Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Warga Kaki Tangkuban Parahu Gelar Tradisi Tolak Bala

Depi Gunawan
29/7/2019 16:15
Warga Kaki Tangkuban Parahu Gelar Tradisi Tolak Bala
warga sekitar tangkuban parahu gelar ruwatan: Sesepuh Kampung Gamblok, RT 06 RW 07, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat(MI/depi gunawan )

PASCAMENINGKATNYA aktivitas Gunung Tangkuban Parahu, warga Kampung Gamblok RT 06 RW 07, Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, menggelar tradisi ruwatan dan ritual tolak bala, Senin (29/7).

Acara dimulai dengan pemotongan hewan kambing berwarna hitam, dilanjutkan memanjatkan doa yang diikuti tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, serta masyarakat sekitar. Kemudian, diakhiri dengan tarawangsa, buhun dan seni terbang. Dalam ritual ini, warga juga membawa perbekalan nasi dan lauk pauk untuk disantap bersama.

Salah seorang tokoh masyarakat sekaligus Ketua RT setempat, Maman Suherman, menerangkan ruwatan dan ritual tolak bala ini rutin diadakan setiap tahun, setiap bulan hapit dalam kalender sunda. Namun, penyelenggaraan tahun ini sedikit berbeda karena diadakan pascaerupsi Tangkuban Parahu.

"Tema acara adalah repeh, rapih, merenah dan tumaninah. Kegiatan diselenggarakan setiap tahun, sejak 1960," kata Maman, Senin (29/7).

Menurut cucu kuncen Gunung Tangkuban Parahu ini, digelarnya tradisi tahunan ini untuk menjauhkan warga dari marabahaya dan musibah bencana.

"Hubungannya dengan alam, dengan ruwatan ini mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari segala bahaya. Ruwatan sudah dirancang sejak lama dan diselenggarakan setiap tahun. Nah, kebetulan hari Jumat lalu gunung erupsi," ujarnya.

Baca juga: Berstatus Normal, Masih ada Tremor di Gunung Tangkuban Parahu

Pemangku Adat Gunung Tangkuban Parahu, Budi Raharja, menjelaskan, puncak tradisi ngaruwat gunung rutin diadakan pada tanggal 10 Muharram di Kawah Ratu Tangkuban Parahu. Tujuannya, mensyukuri nikmat yang telah diberikan, juga sebagai tolak bala agar dihindarkan dari bahaya.

"Ini sebagai tradisi leluhur dalam menjaga alam serta menghormati Ibu Ratu dan Eyang Sangkuriang yang masih dipercayai sebagai legenda hidup dalam lingkungan masyarakat sekitar gunung," ungkapnya.

Menurut dia, Kampung Gamblok hanya berjarak 4 kilometer dari puncak Kawah Ratu. Untuk itu, dia mengharapkan kepada semua pemangku kebijakan lebih terbuka dalam menginformasikan tentang kondisi Gunung Tangkuban Parahu sebenarnya kepada masyarakat sekitar.

"Sebaiknya tidak menutup-nutupi, soalnya hari Jumat kemarin adalah kejadian yang sangat fatal dan baru terjadi di saat masyarakat dan pengunjung ada di sekitar kawah, tanpa ada peringatan dini," tuturnya.

Dia mengaku warga Kampung Gamblok sebelumnya sudah mengetahui Gunung Tangkuban Parahu akan bergejolak sehingga tidak ada satu pun warga yang mendekati kawah.

"Alhamdulillah, walaupun jarak dari kawah ke perkampungan cukup dekat, tapi abu vulkanik tidak sampai ke sini karena kita selalu melestarikan kearifan lokal," jelasnya.(OL-5)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya