.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved