SEORANG lelaki tampak sedang asyik berbincang dengan rekan di sampingnya. Keduanya berpakaian pangsi yang merupakan setelan khas Betawi. Salah satunya berpakaian, berkacamata, dan berpeci dengan tubuh yang tidak terlalu besar, sedangkan seorang lagi bertubuh tinggi besar dengan setelan pangsi hitam. Siapa sangka kedua lelaki yang duduk santai di kursi beton panjang itu pendekar silat Betawi.
Bang Ndang dan Bang Herman. Begitulah mereka berdua akrab disapa. Mereka berdua merupakan guru Silat Betawi Beksi Empat Bintang. Ungkapan memang bisa menjadi cerminan cara pandang sekaligus cara hidup, tak terkecuali masyarakat Betawi. Gugus budaya Betawi dikenal kental dengan unsur religi. Masyarakat Betawi sangat lekat dengan semboyan 'Ngasosi' (Ngaji-Sholat-Silat). Semboyan tersebut menunjukkan betapa religi menjadi napas sekaligus penanda masyarakat Betawi.
'Di atas bale belajar baca Qur'an, turun ke latar belajar maen pukulan'. Pandang budaya itu mencerminkan belajar agama dan maen pukulan (silat) ialah hal utama dalam budaya Betawi. Akhirnya silat menjadi salah satu yang lekat dengan masyarakat Betawi. Dalam khazanah silat Nusantara, dikenal banyak ragam aliran silat. Hampir semua daerah mempunyai seni bela diri khas dengan sebutan dan ciri yang berbeda. Sebutlah Silat Cimande, Minangkabau, Kumango, Harimau, Merpati Putih, Pagar Nusa, dan Setia Hati. Betawi pun punya berbagai macam jenis silat, salah satunya Silat Beksi Empat Bintang. Selain itu, masih ada Silat Betawi Cingkrik, Sabeni, Bunder, Paseban, dan Gelamak.
Berasal dari Tiongkok Silat Beksi berasal dari bela diri Tiongkok. Setelah masuk ke Indonesia, bela diri tersebut kemudian berkembang di lingkungan masyarakat Betawi. Salah satu pengajar Silat Beksi Empat Bintang, Endang, mengisahkan Silat Beksi berasal dari Tiongkok yang dibawa Lie Ceng Oek. Di daerah Dadap, Tangerang, Lie Ceng Oek membentuk perguruan silat. Lie Ceng Oek menurunkan ilmu silat kepada muridnya yang bernama Ki Marhali dan dilanjutkan Haji Ghazali, kemudian diturunkan lagi kepada Haji Hasbullah. Keempat orang itulah yang ditahbiskan sebagai guru besar Beksi Empat Bintang.
Paduan ilmu bela diri Lie Ceng Oek dengan gerakan yang diciptakan sesepuh Beksi asal Betawi membuat Silat Beksi menjadi bagian seni bela diri Betawi. Jika merujuk pada asal kata, Beksi terdiri atas dua suku kata, yakni bek dan shi. Bek berarti pertahanan dan shi ialah empat penjuru angin. Sesuai dengan namanya, jurus Silat Beksi dilakukan dengan cara menghadap ke empat penjuru mata angin, sedangkan kata beksi merupakan kependekan dari berbaktilah engkau kepada sesama insan. Filosofi itulah yang sekaligus dijadikan pegangan bagi semua pesilat Beksi Empat Bintang.
Penghargaan terhadap leluhur Kacang tak lupa kulitnya. Itulah istilah tepat untuk menggambarkan ajaran Silat Beksi Empat Bintang. Jasa keempat guru bermula dari silat Beksi yang kemudian diabadikan dalam simbol empat bintang dan diimbuhkan pada nama Silat Beksi. Tujuannya bukan sekadar mengenang dan menghargai para leluhur, melainkan juga menjadi pengingat agar selalu melestarikan dan mengamalkan ajaran leluhur. "Kita doakan guru-guru kita. Mudah-mudahan diberi keridaan dan kemudahan dalam belajar," terang Bang Endang.
Murid secara bertahap juga diajari sopan santun, adab, dan disiplin. Sebab, tujuan utama Beksi ialah sehat jasmani, rohani, akhlak, dan budi pekerti. "Belajar Silat Beksi biar jago main pukul. Bukan itu, melainkan nilai silaturahim, persaudaraan, dan budi pekerti," tandasnya. Silat Beksi merupakan paduan harmonis antara keindahan gerak seni bela diri dan ketepatan mencapai sasaran lawan. Gerak cepat dan dinamis untuk menjatuhkan lawan dalam waktu sesingkat mungkin. Kearifan itu bersumber dari ciri gerakan Silat Beksi yang lebih bertahan dan mengantisipasi gerak lawan. Sebisa mungkin menghindari menyerang. Sebab, menurut Endang, ini juga salah satu ajaran Silat Beksi yang tidak diperuntukkan sok jago.
"Kita engak mau jual. Tapi kalau datang dan kita enggak bisa mengelak. Itu pun kalau sudah enggak bisa menghindar. Ya, kita tunjukkan" tegas Endang yang sampai mengulang dua kali makna kata tidak bisa menghindar untuk menunjukkan betapa pentingnya ajaran Beksi tersebut. Santun bukan berarti lemah. Sebab, dalam Beksi, ada ciri khas yang menjadi kekuatan dibalik kesantunanya. Hampir semua pukulan dilakukan dengan tinju tangan terbalik. Genggaman telapak tangan mengepal menghadap atas. Pukulan dengan tangan terbalik bertujuan agar tidak mudah ditepis, apalagi ditangkap.
"Pukulan kepalan terbalik tidak bisa ditahan. Kalau pukulan normal itu bisa ditahan," kata Bang Herman. Selain ciri pukulan terbalik, ciri kental Silat Beksi ialah fokus pada gerakan tangan dan sangat jarang gerakan kaki menendang sampai atas. Menurut Herman, itu disebabkan adab Betawi menganggap tabu kaki di atas. Namun, antisipasi tendangan atas juga tetap diajarkan. "Orang Betawi menganggap tabu kaki di atas," terang Herman. Namun, yang lebih utama ialah pelestarian budaya dan nilai luhur yang diwariskan para leluhur. Sebab, suatu bangsa akan kehilangan kejayaan dan kebanggaan saat budaya dikikis habis. "Bagaimana jika suatu bangsa tidak ada budaya? Hancur kan?," pungkas Endang.