Sssst, ini Bioskop Harewos!

Ni Putu Trisnanda
26/3/2017 07:32
Sssst, ini Bioskop Harewos!
(Grafis/Duta)

MARI nonton bareng bersama kawan-kawan tunanetra, berbagi cerita, bersukaria, dan tentunya membangun empati.

Bioskop! Apa yang terbayang saat mendengar kata tersebut? Seru, tetapi gelap dan sunyi. Nah, bagaimana jadinya jika suasana di dalam bioskop justru riuh dengan canda tawa?

Itulah yang terjadi di Bioskop Harewos. Kegiatan yang diinisiasi Dita Widya Putri, 25, dan Robby Prasetyo,29, ini menjadi wahana bagi kawan-kawan tunanetra untuk menikmati film film karya anak bangsa yang diputar dilayar lebar. Harewos dalam bahasa Sunda bermakna bisikan.

"Minat sahabat netra terhadap film itu cukup tinggi, sayangnya karena keterbatasan penglihatan karena low vision atau bahkan tidak bisa melihat sama sekali, mereka tak bisa memahami situasi di layar," ujar Robby saat ditemui di NuArt Sculpture Park, Setra Duta, Bandung, pada Minggu (19/3).

Perjalanan Bioskop Harewos
Tercatat 30 Maret 2015 Bioskop Harewos pertama kali diperkenalkan kepada publik. Tepatnya pada acara Seribu Wajah Bandung yang diselenggrakan Bandung Film Council di Taman Film, Bandung.

Bersama dengan 50 tunanetra dan relawan bersama-sama mereka menyaksikan film Laskar Pelangi karya Riri Riza. Kegiatan tersebut bahkan dihadiri Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil.

"Kami bekerja sama dengan Syamsiduha Foundation, yang berlokasi di Dago dan berfokus pada pemberdayaan kawan-kawan tunanetra, low vision, dan lupus. Selain itu, juga bekerja sama dengan Yayasan Tunanetra Wiyata Guna untuk mengumpulkan sahabat netra. Hasilnya sangat positif," tambah Robby kepada Muda.

Sayangnya, kegiatan yang mendapatkan respons positif itu terhenti selama satu tahun. Padahal, NuArt Sculputre Park di Setra Duta, Bandung, milik seniman asal Bali Nyoman Nuarta, menunjukkan ketertarikannya, meminta kegiatan tersebut rutin diselenggarakan di galeri seni itu.

Akhirnya, pada Juni 2016, Dita dan Robby memutuskan untuk memisahkan diri dari Bandung Film Council dan membuat Bioskop Harewos menjadi wahana rutin bagi sahabat netra. Mereka berkumpul, berinteraksi, dan berkarya bersama para relawan dari berbagai kalangan masyarakat.

Helmi, 36, relawan yang juga pegawai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jakarta salah satunya. Tak cukup dengan pengalaman yang didapatkan dari kegiatan serupa di Bioskop Bisik Jakarta, ia pun ikut memeriahkan Harewos.

"Soalnya di Bioskop Harewos kegiatannya lebih beragam dan waktunya lebih banyak sehingga baik sahabat netra dan juga relawan bisa lebih dekat," jelas Helmi seusai menemani sahabat netra pada pemutaran film di Bioskop Harewos.

Nont Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)on dan aktivitas bersama Harewos dalam format baru itu diluncurkan pada 24 September 2016 dengan memutarkan film Ngenes besutan Ernest Prakasa dari Starvision. Mulanya kegiatan tersebut hanya diisi kegiatan nonton bersama.

Dita dan Robby akhirya berniat untuk mengembangkan kegiatan Bioskop Harewos dengan menjadikan interaksi sebagai kegiatan utamanya sehingga selain menonton, mereka juga bisa menggali bakat mereka dengan memberikan tema pada setiap kegiatannya.

"Kami coba bervariasi supaya sahabat netra tidak bosan. Misalnya pada Harewos kedua, kami berkolaborasi dengan komunitas Indo Lecture yang fokus di bidang musik. Jadi, mereka, sahabat netra, bisa belajar bermain angklung. Lalu yang sekarang kami kasih tema olahraga,"jelas Robby.

Pada Harewos ketiga yang jatuh pada Minggu, (19/3) Dita dan Robby tidak lagi sendiri, kini sudah ada delapan programmer yang membantu jalannya Harewos. Dengan tema olahraga, meditasi terpilih menjadi pembuka acara agar tidak memakan waktu terlalu lama dan bisa mendekatkan kedua belah pihak sebelum akhirnya menjadi visual reader atau pembaca kisah film.

Melihat dari cerita
Elda, 17, anggota Yayasan Wiyata Guna yang kehilangan penglihatan karena glukoma dan katarak saat berusia 9 tahun merupakan salah satu penikmat Bioskop Harewos. Menurutnya, pengalaman menonton film di bioskop ialah kegiatan favorit yang bisa dibilang langka.

Meski beberapa kali ia pernah nonton film di bioskop bersama kawannya tetapi ia tidak bisa sepenuhnya memahami isi dan suasana dari film yang diputar. Selain tidak bisa berisik, kadang kala kawan yang menemaninya justru terlalu asik menonton filmnya jadi ia pun ragu untuk bertanya. Harewos merupakan jalan keluar yang ia dapatkan untuk menangani permasalahannya itu.

"Visual readeri saya sangat baik menjelaskan jadi pada saat tidak ada dialog saya bisa lebih memahami dan menghayati karena mengetahui makna tiap scene-nya," ujar Elda pada Muda pada Minggu (19/3) di NuArt Sculpture Park, Bandung.

Sistem yang digunakan para relawan untuk menjelaskan film yang diputar pun beragam. Ada yang menjelaskan setiap bagia tanpa dialog, ada yang berdiskusi, ada pula yang mengobrol di luar topik film. Sementara Ria, 35, sudah mengikuti Harewos untuk ketiga kalinya. Meski sebenarnya ia tidak begitu menyukai film, tetapi menurutnya Harewos bisa memenuhi hasratnya untuk berkomunikasi dan mencari hiburan.

"Aku ketagihan, habisnya aku dapat banyak teman lalu volunternya baik, jadi aku selalu dapat pengalaman baru," jelas Ria. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya