Suara Batin Alsa

MI/DZULFIKRI PUTRA MALAWI
06/12/2015 00:00
Suara Batin Alsa
(DOK. PRIBADI)
MULAI ngeband sejak usia delapan tahun, Jeane Phialsa yang selalu duduk di belakang perangkat set drumnya ternyata menyimpan ambisi pribadi. Selama ini, keinginan itu tidak terpenuhi dan dia pun bosan selalu diarahkan oleh music director dalam setiap kesempatan manggung. Karena itu, di penghujung November lalu, drumer perempuan berusia 22 tahun ini pun mengeluarkan album.

Keputusan perempuan yang akrab disapa Alsa ini terbilang nekat. Apalagi, di Indonesia, biasanya album hanya dilahirkan dari grup musik dan para musikus bernada saja seperti gitaris dan pianis. Alsa bahkan mengklaim belum pernah ada drumer perempuan di Indonesia yang berani membuat album.

Debut album ini tidak seperti album sebuah instrumen musik saja yang menunjukkan permainan solo. Namun, lebih jauh dari itu. Alsa mampu membuat komposisi secara komprehensif, mulai ritmis hingga nada-nada yang harmonis. "Album saya bukan seperti album drumer karena saya suka chord dan harmonisiasi yang manis dan indah," ungkapnya dalam sebuah wawancara bersama Media Indonesia, belum lama ini. Rupanya ia memang lebih suka mendengarkan gitaris Pet Metheny, komposer, dan pianis Dave Grusin, dan Indra Lesmana ketimbang para drumer.

Di album ini, Alsa juga tidak bekerja sendiri. "Tema lagu dan ide memang dari aku tapi ada Alvin Lubis menjadi produser juga, dia yang lebih ke harmoni. Saya kenal dari SMP saat Erwin Gutawa Orchestra, dia band leader-nya, sering kerja bareng," lanjutnya.

Baru tahun lalu ia memberanikan untuk merealisasikan ide membuat album saat band yang dinaungi bersama Fusion Stuff masuk nominasi AMI Award sebagai album jazz terbaik.

Lantas album yang mengedepankan lagu bertajuk Run Over the Line. Lagu indah tak bervokal ini mengalir dalam irama fusion yang harmonis. Ia berkolaborasi dengan pemain bas kondang Indro Hadjodikoro. Selain itu, ada sederet musikus lainnya yang turut membantu, seperti Toh Pati (gitar), Kadek Rihardika (gitar), Adenanda Revano (bas), Karty Rosen (gitar), dan Adhitya Pratama (bas).

Alsa merasa beruntung teman-temannya turut membantu dalam produksi yang singkat. Sebanyak enam lagu instrumen dan sebuah lagu bervokal yang dinyanyikan vokalis band Traya, Aiyu, berjudul Coba Dengarkan terbungkus dalam sebuah album yang artwork-nya juga dikonsep dirinya.

Alsa sepertinya memang pintar mengemas karyanya agar mudah dicerna. Pasalnya, rata-rata album instrumental berdurasi lebih dari panjang dari lagu umum. Bisa mencapai lebih dari 8 menit. Namun, Alsa menyajikannya secara light, 5-6 menit agar mudah dan tidak bosan didengarkan.

"Album perdana ini ngerjain sendiri dari nol, mulai bikin musik sampai launching, dan event masih ngurus semua. Jadi tahu detail pembuatan album. Sampai artwork cover dan distribusi. Tapi saya tidak memikirkan rencana dan strategi pemasaran secara mendalam, semua dijalankan pelanpelan," jelasnya.

Sampai pelosok
Sejak kecil ia memang menyukai lagu instrumental. Ketika mendengarnya, imajinasi Alsa membawanya untuk berhayal lebih jauh. Dengan kata lain, saat ini ia sedang mengerjakan apa yang disukai untuk batinnya. "Sebenarnya saya belum memikirkan bagaimana menjelaskan musik saya nanti kepada pendengar," tambahnya.

Namun, tanpa disangka, album Alsa justru banyak didengar sampai pelosok dan daerah terpencil. Menurut Alsa, mereka tahu dari komunitas-komunitas jazz dan saat bermain dengan Setia Band. "Dulu waktu main di Setia main di pelosok. Mereka mengikuti perkembangan saya dan jadi fan yang loyal," ujarnya.

Beruntung Alsa pernah terjun ke industri musik pop Indonesia bersama Setia Band sehingga ia berkesempatan manggung di berbagai pelosok daerah.

Hal ini membuat para fan Alsa yang juga masih setia sampai saat ini tetap mengikuti perjalanan musiknya. Sang ibu pun, Poppy Sophia, juga mendorong Alsa untuk berkarya sendiri.

Walaupun bukan pop, para fan Alsa yang berdatangan dari daerah pelosok itu ingin mendengarkan albumnya. Terbukti saat dirinya main Jazz Traffic Surabaya bersama Alva Kuartet beberapa waktu lalu banyak, dari daerah seperti Ngawi, fan banyak datang untuk menonton.

Album Alsa menginterpretasikan drumer perempuan. Ia mengatakan karena nadanada di dalamnya sedikit sekali bernuansa gelap dan mayoritas romantis. "Makanya pas main di Jazz Traffic Surabaya, pasangan yang nonton kebawa suasana dengan lagunya walaupun lagunya instrumental," kenang Alsa.

Alsa optimistis dengan apa yang dilakukan sekarang. ia sepatutnya menjadi contoh para musikus muda untuk lebih percaya diri. Hingga saat ini pejualan CD-nya masih dilakukan dengan cara distributor dan direct selling. Terutama untuk yang di daerah, mereka dikirim dengan paket karena tidak ada toko Cd di sana.

"Selama kita memberikan karya terbaik, mau musik industri populer atau jaz sekali pun ada saja yang dengerin. Mindset orang itu selalu bikin musik dengan bisnis, takut enggak hit, mind set itu harus diubah," harapnya. (M-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya