Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

DPR: Perbaiki Data dan Manajemen Baru Bicara Kenaikan Iuran JKN

Atikah Ishmah Winahyu
05/9/2019 18:13
DPR: Perbaiki Data dan Manajemen Baru Bicara Kenaikan Iuran JKN
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf(ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra)

KETUA komisi IX DPR RI Dede Yusuf memandang, kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bukan sesuatu yang sifatnya mutlak harus dilakukan saat ini. Menurut dia, hal yang paling penting dan harus diselesaikan sesegera mungkin adalah perbaikan data.

"Yang perlu dilakukan saat ini, misalnya yang paling sederhana saja dalam masalah soal pendataan, validasi pendataan, database. Saat ini kita juga mendengar kemarin Kementerian Sosial baru saja mengatakan ada perubahan 5 juta, lalu sekarang juga menurut laporan yang kemarin di dalam Rakergab (rapat kerja gabungan) masih ada 10 juta lebih yang harus dicleansing , karena nggak satu mix and match antara data PBI yang diusulkan sejak dulu dengan data yang ada di Dukcapil," ujar Dede dalam diskusi di ruang media DPR, Jakarta, Kamis (5/9).

Menurut dia, data yang ada saat ini masih berantakan, sehingga masih ada asumsi bahwa selama ini pemerintah membayar PBI namun tidak tepat sasaran.

Baca juga: Wapres: Kenaikan Iuran BPJS Lebih Kecil dari Rokok dan Pulsa

Selain itu, Dede menyoroti sistem Indonesia Case Base Groups (Ina-CBGs) yang dinilai terlalu terburu-buru diaplikasikan. Sehingga saat sistem sudah dilaksanakan, angka tersebut tidak disepakati oleh pihak dari fasilitas kesehatan seperti rumah sakit serta dokter dan menimbulkan penilaian bahwa pelayanan lebih rendah daripada yang seharusnya dilakukan.

"Salah satu contoh misalnya, kita berbicara demam dengan diare. Demam dengan diare itu mustinya pelayanan harus lima hari, ini dalam Ina-CBGs mungkin hanya tertulis tiga hari, artinya yang harus kita selesaikan dahulu," tuturnya.

Meski kenaikan premi merupakan sebuah keniscayaan, namun Dede menjelaskan, DPR tidak setuju adanya kenaikan pada kelas III karena banyak masyarakat yang menggunakan kelas III mandiri.

Di samping itu, Dede juga memandang, yang sebenarnya menjadi penyebab defisit anggaran JKN ada pada masalah collecting. Sehingga apabila iuran dinaikkan, dia khawatir peserta akan semakin tidak disiplin untuk membayar.

"Ada tadi pekerja bukan penerima upah antara sekitar 50 jutaan lebih, yang hanya bisa dikolekting 45% jadi permasalahannya bukan di premi, tapi di collecting, bukan soal besarannya," tambahnya.

Dede menekankan, DPR memasrahkan iuran peserta kelas I dan kelas II kepada pemerintah. Namun, pihaknya memberi ruang dan menanti perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah, baru dapat menaikkan iuran bagi peserta kelas III.

"Kita minta perbaiki dulu pendataan, manajemen temuan-temuan BPKP, baru setelah itu berbicara kenaikan, termasuk pelayanan," tandasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya