Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
TANDA resesi ekonomi Indonesia telah terlihat sejak triwulan I 2020. Indikasinya, pertumbuhan ekonomi nasional kala itu sudah melambat di angka 2,97% dan kian dalam di triwulan II di angka -5,32%.
“Data triwulan I sudah melambat di bawah 5%, apalagi triwulan II, nah triwulann III nanti kita expect di -2,9% sampai -1%. Sudah resesi. Dari triwulan I hingga III sudah terjadi perlambatan ekonomi,” tutur Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu dalam taklimat media dengan topik Kupas Tuntas Ekonomi APBN secara virtual, Jumat (25/9).
Kendati demikian, pemerintah tetap mengharapkan ada perbaikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2020. Perbaikan itu juga untuk menguatkan kinerja perekonomian di 2021 dapat berjalan sesuai dengan apa yang disusun melalui RAPBN 2021.
Dalam RAPBN 2021, pemerintah mengekspektasikan pertumbuhan ekonomi nasional berada dalam rentang 4,5% hingga 5,5%. Itu didasari adanya pemulihan ekonomi secara bertahap sejak triwulan I 2021 dengan titik dasarnya pertumbuhan eknonomi di 2020.
“Harapannya, triwulan IV akan membaik. Ini fokus ke depan. Kalau resesi sudah sepanjang tahun ini. Triwulan IV harapannya membaik lagi, meskipun overall 2020 kita di teritori negatif. Kita resesi,” jelas Febrio.
Di kesempatan yang sama, Kepala Ekonom Danareksa Moekti Prasetiani Soejachmoen menuturkan, resesi ekonomi memengaruhi psikologis masyarakat sebagai aktor utama dalam sistem perekonomian. Kekhawatiran jangka pendek menimbulkan keraguan untuk melakukan aktivitas yang mengakibatkan tersendatnya pergerakkan ekonomi.
Baca juga : Indonesia Perlu Fokus Pada Upaya Pemulihan Ekonomi
“Kalau masyarakat melihat ini resesi, maka mereka akan mengurangi konsumsinya. Karena ada kekhwatiran jangka pendek. Padahal dengan mengurangi konsumsi, itu akan memperparah resesi itu sendiri, karena tidak ada kegiatan ekonomi di masyarakat,” terangnya.
Oleh karenanya, dorongan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat menjadi kunci penting mengatasi resesi. Apalagi di Indonesia yang konsumsi rumah tangganya berkontribusi besar pada perekonomian nasional, hingga 56% terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menigkatnya konsumsi rumah tangga, kata Moekti, akan berdampak pada sektor ekonomi lain dan turut menghidupkan geliat ekonomi. Bila ada permintaan dari masayarakat, maka produksi dari industri akan meningkat dan produksi yang meningkat akan berbuah pada peningkatan investasi.
Namun karena resesi kali ini disebabkan oleh pandemi dan melahirkan ketidakpastian, pandangan masyarakat untuk melakukan konsumsi juga menjadi tantangan yang dihadapi di sektor perekonomian. “Mereka yang berpendapatan rendah ingin konsumsi tapi tidak punya uang, sedangkan masyarakat menengah atas, mereka punya uang tapi menahan konsumsi,” ujar Moekti.
Oleh karenanya, ia mendorong agar masyarakat turut berkontribusi menghadapi tantangan dari dampak pandemi dengan membelanjakan uangnya dengan terukur. Sebab, sebesar apa pun gelontoran stimulus yang diberikan pemerintah takkan berdampak bila masyarakat masih menahan konsumsinya.
“Kita perlu tetap belanja walaupun belanja itu jangan jor-joran, tapi tetap bijaksana dan sesuai dengan kebutuhan kita. Itu juga perlu diprioritaskan pada UMKM dan produk dalam negeri, karena UMKM punya hubungan supplier di dalam negeri, dengan membeli dari UMKM berarti kita mndukung backward linkage UMKM itu. Jadi mengapa menjadi prioritas? Tentu untuk mempercepat pergerakkan ekonomi dan mendorong Indonesia keluar dari resesi,” pungkas dia. (OL-2)
Presiden Joko Widodo menyambut baik rilis Badan Psuat Statistik terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama 2024. Menurutnya, angka 5,11% adalah hasil yang baik.
PRESIDEN Joko Widodo menegaskan pentingnya sinkronisasi dan koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan program-program pembangunan.
Optimisme juga didasari dari Bank Indonesia yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 akan meningkat dalam kisaran 4,7%-5,5%.
Data resmi bulanan pada Rabu (13/3) menunjukkan produk domestik bruto tumbuh 0,2% menyusul penurunan tipis 0,1% pada bulan Desember
Inflasi Jepang melambat kurang dari yang diharapkan menjadi dua persen pada Januari. Ini mencapai target bank sentral.
EKONOM Poltak Hotradero mengatakan hampir setengah dari keranjang belanja masyarakat Indonesia adalah makanan dan bahan pangan. Jadi kalau harga bahan pangan naik, mengurangi daya beli
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved