WARNA-WARNI cerah mendominasi koleksi perdana EJS dari Elvara Jandini Subyakto. Diperagakan pada Kamis (3/12) di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, warna kuning, oranye, dan ungu berpadu di atas dress moulage sebetis.
Di tampilan lainnya, rok lebar bernuansa hijau muda dengan pinggiran hijau gelap dipadukan dengan atasan bersemburat kuning, hijau, dan merah.
Nuansa cerah itu memang sesuai dengan tema koleksi yang diangkat istri sutradara Jay Subyakto tersebut, yakni mangkasara, sebuah kata dalam bahasa Bugis-Makassar yang berarti 'memiliki sifat terang'.
Bukan tanpa maksud Elvara menggunakan bahasa tersebut. Keindahan bumi Sulawesi Selatan menjadi dasar inspirasinya.
"Kebudayaan Sulawesi Selatan (Sulsel) menginspirasi saya untuk menciptakan koleksi Mangkasara. Lautnya yang biru, rumah-rumah Toraja bercat oranye dan merah-hitam, motif, corak, dan warna kain tenun Bugis dan Makassar yang terang, tegas, dan indah membuat saya ingin mengolahnya menjadi sesuatu yang bisa dinikmati perempuan modern," tutur perempuan yang terkenal sebagai model di akhir era 80-an itu.
Beberapa motif yang tampak diangkat Elvara ialah corak balo lobang (kotak-kotak), corak bombang (zig-zag) yang menggambarkan lautan, corak bulu-bulu yang melambangkan perbukitan, dan motif cobo (segitiga).
Tidak hanya menerjemahkan alam dan motif tradisi, Elvara juga mengadopsi gaya busana baju bodo. Meski begitu, tampilannya menjadi lebih edgy karena penerapan teknik moulage tadi.
Elvara mengatakan penggunaan teknik itu juga merupakan cara agar membuat baju Bodo lebih bisa dipakai segala kalangan dan kesempatan. Teknik yang langsung membentuk kain di manekin itu memang bukan hal asing bagi Elvara. Perempuan yang menimba ilmu bisnis fesyen di Inggris tersebut juga kerap menggunakan teknik moulage pada koleksi lini Label Tiga. Lini yang diluncurkan pada 2011 itu ia gawangi bersama dua saudaranya, Elvira dan Elvina.
Selain setia dengan moulage, Elvara nyatanya setia mengangkat seni ikat celup (tie-dye). Dengan perpaduan tersebut, motif-motif khas Sulawesi Selatan itu pun seperti memiliki wajah baru yang segar. Untuk menghasilkan kain-kain indah itu, Elvara didukung Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sulsel.
Elvara berharap koleksinya kali ini akan semakin menambah kecintaan penyuka fesyen terhadap budaya Tanah Air. "Misi saya ialah menularkan rasa cinta pada Tanah Air kepada perempuan Indonesia, memperkenalkan warisan budaya kepada pecinta mode dan membuktikan bahwa kain yang berasal dari Indonesia bisa terlihat stylish."
Dari kesedihan Jika Elvara menampilkan warna cerah, Mel Ahyar sebaliknya. Pada peragaan tren Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) yang berlangsung Rabu (2/12), koleksi Mel didominasi warna nude dan putih.
Namun, dalam busana berwujud gaun-gaun malam itu dimunculkan pula semburat warna dari lukisan-lukisan yang ditempatkan di sebagian busana atau dengan teknik berbayang.
Salah satunya lukisan sosok perempuan berambut panjang yang dikelilingi bunga. Lukisan itu merupakan karya ilustrator Oktantri Anggit.
Lukisan itu merupakan interpretasi dari puisi Sajak Putih dari Chairil Anwar. Mel juga berkolaborasi dengan lima ilustrator lain untuk menerjemahkan 11 karya puisi cinta dari pujangga Indonesia lainnya.
Mel mengungkapkan pilihannya menerjemahkan puisi-puisi cinta karena melihat berbagai kekerasan dan kekacauan yang terjadi di muka bumi, termasuk aksi terorisme dan kekisruhan politik. Maka ia ingin mengajak masyarakat beralih dari kekacauan itu dengan kembali mengingat kekuatan cinta.
Sementara itu, desainer IPMI lainnya, Danny Satriadi, mendapat semangat dari rasa cinta yang besar terhadap ayah. Danny membalik kesedihan yang dialaminya sepeninggal sang ayah dengan tekad berkarya lebih baik.
Ia pun menuangkan perasaannya lewat koleksi bergaya muda dengan dominasi nuansa hitam, biru, dan kuning.
Busana-busananya memiliki paduan karakter androgini, sporty, dan seksi. Salah satu yang menarik ialah paduan jaket gantung dengan celana pensil berpeplum lebar. (*/M-3)