BENTANG alam, ikan, karang, pasir, dan pulaupulau dengan warnawarna kontras membuat upaya mencapai wilayah kepulauan di Papua Barat ini terasa terbayar. Raja Ampat ramai diperbincangkan publik dalam negeri pada 2000-an, tapi sebenarnya telah beberapa dekade menjadi favorit penyelam dari berbagai negara. Destinasi ini terhubung lewat udara melalui Bandara Domine Eduard Osok di Sorong. Seusai mendarat, Raja Ampat bisa ditempuh dengan berbagai pilihan moda yang premium hingga massal. Rayuan pesona kekayaan bahari itu telah dimulai ketika kapal sewaan, pilihan moda yang saya bersama rombongan pilih, merapat di Raja Ampat Dive Lodge yang juga menyediakan berbagai fasilitas wisata air.
Saat itu sore sudah menjelang sehingga snorkeling tentu sudah tak bisa dilakukan. Pilihannya tinggal menikmati pasir pantai putih dan ikan-ikan karang beraneka ukuran dan warna yang bisa dilihat, bahkan dari sekitar dermaga. Pertumbuhan Buat menuntaskan niat menikmati Raja Ampat sekaligus mengeksplorasi upaya konservasi yang mestinya bisa berjalan beriringan, saya menyesuaikan informasi yang diterima seputar fasilitas penginapan berkelas premium ini. Resor ini merupakan salah satu fasilitas wisata yang masuk daftar penyedia jasa akomodasi dalam Revisi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Ripparda) Kabupaten Raja Ampat yang disusun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta berbagai lembaga konservasi dalam negeri serta internasional.
Selain resor dan homestay, pilihan menginap lain yang jadi favorit pelancong, terutama luar negeri, ialah liveaboard. Wisatawan menginap di kapal yang juga dilengkapi fasilitas wisata bahari, yaitu snorkeling dan menyelam. Jumlah kunjungan ke Raja Ampat, dalam data yang dirilis KKP, dalam periode 5 tahun terakhir, menunjukkan pertumbuhan sangat baik, positif, dan stabil. Jumlah ini dipantau dari catatan penjualan tanda masuk sehingga ada kemungkinan jumlah wisatawan sesungguhnya lebih besar. Wisatawan mancanegara masih mendominasi, yaitu seban yak 77%, jika dibandingkan dengan pelancong lokal, yang hanya 23%. Namun, kunjungan wisatawan Nusantara menunjukkan pertumbuhan mengesankan, melampaui wisatawan mancanegara.
Pada 2012, sebanyak 7.759 wisatawan masuk ke Raja Ampat, 5.996 di antara mereka ialah wisatawan asing dan 1.763 ialah turis lokal. Jumlah itu meningkat hampir tujuh kali jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan pada 2007 yang hanya sekitar 998 wisatawan. Kawasan ini pun, menurut KKP, memasuki fase pertumbuhan yang lazim disebut fase pengenalan yang ditandai pertumbuhan yang melonjak tinggi, lalu turun, dan terus naik secara stabil. Pada fase ini, harus dilakukan pembangunan infrastruktur dan fasilitas, mendorong investasi pariwisata, dan percepatan pembangunan sumber daya manusia pendukung agar kawasan bisa memasuki fase yang dikenal dengan fase pertumbuhan. Berdasarkan (Ripparda) Raja Ampat 2006, sasaran pasar ialah wisatawan mancanegara, khususnya dari Eropa, Asia Pasifi k, dan Asia Tenggara.Profi l wisatawan yang disasar ialah minat khusus selam, memiliki edukasi yang baik, usia 30-40 tahun, berasal dari kelas menengah ke atas, serta melancong dalam kelompok kecil.
Dana konservasi Semua wisatawan yang akan mengunjungi Raja Ampat diwajibkan membayar tarif masuk wisata seperti yang diatur melalui Peraturan Bupati No 63, 64, 65 Tahun 2007, yaitu Rp500 ribu untuk wisatawan mancanegara dan Rp250 ribu untuk turis Nusantara. Dari dana yang dikumpulkan, sebanyak 30% akan diperuntukkan pendapatan asli daerah dan 70% dialokasikan menjadi tiga bagian, yaitu 40% sebagai dana konservasi, 40% sebagai dana komunitas, serta 20% sebagai dana operasional. Namun, laporan itu masih mengakuibahwa pemanfaatan dana konservasi dan dana komunitas itu terus dirumuskan. Intinya, berdasarkan prinsip konservasi, pengembangan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan mengikuti kaidah-kaidah ekologi, menghormati nilai-nilai sosialbudaya, serta tradisi keagamaan masyarakat setempat. Bagi pelancong seperti saya, implementasi pengelolaan sebagai lokasi wisata sekaligus konservasi berwujud lokasi snorkeling yang bahkan tak perlu jauh-jauh dicari dengan perahu. Cukup nyebur di dermaga, aneka karang warnawarni, sebagian tumbuh di dasar air, dan yang lainnya menempel di tiang-tiang konstruksi. Itu membuat waktu mengeksplorasi terasa tak pernah cukup.
Pembagian zona Ketika kawan-kawan seperjalanan mengajak mampir ke Desa Wisata Arborek yang berjarak sekitar 20 menit dari resor menggunakan perahu, panorama bawah lautnya tak kalah dahsyat. Bonusnya, masyarakat lokal telah terbilang bersahabat. Mereka memproduksi aneka anyaman, tas dan topi. Mereka pun menyapa para pelancong dan memberikan warna lain pada acara pelesir. "Di sini tak boleh tangkap ikan di sekitar pantai. Tangkap ikan hanya boleh di laut yang sudah ditentukan. Kalau sudah rusak, nanti tak ada lagi yang mau ke sini dan Arborek jadi sepi," kata Mama Lia sambil menjajakan topi-topi lebar pada para pelancong. Upaya konservasi yang dilakukan gotong-royong oleh Kementerian Kehutanan melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, KKP, pemerintah daerah, serta berbagai lembaga mulai menuai hasil.
Saya berjumpa aneka warna ikan badut, anak hiu, napoleon, hingga bawal putih. Pembagian zonasi terdiri atas Cagar Alam dan Cagar Alam Laut, Kawasan Konservasi Perairan Nasional, serta Kawasan Konservasi Laut Daerah. Cendrawasih menari Raja Ampat Bukan cuma jelita saat dipandang dari kejauhan seperti Wayag Pianemo, gugusan pulau-pulau hijau yang kontras dengan lautan biru juga jadi pemikat. Upaya mengambil manfaat ekonomi salah satunya ialah dari industri wisata yang diupayakan berdampak seminimal mungkin. Saya mampir ke Batanta, pulau terkecil di Raja Ampat, favorit engamat burung. Beberapa spesies burung dapat ditemukan di sini, antara lain cendrawasih merah (Paradisaea rubra) dan wilson cendrawasih (Diphyllodes respublica).
"Dulunya warga berburu dan menjual burung ini, tapi ketika ada aturan untuk melindungi dan menjadikan burung ini sebagai daya tarik wisata, warga mendapat keuntungan sehingga sukarela menjaga burung-burung yang setiap pagi bisa dipanggil dan menimbulkan decak kagum turis," kata Josef, pemandu saya. Aksi cendrawasih bermain di dahan pohon dengan untaian bulunya yang indah harus diburu sejak matahari belum muncul. Dengan dipanggil sang pawang, ia sukarela memamerkan keindahannya. Berbagai program terus dirancang hingga 2034 mendatang, termasuk paket wisata konservasi. Masyarakat terus dilibatkan dan mendapatkan manfaat sehingga keindahan itu bisa diterus dikabarkan pada dunia. (M-2)