Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
JAKSA Penuntut Umum (JPU), Payaman, menyatakan pihaknya menyakini perbuatan penyebaran berita bohong atau hoax Ratna Sarumpaet mengakibatkan terjadinya keonaran di publik.
"Tentu kami sangat yakin," kata Jaksa Payaman yang ditemui usai sidang lanjutan kasus penyebaran berita bohong oleh terdakwa Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/3).
Sidang kedua Ratna Sarumpaet, mengagendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa terhadap dakwaan JPU yang membuat kekeliruan dalam surat dakwaan tersebut. Selanjutnya, tim JPU akan memberikan tanggapannya di sidang lanjutan.
"Mari kita lihat nanti tanggal 12 Maret untuk tanggapan yang akan kami berikan terhadap eksepsi yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Ratna," sebutnya.
JPU meminta waktu kepada majelis hakim untuk dapat menyusun materi guna menanggapi eksepsi yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa, Ratna Sarumpaet. Namun permohonan ditolak hakim ketua, atas permintaan pengunduran waktu sidang ketiga tersebut.
Dalam persidangan, majelis hakim juga menolak permohonan Ratna Sarumpaet untuk dijadikan tahanan kota. Hakim menilai tidak ada alasan konkret yang dapat dijadikan pertimbangan untuk mengabulkan permohonan Ratna Sarumpaet.
Baca juga: Kuasa Hukum Ratna Sebut Dakwaan Jaksa Keliru
Sebelumnya, Tim kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoax Ratna Sarumpaet menyatakan, ada kekeliruan terhadap dakwaan JPU. Oleh karena itu, pihaknya membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam sidang lanjutan tersebut.
"Kami selaku penasihat hukum menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum telah keliru dalam penerapan hukum kepada diri terdakwa bahkan terindikasi sangat merugikan hak-hak terdakwa," kata Desmihardi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/3).
Menurutnya, terkait dakwaa JPU yang menjerat Ratna dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia menambahkan, jaksa keliru menerapkan dakwaan itu terhadap Ratna, karena tindakan yang dituangkan dalam pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 sudah diatur dalam peraturan lain. Tentunya secara hukum perbuatan-perbuatan yang diancam di dalam delik Pasal 14 ayat 1 itu telah diatur dalam undang-undang lain dalam KUHP.
"Begitu juga merujuk dalam rumusan delik yang terdapat dalam aturan tersebut, maka masuk delik materiil. Artinya, delik materiil dapat dipidana jika terdapat akibat, yaitu keonaran," paparnya.
Desmihardi menegaskam keonaran yang dimaksud dalam aturan tersebut tidak terpenuhi. Sebab jaksa seolah-olah mengkonstruksikan telah terjadi keonaran dan kerusuhan dari foto-foto lebam Ratna yang diunggah oleh beberapa tokoh lewat Twitter sehingga terjadinya unjuk rasa.
"Seharusnya keonaran yang dimaksud dalam aturan itu adalah kerusuhan seperti yang pernah terjadi pada Mei 1998, kerusuhan di kantor DPRD Medan, dan lain-lain," lanjutnya
Desmihardi meminta Majelis Hakim menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukan pihaknya, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima, menyatakan perkara yang menjerat Ratna tidak diperiksa lebih lanjut, memerintahkan JPU mengeluarkan Ratna dari dalam tahanan, memulihkan harkat dan martabat serta nama baik Ratna, kemudian membebankan biaya perkara kepada negara. (OL-3)
SEORANG wanita paruh baya dengan paras yang sangat mirip dengan Ratna Sarumpaet membuat ulah di Bali saat Nyepi.
Permohonan pembebasan bersayarat (PB) Ratna diterima dan dikabulkan sehingga Ratna menjalani hukuman selama lebih kurang 15 bulan
Ratna sebelumnya divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakil PN Jaksel. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 6 tahun penjara.
Alasan JPU mengajukan banding ialah putusan majelis hakim yang memberikan vonis kurang dari setengah tuntutan JPU dinilai tidak memberikan efek preventif.
JAKSA Penuntut UmumĀ yang menangani terdakwa kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet juga mengajukan banding atas vonis yang diberikan kepada terdakwa karena dianggap ringan.
Padahal, sehari sebelumnya Ratna menyatakan tidak ingin mengajukan banding dan memilih ingin fokus menulis buku serta menikmati sisa di masa tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved