Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SUTRADARA Kamila Andini mengungkapkan dirinya ingin menampilkan karakter Nana dalam film barunya sebagai sosok perempuan biasa yang menghadapi konflik domestik di tengah dinamika perubahan zaman.
"Saya waktu itu bilang sama teh Jais bahwa saya ingin melihat Nana sebagai seorang perempuan saja. Ya, perempuan, seperti kita melihat nenek, ibu, dan sahabat kita, yang pernah melakukan sesuatu yang benar dan salah, tapi kita sayang sama dia apa adanya," kata Kamila saat jumpa pers di Jakarta, dikutip Kamis (27/1).
Bagi Kamila, film biografis tidak selamanya harus menyoroti sisi-sisi kepahlawanan pada tokoh besar yang kerap diagung-agungkan. Ia juga menilai, saat ini, film periode yang ditampilkan melalui kacamata personal jumlahnya masih sedikit. Padahal, lanjutnya, film seperti itu dapat berelasi lebih akrab dengan pengalaman penonton.
Baca juga: Happy Salma Sebut Sisi Kemanusiaan Jadi Daya Tarik Film Nana
"Buat saya, film bukan itu tujuannya. Bukan sedang membesar-besarkan soal orang, tapi kita sedang berefleksi. Kita melihat dia sebagai manusia," ujarnya.
Film Nana atau Before, Now & Then merupakan karya terbaru Kamila yang akan ditayangkan secara perdana dalam gelaran Festival Film Berlin pada Februari.
Cerita dalam film ini terinspirasi dari satu bab novel Jais Darga Namaku, yang ditulis Ahda Imran.
Film tersebut mengikuti kisah hidup seorang perempuan di era 1960-an bernama Raden Nana Sunani (diperankan oleh Happy Salma).
Karakter Nana diceritakan melarikan diri dari gerombolan yang ingin menjadikannya istri serta membuatnya kehilangan ayah dan anak. Kemudian ia menjalani hidup baru bersama seorang menak Sunda hingga bersahabat dengan salah satu perempuan simpanan suaminya.
Walau sebelumnya pernah menggarap film pendek Pulang atau Back Home dengan latar lampau, Kamila mengakui Nana menjadi penanda film panjang periode pertama yang ia buat.
Ia mengatakan film Nana sebetulnya menampilkan konteks sejarah dengan porsi yang kecil. Meski begitu, menurutnya, film ini mengajak penonton untuk merefleksikan dan mempertanyakan kembali posisi perempuan yang hidup di tengah perubahan sejarah atau zaman.
"Saya tidak sedang membuat mesin waktu atau mereplika zaman itu dalam sebuah film. Sebetulnya, saya sedang membangun jembatan bagaimana pemikiran saya sebagai perempuan yang hidup di masa saat ini melihat atau berefleksi kepada zaman itu," terang Kamila.
Melalui kacamata karakter Nana, lanjut Kamila, penonton dapat merasakan pergerakan dan perubahan zaman yang terjadi secara cepat di Indonesia, mulai dari masa awal pascakemerdekaan, peristiwa DI/TII, hingga masa pergantian presiden pada masa tersebut.
"Ada banyak sekali perubahan, bagaimana perempuan itu juga harus terus beradaptasi dengan perubahan ini di wilayah domestik sekalipun. Buat saya, ini sangat menarik meskipun dilihat dari kacamata yang sangat intim di dalam rumah tangga dan pernikahan di wilayah domestik," pungkasnya. (Ant/OL-1)
Film Nana (Before, Now & Then) itu mendapat 11 nominasi dalam FFI kali ini.
Riset budaya Sunda dan penciptaan warna antarkan Vida pada Piala Citra keduanya.
Malam Anugerah Piala Citra akan dihelat pada 22 November 2022 mendatang.
Nana melakukan debut pada November 2009 dengan Raina sebagai generasi ketiga After School, sebuah grup idola di bawah naungan Pledis Entertainment.
Nana juga mengunggah beberapa foto dirinya memperlihatkan tato dari bahu hingga pergelangan kakinya.
Sutradara Kamila Andini kembali membicarakan kebebasan perempuan dalam sosok Nana, penyintas kerusuhan dekade 1960-an yang berupaya mencari pintu keluar dari ketertekanannya.
Hanung Bramantyo menjelaskan tema cerita dari film Gowok Kamasutra Jawa mengambil referensi dari salah satu naskah dalam kesusastraan Jawa berjudul Serat Centhini.
Jose Purnomo adalah seorang sutradara yang sudah menghasilkan film-film hits seperti Jailangkung, Pulau Hantu, Rumah Kentang, Alas Pati, dan masih banyak lagi.
Sakaratul Maut mengisahkan kehidupan Pak Wiryo dan Bu Wiryo, pasangan suami istri terhormat di Desa Umbul Krida.
Iwan juga mengatakan sewaktu syuting di Hipodrom Konstantinopel, mereka didatangi pihak keamanan lalu dicecar dengan berbagai pertanyaan terkait tujuan mereka.
Menghadirkan pocong di dalam film Possession: Kerasukan, dalam sesi tanya jawab banyak sekali pertanyaan dari para penonton mengenai hantu khas Indonesia itu.
Serial ini akan tayang serentak di sekitar 190 negara. Selain sutradara, dalam serial ini skenario juga bukan saja ditulis oleh Joko, melainkan dengan beberapa tim penulis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved