Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meyakini kualitas udara di Jakarta yang belakangan ini semakin memburuk dengan ditandai meningkatnya jumlah pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bisa dikendalikan dengan penanganan secara holistik atau secara menyeluruh dan berkesinambungan.
“Kalau semua pihak, baik pemerintah, swasta, terutama masyarakat secara sadar mau bergotong-royong menerapkan kebijakan menuju udara bersih secara berkesinambungan, maka pada saatnya, polusi udara di Ibukota bisa kendalikan,” kata Rahmad Handoyo dalam keterangan tertulis, Senin (28/8).
Handoyo menilai, Jakarta bisa mencontoh langkah-langkah drastis yang pernah dilakukan pemerintah Tiongkok saat negara Tirai Bambu tersebut dikepung polusi udara yang ekstrem.
Baca juga: Waspada Udara Kota Semarang Belum Baik
“Kita bisa belajar dari apa yang telah dilakukan pemerintahan Tiongkok. Mereka berhasil menangani polusi udara karena fokus mengubah sumber energi di tiga sektor, yakni industri, transportasi, dan perumahan. Nah, kalau Tiongkok bisa, tentunya kita juga bisa,” ucap politikus PDI-Perjuangan ini.
Handoyo menyatakan, pengendalian polusi harus dilakukan secara menyeluruh, serta ditandai dengan adanya kebijakan yang berkelanjutan.
"Ada kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang. Tentu mengatasi polusi udara seperti di Kota Jakarta yang padat kendaraan juga padat pabrik tidaklah mudah," jelasnya.
Baca juga: Pemprov DKI Bikin Satgas Penanganan Polusi Udara
"Suatu kebijakan jangka pendek, katakan misalnya seperti pembatasan jumlah kendaraan, tidak akan serta merta mengubah udara jadi bersih. Jadi kebijakan ini harus berlanjut dengan kebijakan jangka menengah dan panjang,” terang Handoyo.
Kurangi Buangan Emisi Kendaraan Cukup Signifikan
Meskipun demikian, dia berpendapat, kebijakan jangka pendek, yakni mengurangi buangan emisi kendaraan di Ibu kota cukup signifikan mengurangi kepekatan udara di Jakarta.
“Strategi yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, mengurangi kontribusi polusi udara yang di sebabkan oleh buangan emisi kendaraan saya kira cukup signifikan,’’ katanya.
Baca juga: Atasi Dampak Polusi Udara dengan 6M 1S, Apa Saja
Handoyo menambahkan, kebijakan jangka pendek, seperti mengurangi jumlah kendaraan harus dilanjutkan dengan kebijakan jangka menengah, sebut misalnya ajakan kepada ASN khususnya yang bekerja di Jakarta untuk work from home (WFH) secara bergantian.
"Para ASN yang bekerja di pemerintahan sebaiknya digilir agar WFH. Entah itu 50 persen atau berapapun persentasenya, itu bisa sedikit mengurangi beban polusi udara,” ujar Handoyo.
Akan tetapi, lanjutnya, upaya mengatasi polusi dengan pengurangan kendaraan serta WFH sebagian karyawan ditambah pula perusahaan swasta harus, sepertinya tetap belum mencukupi.
Baca juga: Kasus ISPA Tinggi, Menkes akan Rapat dengan RS
“Meskipun pihak swasta ikut berkolaborasi, bersama-sama mengurangi beban polusi udara di Jakarta dengan mengajak karyawannya WFH secara bergantian, tetap saja, upaya tersebut belum mencukupi,” tegas Handoyo.
Menurut Handoyo, diperlukan kebijakan jangka panjang seperti penggunaan energi ramah lingkungan. "Energi panas bumi, meski mahal tapi itu perlu dikalkulasi, perlu dihitung dengan cermat,” tukasnya.
Handoyo juga menyinggung perlunya batasan buangan emisi yang dikeluarkan pabrik-pabrik yang beroperasi di seputar Jabodetabek yang belakangan disebut-sebut salah satu biang kerok polusi.
Harus Ada Batasan Toleransi Emisi Pabrik
"Hal itu perlu ditertibkan. Harus ada batasan toleransi menyangkut emisi pabrik tersebut. Kalau melewati batas toleransi, ada denda. Jika ada denda, maka pada waktunya, mereka akan berpikir untuk menggunakan teknologi yg lebih ramah lingkungan. Ini kebijakan,” katanya.
Selain itu, tambah Handoyo, semangat menggunakan transportasi massal seperti Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, Mass Rapid Transit (MRT) ataupun LRT harus digelorakan.
“Ke depan, siapapun pemimpin, harus melanjutkan program transportasi massal. Pemanfaatan transpirtasi massal ini merupakan kebijakan jangka panjang untuk menciptakan langit yang bersih,” tutupnya. (RO/S-4)
Alangkah baiknya jika pengaturan pembelian BBM subsidi juga dilaksanakan segera sehingga volume BBM subsidi bisa berkurang dan masyarakat dari kalangan mampu akan membeli BBM nonsubsidi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang mengusulkan Revisi UU MD3
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan rokok secara eceran per batang.
DPR mengingatkan pemerintah agar menepati janji bonus kepada pemain dan pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-19 usai meraih juara pada Piala AFF U19 2024.
Pimpinan TNI semestinya menjadi garda terdepan dalam menekankan profesionalitas militer serta memberi demarkasi agar militer fokus dengan fungsi pertahanan.
Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di urutan ke-2 terburuk di dunia dengan angka 177 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
Kualitas udara Jakarta tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif pada Senin (22/7) pagi ini seperti dinyatakan dalam laman IQAir, Msyarakat disarankan mengenakan masker saat keluar rumah.
Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta saat ini setara 12,2 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kualitas udara di Jakarta pada Selasa (16/7) pagi masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif dan Jakarta menduduki peringkat keenam sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Kualitas udara di Jakarta pada Senin (15/7) pagi masuk kategori tidak sehat dan menduduki posisi kelima sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Kualitas udara di DKI Jakarta kembali menjadi salah satu yang terburuk di dunia atau masuk kategori tidak sehat setelah beberapa hari sebelumnya membaik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved