Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Tak Hanya Tolak RUU HIP, MUI juga Soroti Omnibus Law Ciptaker

Rifaldi Putra Irianto
19/6/2020 16:05
Tak Hanya Tolak RUU HIP, MUI juga Soroti Omnibus Law Ciptaker
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga(Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas)

MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) menilai, disamping Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ada omnibus law RUU Cipta Kerja yang juga perlu diwaspadai.

"Kalau dalam RUU HIP yang kita takuti adalah lahir dan berkembangnya kembali paham sekulerisme dan atheisme yang jelas-jelas tidak sesuai dengan jati diri bangsa kita karena bertentangan dengan falsafah bangsa kita Pancasila dan UUD 1945. Dalam omnibus law yang kita khawatirkan juga tidak kalah hebatnya," ucap Sekretaris Jendral MUI Anwar Abbas, dalam keterangannya, Jakarta, Jumat, (19/6).

Ia menyebutkan, dalam omnibus law RUU Cipta Kerja yang patut diwaspadai ialah sistem ekonomi liberalisme dan kapitalisme yang nampak terlihat dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja.

"Dari draf yang ada, terlihat kecendrungan untuk menggeser semangat dan praktek pengelolaan ekonomi di negeri ini yang semula berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan mengedepankan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, kepada sistem ekonomi liberalisme kapitalisme yang sangat  mengedepankan kebebasan pasar," jelasnya.

Baca juga: Masjid Nursiah Daud Paloh Gelar Salat Jumat 2 Gelombang

Sehingga ia khawatir, jika nantinya omnibus law RUU Cipta Kerja disahkan, RUU tersebut akan mengedepankan kebebasan pasar, dan ekonomi Indonesia hanya akan berputar dan dikuasai oleh segelintir orang yang kaya.

"Sesuai dengan hukum alamnya yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan tersebut tentu adalah yang paling kuat dan yang paling prima, dan itu adalah para pemilik modal dan atau para pemilik kapital. Terutama para pemilik modal besar," tuturnya.

"Sehingga ekonomi di negeri ini nantinya hanya akan berputar dan dikuasai oleh  segelintir orang yang kaya dan superkaya saja, sementara rakyat banyak tentu hanya akan menjadi manusia-manusia yang tidak berdaya yang hidupnya sangat tergantung kepada belas kasihan dari mereka-merka yang kaya dan superkaya tersebut," imbuhya.

Selain berdampak pada sektor ekonomi, MUI juga menilai RUU tersebut kan berdampak pada kerusakan bidang lainnya seperti politik.

Sebab, untuk bisa membela dan melindungi kepentingannya dengan kekuatan ekonomi dan keuangannya tentu akan bisa membiayai dan membeli para politisi dan para pemimpin.

"Tentu yang akan terjadi adalah banyaknya terjadi tindak kezhaliman dan ketidak adilan, karena hidup dan kehidupan ini hanya akan diwarnai dan dikendalikan oleh hawa nafsu mereka yang lebih mengedepankan kerakusan dan  ketamakan," tuturnya.

Atas dasar alasan-alasan itu, MUI berpandangan bahwa omnibus law tidak boleh ditetapkan sebagai undang-undang. Karena menurutnya Kemajuan ekonomi tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

"Omnibuslaw tidak boleh lolos menjadi UU tanpa disesuaikan terlebih dahulu dengan jiwa dan semangat dari Pancasila dan UUD 1945. Go to hell buat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi kalau itu hanya akan dinikmati oleh segelintir orang saja, sementara rakyat di negeri ini hanya akan  mendapat ampas-ampasnya saja," tukasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya