DARI sekian banyak makanan khas di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), mino termasuk salah satunya. Mino sebetulnya sama dengan nopia yang lebih dulu terkenal. Perbedaannya hanya pada ukurannya saja. Kalau nopia ukurannya lebih besar, sedangkan mino ukurannya lebih kecil.
Pelaku usaha industri kecil mino di Mersi, Purwokerto Timur, Banyumas, Agus Setiono, 37, mengungkapkan sudah 15 tahun menekuni usaha pembuatan mino. "Untuk membuat mino, cukup sederhana. Bahan bakunya adalah tepung terigu. Mino terdiri dari dua bagian, yakni kulit dan isiannya. Setelah pemrosesan jadi, mino tersebut dimasak dengan cara menempelkan pada gentong yang telah dipanasi. Mino diangkat setelah kering," ujar Agus, Kamis (19/11).
Ia mengungkapkan, mino merupakan salah satu makanan khas yang memberikan penghidupan bagi para pembuatnya. "Bahkan, sekarang pemasarannya tidak hanya di Banyumas saja, melainkan juga Kebumen, Cilacap, dan bahkan Jakarta. Memang, makanan khas Banyumas ini tidak hanya disukai oleh masyarakat di sini saja, tetapi juga daerah lain," katanya.
Dijelaskan oleh Agus, setiap harinya dia mampu memproduksi 200 bungkus mino. Setiap bungkus berisi sekitar 30 sampai 33 biji, tergantung dengan ukurannya. Namun, menjelang Lebaran, biasanya permintaannya meningkat drastis. "Kalau hari biasa, setiap harinya 200 bungkus dengan bahan baku sekitar 50 kilogram (kg) tepung terigu. Namun, jika menjelang Lebaran, bisa sampai 300 sampai 500 bungkus setiap harinya. Harganya saya patok Rp10 ribu per bungkusnya," ujar Agus.
Ia mengakui, meski telah berjalan 15 tahun, ekspansi pasarnya masih kurang merata. Masalahnya terletak pada permodalan sehingga ekspansi pasarnya belum terlalu luas. Namun demikian, Agus bersyukur masih tetap bertahan. "Untuk ekspansi pasar harus pelan-pelan karena terganjal permodalan," ungkap dia. (LD/M-6)