Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MENTERI Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa industri farmasi Tanah Air sulit berkembang karena terbelenggu regulasi.
Indonesia sedianya sudah mampu memproduksi obat dengan bahan baku alami yang berasal dari negeri sendiri atau biasa disebut Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).
Sayangnya, upaya tersebut tidak didukung regulasi yang baik dari sisi Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Melalui Permenkes Nomor 54 Tahun 2018, Kemenkes tidak mencantumkan OMAI ke dalam formularium nasional. Itu membuat OMAI tidak bisa menjadi obat rujukan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Untuk masuk ke daftar JKN itu sangat sulit. Sekarang JKN hanya menggunakan obat kimia. Jadi saya rasa harus ada keberpihakan dari Kemenkes bahwa kita harus memprioritaskan obat-obat yang basisnya dari negara kita sendiri," ujar Bambang dalam sebuah diskusi daring, Jumat (6/11).
Bagaimanapun, menurutnya, ketersediaan pasar adalah faktor penting bagi tumbuhnya industri farmasi.
Jika pasar ditutup atau dibatasi, otomatis tidak akan ada pelaku usaha yang tertarik untuk mengembangakan industri tersebut di Tanah Air.
"Kita punya modal bahan baku alami yang sangat besar dan itu harus menjadi sesuatu yang bermanfaat, jangan jadi sekedar catatan saja. Kalau OMAI sudah masuk JKN pasti akan berkembang sendiri karena pasarnya sudah ada," lanjut dia.
Mengembangkan OMAI memang menjadi opsi paling realistis dalam membangun industri farmasi.
Bambang melihat Indonesia sudah begitu tertinggal untuk mulai membangun industri obat berbasis bahan baku kimia.
Sebagaimana diketahui, saat ini, 94% bahan baku obat kimia masih harus didatangkan dari luar negeri yang artinya sangat menguras devisa negara.
"Kita punya petrokimia tapi kita tidak punya industri turunannya yang merupakan bahan baku obat kimia. Kalau kita mau mandiri di obat kimia ya harus investasi dan itu perlu waktu yang cukup lama. Kalau sudah jadi pun kita belum akan langsung bisa menutup impor sebanyak itu. Jadi sudah saatnya kita fokus pada yang herbal karena kita punya sumber yang melimpah di darat dan laut," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian juga mengeluhkan hal serupa.
Kemenperin mengaku kesulitan untuk mendorong pelaku usaha mengembangkan industri obat berbahan baku alami.
"Riset dan produksi OMAI itu mahal sekali. Kalau nanti produk sudah jadi tetapi pasarnya tidak ada, bagaimana? Kalau saja Kemenkes memasukkan OMAI ke formulasi nasional, swasta pasti akan tertarik," tuturnya.
Adapun, Direktur Pelayanan Kefarmasian Dirjen Farmalkes Kemenkes Dita Novianti Sugandi berdalih pihaknya tidak memasukkan OMAI ke formularium nasional lantaran tidak ada rumah sakit atau asosiasi dokter yang mengusulkan obat jenis tersebut.
"Untuk masuk ke formularium nasional ada mekanismenya. Itu diawali penyampaian usulan dari rumah sakit, organisasi profesi, dinas kesehatan. Usulan itu harus dilengkapi data pendukung untuk kemudian kami proses. Jadi tidak ada niat kami untuk menghalangi OMAI masuk ke formularium nasional," terang Dita.
Isu terkait industri farmasi mencuat ke permukaan setelah Presiden Joko Widodo mendesak jajaran menterinya mereformasi industri farmasi secara besar-besaran.
Presiden ingin kemandirian dalam industri obat-obatan dan alat kesehatan menjadi prioritas bersama.
Kekayaan keragaman hayati di Tanah Air harus dijadikan modal dasar untuk membangkitkan industri obat dalam negeri. (OL-8)
Obat generik memiliki kualitas produk yang setara obat paten. Produksinya mengikuti standar internasional, Good Manufacturing Practises (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
PENGURUS Harian YLKI Agus Sujatno mengatakan upaya komunikasi terkait harga obat di pasaran oleh pemerintah kepada produsen alat kesehatan dan industri farmasi harus diapresiasi
Dosen Pascasarjana Teknik Biomedis Universitas Indonesia Ahyahudin Sodri melihat industri farmasi dan alat Kesehatan Tanah Air masih menghadapi banyak kendala.
Presiden Jokowi Instruksikan Menkes Budi Gunadi Sadikin untuk mencari formulasi yang tepat agar harga alat-alat kesehatan dan obat-obatan bisa lebih murah
Pendapatan Indofarma sebesar Rp524 miliar pada 2023 tercatat turun sebesar 54,2% pendapatan 2022 yang mana pada waktu itu berada di angka Rp1,1 triliun.
Pada sektor farmasi, saat ini bahan baku obat-obatan sebanyak 90% masih diimpor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved