Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HELICOPTER parenting merupakan pola asuh yang menitikberatkan dan memantau secara ketat aktivitas anak. Orangtua yang menggunakan pola asuh helikopter biasanya mengambil kendali penuh dan campur tangan dalam setiap masalah anak.
Mari kita simak apa itu helicopter parenting, apa saja ciri-cirinya, penyebab, hingga dampaknya.
Helicopter parenting sering disebut sebagai bagian "over" dari pola asuh yang berlebihan. Hal ini melibatkan keterlibatan berlebihan dan kendali orangtua atas kehidupan anak-anak mereka.
Baca juga : Tanoto Foundation dan School of Parenting Lakukan Studi terkait Pola Pengasuhan
Dengan kata lain, pola asuh helikopter merupakan gaya pengasuhan yang terlalu protektif dimana orangtua secara terus-menerus berusaha terlibat dalam berbagai aspek kehidupan anaknya. Umumnya pola asuh seperti ini didasari rasa khawatir dan ketakutan orangtua yang berlebihan terhadap anaknya.
Pada dasarnya orangtua yang menggunakan pola asuh helikopter mempunyai tujuan yang baik untuk memastikan anaknya terhindar dari bahaya dan kegagalan. Namun akibat pengabaian privasi yang berlebihan, pola asuh helikopter justru dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak.
Dalam buku Mengenali Pribadi dan Potensi Anak yang ditulis Aam Nurhasana, helicopter parenting, pertama kali diperkenalkan psikolog Haim G Ginott pada 1969. Gaya pola asuh ini, orangtua menjadi terlalu protektif dan mengambil keputusan tanpa memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dari pengalamannya.
Baca juga : Mindful Parenting Bentuk Anak yang Sukses dan Tangguh
Orangtua menjadi terlalu posesif terhadap anaknya karena merasa begitu disayangi. Orangtua tidak membiarkan anak mengeksplorasi kemandiriannya dan mengambil keputusan sendiri.
Orangtua dengan pola asuh helikopter cenderung mengambil keputusan untuk anaknya bahkan dalam situasi di mana anak seharusnya memiliki otonomi untuk mengambil keputusan sendiri.
Orangtua terlalu terlibat dalam kehidupan anak mereka. Sehingga orangtua tidak membiarkan anak menjelajahi kemandiriannya dan sering kali ikut campur untuk memecahkan masalah anak atau membuat keputusan.
Baca juga : Jangan Jauhkan Generasi Alfa dari Teknologi, Bekali dengan Literasi Digital
Pola asuh helikopter terjadi karena berbagai alasan.
Orangtua mungkin khawatir anaknya akan ditolak dalam segala hal. Terutama jika mereka merasa bisa berbuat lebih banyak dalam hal membantu. Selain itu, banyak akibat yang orangtua coba cegah, seperti ketidakbahagiaan, kesulitan, kurangnya jaminan hasil, dan lain sebagainya.
Kekhawatiran terhadap perekonomian, pasar kerja, dan dunia secara umum dapat menyebabkan orangtua mengambil kendali lebih besar atas kehidupan anak-anak mereka. Perasaan cemas menyebabkan orang tua menjadi mengontrol dan percaya bahwa mereka dapat mencegah anak mereka dari terluka atau kecewa.
Baca juga : Punya Waktu Berduaan Tetap Penting Lo Bagi Pasangan Suami Istri
Orang dewasa yang merasa ditinggalkan, tidak dicintai, atau diabaikan saat masih anak-anak mungkin akan memberikan kompensasi yang berlebihan kepada anak-anaknya. Perhatian dan pengawasan yang berlebihan mungkin berupaya memperbaiki kekurangan pendidikan orang tua dalam mendidik mereka.
Keterlibatan orangtua dalam kehidupan seorang anak bisa sangat bermanfaat, namun jika hal tersebut sesuai dengan perkembangannya.
Meskipun orangtua telah berupaya sebaik mungkin untuk membantu anak-anak mereka, orang tua dengan pola asuh helikopter dapat memberikan dampak negatif pada pertumbuhan kesejahteraan remaja. Oleh karena itu, agar anak bisa bertumbuh, mereka perlu mengalami kegagalan berkali-kali dan belajar dari pengalamannya.
Sayangnya, orangtua dengan pola asuh ini membatasi kemampuan anak untuk memanfaatkan peluang. Penelitian menunjukkan orang tua dengan pola asuh helikopter dapat menghambat perkembangan kognitif dan emosional anak.
Pola asuh helikopter tidak hanya memengaruhi kesehatan psikologis anak, tetapi juga perilaku sosialnya. Studi yang meneliti pengaruh tingginya tingkat keterlibatan orang tua terhadap perilaku psikososial menyimpulkan bahwa tingginya tingkat keterlibatan orang tua memengaruhi penyesuaian psikososial anak, terutama pada masa remaja. Hal ini tercermin dalam perilaku anak dan dikaitkan dengan masalah eksternalisasi.
Di satu sisi, peringatan ini bertentangan dengan semakin banyak literatur yang menunjukkan keterlibatan orangtua dapat mendorong perkembangan yang sehat.
Di lingkungan rumah di mana orangtua secara teratur terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka dan memberikan dukungan yang sesuai untuk perkembangan anak mereka, anak-anak cenderung berprestasi lebih baik secara akademis dan emosional serta memiliki hubungan yang lebih baik dengan teman sebayanya.
Secara khusus, tingginya tingkat dukungan ibu berhubungan dengan perilaku dan harapan remaja yang dapat diterima secara sosial. Selain itu, ketika disurvei, anak-anak yang orang tuanya menggunakan pola asuh helikopter memiliki sikap yang lebih positif terhadap mereka. Sehingga mereka menggambarkan diri mereka sebagai orang yang terlibat dan mendukung secara emosional, meskipun mereka merasa tidak diberi kebebasan yang cukup. (News Medical/Parents/Siloam hospital/Z-3)
Apabila orangtua tidak biasa mengenalkan variasi makanan kepada anak maka anak akan cenderung memilih mengonsumsi makanan tertentu.
Orangtua mestinya sejak dini membiasakan diri untuk memenuhi kebutuhan anak, secara fisik maupun emosi, dengan berkomunikasi di dalam pengasuhan.
Orangtua disarankan melarang anak usia di bawah satu tahun menatap layar gawai serta membatasi waktu layar anak usia satu sampai tiga tahun maksimal satu jam.
Dengan memberikan banyak pilihan aktivitas selama mengisi liburan akan membuat tamu semakin betah tinggal di Midtown Residence Jakarta.
Anak-anak lebih rentan terhadap hipotermia karena tubuh mereka yang lebih kecil kehilangan panas lebih cepat dibandingkan orang dewasa.
Usia remaja itu kan masa-masa ingin tahu yang tinggi. Kalau kita larang, mereka malah akan semakin penasaran dan mencari tahu sendiri.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi alkohol oleh ayah juga bisa berdampak pada kesehatan janin.
Selain 16.314 anak, 10.980 wanita, 885 petugas medis, 165 jurnalis, dan 79 personel pertahanan sipil juga tewas dalam serangan Israel.
"Kakak-kakaknya yang ngajar dan semuanya baik banget. Belajarnya juga enggak bikin bosen karena ada gimnya,"
Rumah Cita-cita ingin berkontribusi membantu anak-anak yang berada di sekitar Kampung Pemulung, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang menerima nutrisi dan stimulasi yang tepat selama 1000 HPK memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dan keterampilan sosial yang lebih baik.
Sebagai orangtua kita harus mempersiapkan anak yang bepergian sendiri dalam menghadapi berbagai situasi yang di luar kendali orangtua.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved