Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Masih Ada Peluang untuk tidak Menaikkan Iuran JKN

Indriyani Astuti
30/8/2019 03:40
Masih Ada Peluang untuk tidak Menaikkan Iuran JKN
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi,(MI/ARYA MANGGALA)

RENCANA pemerintah menaikkan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seharusnya menjadi skenario terakhir karena dapat membebani masyarakat. Namun, bila pemerintah benar-benar menaikkan iuran tersebut, harus diikuti dengan reformasi total pengelolaannya.

Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, untuk menutup defisit iuran JKN yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan/atau menaikkan cukai rokok. "Skema seperti itu tidak akan membebani masyarakat," ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, reformasi yang pertama bisa dilakukan ialah menghilangkan kelas layanan dan iuran yang berkeadilan. Artinya, warga yang mampu secara ekonomi harus membayar lebih tinggi.

Melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, kemarin, Tulus mengatakan daftar peserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan juga perlu diverifikasi ulang. "Agar lebih baik, transparan, dan akuntabel, nama penerima bantuan iuran harus bisa diakses publik," imbuhnya.

Berikutnya, manajemen BPJS Kesehatan juga harus membereskan tunggakan iuran dari peserta mandiri dan pekerja bukan penerima upah yang mencapai 54%.

Usul lainnya agar fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi mitra BPJS Kesehatan seperti puskesmas dan klinik juga diverifikasi, terutama soal ketersediaan dan jumlah dokter yang ada.

Adanya defisit BPJS Kesehatan yang tahun ini mencapai Rp32 triliun diakui juga mengganggu pada keterlambatan rumah sakit membayar pemesanan alat kesehatan.

Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Penasihat Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorim Indonesia (Gakeslab) DKI Jakarta dan Banten Surya Gunawan, kemarin.

Keterlambatan pembayaran, ungkap Surya, sudah mulai terjadi pada 2017. Perusahaannya sendiri belum mendapat pembayaran atas pengadaan alkes dengan nilai total pembelian sekitar Rp50 miliar oleh rumah sakit. Adapun untuk utang alat kesehatan dari anggota Gakeslab diperkirakan lebih besar lagi.

Waktu tunggu

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas menyebutkan pihaknya telah memperbaiki menajemen pelayanan. Misalnya, saat ini waktu tunggu untuk pelayanan proses administrasi program JKN-Kartu Indonesia Sehat dibuat semakin cepat dari sebelumnya.

"Kami melakukan perbaikan dengan metode lean six sigma. Hasilnya bisa memangkas waktu tunggu dan waktu pelayanan," kata Iqbal, kemarin.

Saat ini, ujarnya, seluruh kantor cabang BPJS Kesehatan mengha-dirkan loket pendaftaran melalui pelayanan cepat (fast track). Loket tersebut berfungsi untuk mendaftar peserta pekerja penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri, penambahan anggota keluarga PBPU dan bukan pekerja (BP), pendaftaran peserta pekerja penerima upah (PPU) kolektif, pendaftaran PPU individu, dan pendaftaran pekerja sebagai PBPU/peserta mandiri yang belum didaftarkan badan usaha. (Ant/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya