SEGEROMBOL penari Ondel-Ondel bergegas masuk ke halaman Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta. Mereka menggunakan 'orang-orangan raksasa' dan menarik perhatian. Mereka hadir memeriahkan peringatan HUT ke-70 kemerdekaan Republik Indonesia (RI), sore 17 Agustus lalu.
Penari Ondel-Ondel itu tampak gesit. Mereka berlaga dengan balutan pakaian Merah Putih. Itu sebagai lambang kebesaran untuk ikut menyukseskan acara bertajuk Tapak Tilas Proklamasi 2015. Ada bendera dan umbul-umbul sehingga acara lebih semarak.
Tidak hanya tari, ada juga pertunjukan teatrikal Detik-Detik Proklamasi. Para pecinta seni dari Universitas Indraprasta PGRI menyuguhkan adegan bersejarah saat Soekarno-Hatta membacakan petikan proklamasi pada 1945 silam.
Seorang lelaki tampak menirukan gaya Soekarno. Tanpa basa basi, ia pun langsung membacakan teks bersejarah itu secara tegas. 'Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia/ Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dll diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja// Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05/ Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno-Hatta//'.
"Tapak tilas ini sebagai pengingat atas jasa pendiri bangsa pada saat memproklamasikan kemerdekaan. Kita menggandeng seniman dan komunitas seni untuk bersatu merayakan peringatan hari bersejarah ini," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kacung Marijan, akhir pekan lalu.
Para penari dan pelaku teater pun terlibat penuh semangat. Jiwa hidup berkebangsaan dan cinta Tanah Air menjadi penting.
Itu sebagai bagian mengisi kemerdekaan. "Tapak tilas ini jangan dipandang sebagai ruwatan. Ini sebagai pengingat kembali karena perjuangan Bapak Proklamator sangat penting untuk diingat kembali," jelas Kacung.
Tapak tilas itu berlangsung dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi hingga Monumen Tugu Proklamasi. Sepanjang jalan, para peserta pun menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Beberapa komunitas seni pun beraksi secara apik.
Mereka merekonstruksi peristiwa perumusan naskah proklamasi. Setidaknya, itu bisa menjadi penyemangat bagi para peserta lainnya. Terutama, untuk lebih memaknai arti kemerdekaan.
Cendekiawan Imam S Bumiayu pun mengaku perlunya mengangkat nilai-nilai kemerdekaan lewat pementasan. Baginya, itu sebagai keharusan demi menjaga nasionalisme. "Saya kira ini penting bagi pelaku seni. Mereka mengisi kemerdekaan lewat aksi seni," tutur Imam yang juga pegiat teater dan akademikus itu.
Pertukaran budaya Ada makna penting dalam perayaan HUT ke-70 kemerdekaan RI itu. Tidak hanya diisi tapak tilas, warga negara asing (WNA) dari berbagai negara pun turut mengikuti Lomba Pidato dan Esai Bahasa Indonesia 2015.
Acara itu juga sebagai rangkaian peringatan hari kemerdekaan yang diadakan terpisah, yaitu di Hotel Atlet Century, Senayan. Ada 26 peserta dari 14 negara, yakni Australia, Jepang, Myanmar, Inggris, Arab Saudi, Prancis, Jerman, Belanda, Papua Nugini, Mesir, Tiongkok, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Para peserta berasal dari berbagai kalangan, mulai sastrawan, mahasiswa, hingga guru.
Kegiatan tersebut sebagai apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para WNA. Terutama yang telah mempelajari bahasa Indonesia, mengenalkan budaya, tradisi, sosiolinguistik, dan adat istiadat bangsa Indonesia serta mengingatkan jalinan kerja sama lintas negara dalam rangka memperkuat peranan bahasa Indonesia dalam pergaulan internasional.
"Selama saya belajar bahasa Indonesia, saya beradaptasi dengan budaya lokal. Tidak ada batas untuk membangun kerja sama. Negara kami akan menjadi partner dan saya bermimpi untuk bisa berkontribusi bagi Indonesia," ujar Malik van Oudenaarden, juara I Lomba Pidato Bahasa Indonesia di KBRI Den Haag, Belanda, itu.
Para peserta berkesempatan mengunjungi Bali, selain Jakarta. Mereka juga ikut menghadiri upacara pengibaran Bendera Pusaka di Istana Kepresidenan. Kehadiran mereka di Indonesia menjadi penting. Bahkan, sebagian besar baru pertama kali menginjakkan kaki di Nusantara.
Di ujung acara, enam penari Komunitas Seni Depok pun mulai masuk dari pintu samping kiri. Mereka menebar senyum kepada tetamu yang hadir. Para penari menyuguhkan Tari Piring khas Minangkabau. Mereka berputar dan berancak secara memukau.
Saat melihat gerakan khas itu, beberapa peserta pun terlihat ikut menari ala kadarnya sembari memotret dengan ponsel berkamera.
Salah satu peserta, Karim Mahdi (Mesir), memberanikan diri. Ia spontan menyuguhkan tembang Kopi Dangdut yang dipopulerkan Fahmi Shahab. Para penari yang baru selesai pentas pun tidak langsung turun panggung.
Karim pun bernyanyi sambil berjoget bersama para penari itu. Kacung yang duduk ditemani Gogot Suharwoto, Kepala Bagian Perencanaan Program dan Anggaran, Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri, Kemendikbud, pun ikut tertawa. Begitu pula semua peserta dan tetamu lainnya.
Ada makna penting dalam perayaan HUT ke-70 kemerdekaan RI itu. Kegiatan tersebut sebagai bagian tak terpisahkan untuk menduniakan bahasa Indonesia sebagaimana Soekarno pernah mengejawantahkannya lewat teks proklamasi. "Kami mengapresiasi WNA yang berbahasa Indonesia secara baik. Ada pertukaran budaya sehingga saat pulang, mereka tetap mengingat Indonesia," pungkas Gogot. (M-6)