Politisi Bertarung, Media Berjaya di Tengah

Arief Firgy
16/10/2016 00:00
Politisi Bertarung, Media Berjaya di Tengah
(MI/DUTA)

ISU-ISU panas itulah yang mengemuka pada Political Marketing Seminar 2016: Media sebagai Alat Marketing Politik di Masa Kini, di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.

Diskusi menghadirkan dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Mudiyati Rahmatunnisa serta Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong.

Pada acara yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Himpunan Program Studi Ilmu Politik itu dipaparkan, komunikasi merupakan hal esensial dalam menyampaikan suatu gagasan. Tanpa komunikasi yang baik, gagasan yang paling inovatif pun sulit disampaikan.

Sarana untuk berkomunikasi dan menyampaikan suatu gagasan itulah yang ada pada media, baik media mainstream seperti cetak, penyiaran, dan media sosial, maupun media non-mainstream.
Politisi sebagai subjek yang memiliki gagasan tentunya mencari sarana mana yang efektif dan efisien untuk menyampaikan gagasannya. Tak mengherankan, pertarungan politisi identik dengan pertarungan citra melalui media.

Transisi demokrasi

Mudiyati menegaskan peran penting media dalam proses transisi menuju demokrasi. "Marketing politik bukan hanya digunakan semata-mata untuk memasarkan politisi atau partai politik, melainkan juga jembatan antara keinginan dan kebutuhan para pemilih dengan visi dan misi yang diusung politisi," kata Mudiyati.

Marketing politik, kata salah stau dosen favorit di FISIP itu, juga hadir sebagai alat meriset opini publik dan keinginan publik sehingga para pemilih terpuaskan oleh calon-calon yang nantinya akan mengisi kursi pemerintahan.

"Selain dalam sistem politik demokrasi, marketing politik digunakan dalam pemerintahan yang dominan militer. Jadi, tidak hanya digunakan pada saat masa kampanye pada sistem politik demokrasi. Dalam pemerintahan militer juga digunakan untuk pencitraan agar citra yang dibangun menjadi baik," kata dia.

Perspektif media

Lalu bagaimana dengan perspektif praktisi media? Pada sesi kedua, Usman memaparkan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, dimulai saat salah satu calon meminta dukungan kepada instansinya, protes dari salah satu partai karena pemberitaan dirasa berat sebelah, hingga undangan DPR untuk dengar pendapat terkait dengan pembatasan iklan politik. "Dari ketiga peristiwa tersebut, tercerminkan betapa pentingnya media massa dan betapa pentingnya media dalam marketing politik," kata Usman.

Usman mengoreksi, opini bahwa media merupakan alat mengadu domba masyarakat tidaklah benar. "Media merupakan cerminan dari masyarakat itu sendiri. Karena masyarakat itu sendiri sudah terpecah sehingga media hanya menjadi cerminan dari perpecahan masyarakat itu sendiri. Media hanya memantulkan, tetapi tidak membuat perpecahan di masyarakat," ujar Usman yang sebelum terjun ke media cetak juga berkarier di penyiaran.

Tak ada yang independen

Terkait dengan indepedensi media, Usman menceritakan salah satu riset yang dilakukan peneliti Jerman Anett Keller. Ketika orang-orang bertanya apakah media harus independen atau tidak, pertanyaan yang diajukan ialah seberapa independen media.
"Karena Keller mengetahui bahwa tidak ada media yang benar-benar tidak independen dan tidak ada media yang benar-benar independen. Pertanyaannya ialah seberapa independen media," kata Usman.

Apakah media dapat mendukung salah satu kekuatan politik? Menurut Usman, kondisi itu hanya berlaku untuk media cetak. Sumber daya yang mendukung media cetak dimiliki penguasa modal. Yang menjadi persoalan ialah media penyiaran, yang salah satu komponen pendukungnya dimiliki publik, yaitu frekuensi.
"Frekuensi tidak boleh digunakan untuk kepentingan pemilik karena frekuensi dimiliki publik," kata Usman.

Idealnya, lanjut Usman, terdapat regulasi yang mengatur apakah politisi boleh atau tidak memiliki media penyiaran. Namun, isu regulasi ini juga terbentur pada ketidaksinkronan antaraturan.

Tugas partai politik

Di sesi diskusi, mencuat pertanyaan tentang peran media dalam pencerdasan politik masyarakat. "Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan politik ialah partai politik. Salah satu tugas partai politik ialah memberikan edukasi, komunikasi, dan agregasi politik," ujarnya.

Usman pun lebih menekankan seharusnya masyarakat lebih pintar dalam menganalisis konten-konten yang disajikan pada media. Jadi, belajar terus yuk! (M-1)

Arief Firgy
Mahasiswa Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya