Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
ADA beberapa masalah yang ditemukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pandemi covid-19. Pertama, saat PJJ disamakan dengan belajar daring, terjadi kegagalan proses pembelajaran.
“Hasil survei siswa menunjukkan bahwa selama PJJ, baik guru maupun murid sama-sama memiliki keterbatasan kuota internet dan peralatan yang tidak memadai untuk daring. Mayoritas siswa menggunakan telepon genggam sebanyak 95,4%. Oleh karena itu, banyak siswa yang mengaku matanya sakit dan kelelahan karena berjam-jam menatap layar ponsel,” ungkap Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam pernyataan tertulis, Sabtu (2/5).
Baca juga: KPAI: Praktik Merdeka Belajar ala Nadiem Jauh dari Harapan
PJJ melalui daring tidak maksimal ketika mayoritas guru tidak terbiasa menerapkan pembelajaran daring dalam proses pembelajarannya sebelum pandemi covid-19. Hasil survei guru menunjukkan bahwa guru yang sudah terbiasa menggunakan pembelajaran daring (berbasis digital) terus-menerus di kelas hanya (8%). Bahkan masih ada guru yang sama sekali belum pernah melaksanakan pembelajaran daring sebelum masa krisis ini (9,6%).
“Temuan itu diperkuat dengan data survei di mana mayoritas guru dalam PJJ memahami penggunaan media teknologi digital dalam pembelajaran hanya sebatas menggunakan WA, LINE, IG, dan FB sebagai media pembelajaran (82,2%). Tentu ini tidak sepenuhnya keliru, tetapi tentunya metode ini adalah bentuk pemahaman yang sangat minimalis dalam konteks pengelolaan media pembelajaran berbasis digital/TIK,” jelasnya.
Data tersebut diperkuat dengan survei PJJ siswa, di mana 79,9% responden menyatakan bahwa PJJ berlangsung tanpa Interaksi antara guru dan siswa kecuali saat memberikan tugas dan menagih tugas saja, tanpa ada interaksi belajar, seperti tanya jawab langsung atau aktivitas guru menjelaskan materi.
Hanya 20,1% responden yang menyatakan ada terjadi interaksi antara siswa dengan guru selama PJJ, bentuk interaksi tersebut adalah sebanyak 87,2% responden menyatakan melalui chatting, 20,2% menggunakan aplikasi zoom meeting, sedangkan 7,6% lagi menggunakan aplikasi video call WhatsApp dan 5,2% responden menggunakan telepon untuk langsung vbicara dengan gurunya.
Kedua, selama pandemi covid-19, Merdeka Belajar tidak terjadi dalam proses pembelajaran karena guru masih mengejar ketercapaian kurikulum.
Baca juga: Camat Cilincing: Rusunawa Nagrak Tempat Isolasi Covid-19
“Ini sangat kontradiktif dengan semangat dan aturan dari Kemdikbud yang tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020 yang di dalamnya tertulis sekolah tidak harus mengejar ketuntasan pembelajaran. Sebab, ini akan menambah beban siswa dan guru,” tuturnya.
Di tengah bencana nasional covid-19 ini fleksibilitas dan kelonggaran kurikulum adalah kunci agar anak dan guru tetap merdeka dalam belajar.
Retno menilai, Merdeka Belajar tidak terjadi dalam pelaksanaan PJJ disebabkan oleh dua hal, pertama informasi SE Mendikbud tersebut tidak sampai atau tidak dipahami dengan baik oleh Dinas Pendidikan Daerah (Disdik, Pengawas) dan Sekolah (guru, kepala sekolah). Kedua, karena faktor psikologis guru yang tetap ingin bersikap ideal dalam menuntaskan kurikulum. Sebab akan ada rasa yang mengganjal jika pembelajaran tak tuntas. Ini mencerminkan juga guru tidak berpikir merdeka.
Ketiga, proses pembelajaran tidak mempertimbangkan keragaman dan kondisi perserta didik. Dalam survei guru terungkap bahwa 58% guru memberikan tugas dan pengumpulan tugas menggunakan aplikasi daring yang sama bagi setiap siswa. Poin ini sangat penting untuk menjadi perhatian, khususnya dalam perspektif hak anak dan pembelajaran yang ramah terhadap siswa.
“Berarti guru belum memberikan pelayanan sesuai kebutuhan anak. Masih diskriminatif terhadap anak di tengah keterbatasan sarana dan akses gawai/laptop/internet. Padahal, 42,2% responden siswa mengaku tidak memiliki kuota internet, sehingga sulit jika harus melakukan tatap muka dengan menggunakan aplikasi zoom misalnya, atau sekedar video call. Selain kuota, ternyata 15,6% responden tidak memiliki peralatan PJJ yang memadai seperti laptop atau handphone yang spesifikasi memadai untuk belajar daring,” ungkapnya.
Baca juga:Update Covid-19: Total Pasien Sehat 1.665, Meninggal 831 Orang
Hal ini kemudian menunjukkan bahwa metode pembelajaran justu semakin meminggirkan hak-hak anak yang tidak mampu secara sarana. Metode yang dipakai masih terjebak dengan pola penyeragaman, tanpa melihat kemampuan ekonomi siswa dan orang tua.
“Hanya 8,8 % guru yang memberikan tugas berbeda kepada siswa sesuai dengan akses yang dimiliki siswa baik dari sisi peralatan maupun jaringan (kelas ekonomi). Keberagaman kondisi siswa juga akan berimbas pada sistem penilaian kenaikan kelas selama PJJ, jika guru dan sekolah memaksakan ujian daring akan menjadi masalah besar ketika para siswa tidak memiliki peralatan, atau memiliki peralatan tetapi tidak memadai, dan tidak mampu membeli kuota internet,” tandasnya. (Aiw/A-3)
Kemendikbud-Ristek menegaskan bahwa program-program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk semester genap tahun akademik 2024/2025 tetap berjalan.
Terdapat tiga materi penting yang dibawakan oleh para narasumber dalam workshop ini. Selain juga dilakukan praktik secara langsung mengenai teknik mixing yang efektif.
Universitas harus memastikan bahwa pembelajaran daring memenuhi standar ketat untuk kredit akademik.
Kompetisi Pariwisata Indonesia berlangsung pada 15 s.d. 17 Mei 2024.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan bulan Mei sebagai Bulan Merdeka Belajar.
Hingga saat ini, sudah ada 26 episode Merdeka Belajar.
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mencatatkan jumlah kasus covid-19 secara global mengalami peningkatan 52% dari periode 20 November hingga 17 Desember 2023.
PJ Bupati Majalengka Dedi Supandi meminta masyarakat untuk mewaspadai penyebaran Covid-19. Pengetatan protokol kesehatan (prokes) menjadi keharusan.
PEMERINTAH Palu, Sulawesi Tengah, mengimbau warga tetap waspada dan selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan menyusul dua kasus positif covid-19 ditemukan di kota itu.
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan jenis virus covid-19 varian JN.1 sebagai VOI atau 'varian yang menarik'.
DINAS Kesehatan (Dinkes) Batam mengonfirmasi bahwa telah terdapat 9 kasus baru terpapar Covid-19 di kota tersebut,
KEMENTERIAN Kesehatan menyebut tidak ada potensi mutasi virus covid-19 pada libur Natal dan Tahun Baru 2024 nanti. Saat ini, yang terbaru masih berasal dari varian omikron, yaitu JN.1.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved