Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PSIKOLOG Dicky Sugianto dari HatiPlong menyoroti masalah serius yang sering diabaikan terkait kesehatan mental pria.
"Masalah kesehatan mental mempengaruhi jutaan pria, namun pria cenderung lebih jarang mencari perawatan dibandingkan wanita," kata dia.
Dampak tragis dari masalah ini adalah tingginya angka bunuh diri yang tidak tertangani. Menurut data WHO tahun 2016, terdapat 793 ribu kematian bunuh diri di seluruh dunia, dengan sebagian besar korban adalah pria. Di beberapa negara, angka ini jauh lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita, seperti di Australia dan Amerika Serikat.
Baca juga : Tega Lukai Ibu Kandung, Pelaku Dapat Bisikan Bunuh Diri
Di Indonesia, situasinya tidak jauh berbeda, menurut Kementerian Kesehatan, pada tahun 2016, angka kematian bunuh diri mencapai 3,4 per 100 ribu penduduk, dengan angka yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.
Menurut lyheath.com, ada beberapa alasan mengapa pria lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental dan bunuh diri:
Pria yang mengalami depresi mungkin menunjukkan gejala seperti agresi, mudah tersinggung, atau kurang minat pada pekerjaan atau hobi. Mereka juga cenderung mencari bantuan untuk gejala fisik seperti nyeri dan sakit daripada masalah emosional.
Baca juga : PPDS Lebih Merasa Burnout Dibanding Depresi
Pria mungkin menggunakan narkoba atau alkohol untuk mengatasi perasaan yang sulit mereka ungkapkan dengan cara lain, menyebabkan lebih banyak kunjungan ke unit gawat darurat dan kematian akibat overdosis pada pria dibandingkan wanita.
Pria dengan kecemasan sering tidak terdiagnosis karena gejalanya sering tidak terlihat. Mereka lebih sering mencari pertolongan untuk gejala fisik seperti tekanan darah tinggi, insomnia, dan sakit kepala daripada gejala emosional.
Laki-laki biasanya mengalami serangan lebih awal, fungsi sosial yang lebih rendah, dan tingkat penggunaan narkoba yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Baca juga : Kemenkes: Tim Khusus akan Tindak Lanjuti Skrining Kejiwaan Peserta PPDS
Gejala ADHD seperti kurang perhatian, impulsif, dan hiperaktif dapat membuat kehidupan sehari-hari lebih menantang. Pria dewasa dengan ADHD yang tidak terdiagnosis mungkin mengalami kesulitan mengidentifikasi akar masalahnya.
Sekitar 60% pria akan mengalami setidaknya satu peristiwa traumatis sepanjang hidup mereka, yang dapat memperburuk gejala kesehatan mental.
Stigma kesehatan mental pria* dipicu oleh norma gender, tabu sosial, dan gagasan kuno tentang maskulinitas. Stereotip yang menganggap pria seharusnya kuat, mandiri, dan tidak emosional sering kali membuat penyakit mental pada pria dianggap sebagai tanda kelemahan atau kurangnya ketahanan pribadi.
Baca juga : Tantangan Indonesia Emas 2045, Menciptakan Generasi Sehat Mental
Kurangnya kesadaran juga berperan, karena kesehatan mental pria terlihat berbeda dibandingkan gender lainnya, keluarga, teman, dan profesional kesehatan mungkin sulit mengetahui adanya masalah yang bisa diobati. Pria mungkin tidak menyadari bahwa mereka memerlukan bantuan karena gejalanya tidak terasa "seburuk itu" atau tidak percaya bahwa pengobatan bisa membantu.
Menangani kesehatan mental pria sangat penting karena dampak dari kondisi yang tidak diobati—seperti perilaku berisiko, gangguan penggunaan narkoba, kesulitan tidur, dan masalah hubungan—dapat memengaruhi kesehatan, kehidupan pribadi, dan kinerja di tempat kerja. Penyakit mental yang tidak diobati meningkatkan risiko bunuh diri, ketidakstabilan keuangan, tunawisma, dan penahanan. Menunda perawatan dapat memperburuk gejala dan meningkatkan angka kematian.
Biaya perawatan kesehatan yang meningkat juga dapat menyertai tekanan psikologis. Penyakit mental pada pria dapat memengaruhi kesehatan fisik, meningkatkan risiko penyakit jantung, kondisi kronis seperti diabetes dan penyakit paru-paru, dan bahkan memperpendek umur. Salah satu dampak paling buruk dari stigma kesehatan mental pada pria adalah isolasi sosial dan penolakan yang menyertainya.
Karena pria cenderung mengalami gejala kesehatan mental yang berbeda dari wanita, mereka mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah. Tanda-tandanya meliputi:
Kesehatan mental pria adalah isu penting yang sering diabaikan. Dengan mengatasi stigma, meningkatkan kesadaran, dan memberikan dukungan yang tepat, kita dapat membantu pria menjalani hidup yang lebih sehat dan produktif.
Penting bagi masyarakat, tempat kerja, dan keluarga untuk proaktif dalam mendukung kesehatan mental pria dan menghapus stigma yang menghalangi mereka untuk mencari bantuan. (Z-10)
Seperti, mendadak sakit pada perut bagian kiri bawah. Hal tersebut ternyata ada penyebabnya dan tanpa disadari sudah terjadi serta berada lama di dalam tubuh.
KESEHATAN mental pada kaum pria merupakan hal yang hingga saat ini jarang dibahas. Padahal, sama dengan perempuan, kaum pria juga berpotensi mengalami masalah kesehatan mental.
Dalam bidang kesehatan, pria memiliki angka harapan hidup yang lebih pendek dan berisiko memiliki masalah kesehatan lebih tinggi.
Pria yang berusia di atas 55 tahun tidak banyak minum di malam hari karena berisiko mengalami masalah prostat.
Perawatan kulit dasar (basic skincare) menjadi kunci dalam menjaga kesehatan kulit.
Prevalensi depresi tertinggi terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun dengan sebanyak 2 persen yang didominasi dari latar belakang ekonomi bawah.
Masalah kesehatan mental kini sudah mendunia. Diperkirakan satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki akan mengalami depresi berat dalam hidupnya.
Penelitian yang dilakukan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Jateng, banyak di antara siswa atau siswi jenjang SMA sederajat mengalami gejala gangguan mental.
PERMASALAHAN judi online tidak hanya terkait perspektif ekonomi. Masalah ini juga terkait perspektif kesehatan mental hingga problem sosial.
Mindfulness ternyata berhubungan dengan peningkatan regulasi emosi, perhatian, dan pengendalian diri.
Meskipun orangtua mungkin merasa telah memberikan dukungan yang memadai, sering kali terdapat kesenjangan antara persepsi mereka dan kenyataan yang dirasakan oleh anak-anak mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved