Rumah Kreasi Material Bekas

MI/ARDI TERISTI HADI
23/8/2015 00:00
Rumah Kreasi Material Bekas
(MI/ARDI TERISTI HADI)
SEBUAH rumah di Dusun Nitiprayan, Kecamatan Kasihan, Bantul, tampak asri. Walau memasuki pagar rumah, siapa pun masih tetap bisa merasakan segarnya udara luar karena bangunan rumah yang bisa menyatu dengan ruang terbuka yang ada di dalam rumah.

Rumah yang dikenal sebagai Omah Kebon milik sastrawan dan aktor, Whani Dharmawan, itu tidak terlalu besar, tetapi sangat nyaman. Bangunan dan ruang terbuka bisa terasa menyatu. Rumah tersebut mulai dirancang dan dibangun pada sekitar akhir 2004 oleh arsitek Universitas Gadjah Mada Eugenius Pradipto.

Sebelum merancang rumah tersebut, Pradipto mengaku sudah mengenal Whani dengan baik sebagai orang yang serius menekuni dunia sastra dan keaktoran. Saat itu, Whani menyampaikan keinginannya untuk terlebih dulu membuat bangunan pondok yang berada di bagian belakang tanahnya.

Pada tahap awal, yang dibangun memang rumah kecil di bagian belakang sesuai dengan dana yang dimiliki saat itu. Namun, setelah semua jadi, di lahannya seluas sekitar 300 meter persegi itu akan ada beberapa bangunan yang terpisah-pisah, tetapi tetap menyatu. "Bagian belakang yang saya rancang itu sebenarnya awalnya untuk tempat singgah," kata dia.

Saat merancang itu, Pradipto mengaku sambil meraba-raba kemampuan keuangan Whani agar biaya yang dikeluarkan sesuai dengan keuangan saat itu. Setelah berdialog, mereka pun sepakat untuk membangun bangunan seluas kira-kira 60 meter persegi dengan uang sekitar Rp20 juta. Biaya itu bisa terbilang murah, tetapi juga bisa dibilang mahal saat itu.

"Prinsip utama saya saat itu, struktur utamanya akan dibesarkan dan dibuat kuat dan itu tidak bisa diganggu gugat," kata dia.

Setelah itu, sepakat dengan struktur, Pradipto dan Whani berdiskusi untuk pengisi-pengisi bagian rumah yang lain. "Dia tergugah dan mencari sendiri bahan-bahan pengisi bangunan. Akhirnya, kita memakai bahan-bahan bekas dan sortiran untuk pengisinya," kata dia.

Keunikan dari rumah ini terletak pada bahan bangunan yang dipakai, yakni menggunakan material sisa, berupa bekas potongan keramik, potongan kaca, genteng bekas, kayu peti kemas, kusen dan daun usang. Papan kayu bekas gulungan kabel PLN dimanfaatkan untuk bahan lantai 2 serta material tangga. Dinding rumah berupa anyaman bambu, dikombinasikan dengan papan kayu pinus, keramik sisa, batu kerikil.

Rumah bagian belakang milik Whani tersebut pun pernah dianugerahi gelar terbaik kategori teknologi tepat guna penghargaan Karya Konstruksi Indonesia (KKI) 2012. Bangunan tersebut dianggap mampu memperkuat konsep gagasan desainnya dengan kreasi jenis material bekas yang dipakai, seperti menggunakan pecahan genting untuk dinding, tangga dari bekas gulungan kabel listrik, hingga pecahan keramik.

Saling melengkapi
Dalam proses pembangunan rumah tersebut, baik Whani Dharmawan maupun Pradipto selaku arsitek, saling melengkapi. "Ada dialog antara saya dan Pradipto. Dia menggambar desainnya, kemudian diperlihatkan ke saya, dan saya menawar, misalnya pemakaian bahan-bahan dan penggunaan pecahan-pecahan genting untuk dinding," cerita Whani.

Rumah tersebut bertipe RSS Plus. Pasalnya, bagian atap rumah yang memang masih tersisa cukup tinggi dimanfaatkan untuk lantai dua. Bangunan di bagian belakang memang banyak menggunakan material lama, tetapi soal konstruksi bangunan ternyata memang telah terbukti kokoh. Rumah yang mulai dibangun pada 2004 dan selesai 2006 tersebut tidak mengalami kerusakan saat gempa terjadi pada 2006.

Konstruksi rumahnya memang sangat kuat karena walaupun kecil, tetapi menggunakan cakar ayam. Kayu-kayu yang digunakan terikat satu sama lain dengan ring besi yang kuat.

Dari rumah kecil, pada 2007, Whani mulai menambah tiga bangunan baru, satu di samping rumah dan dua lainnya di bagian depan. "Penambahan bangunan ini sesuai dengan konsep waktu pertama kali perencanaan rumah ini bersama Pradipto, tetapi baru mulai terwujud mulai 2007, dengan rancangan saya sendiri, tanpa Pradipto," kata dia.

Sesuai rencana awal, pertama-tama yang dibangun ialah bagian paviliun. Setelah 2007, bangunan baru pun mulai dibuat, dari bagian samping rumah yang digunakan sebagai dapur, kemudian dua bangunan di depan paviliun digunakan untuk menerima tamu, dan bangunan rumah utama.

Model ketiga bangunan baru tersebut pun berbeda. Bangunan dapur dibangun dengan menggunakan bahan bambu, bangunan untuk menerima tamu terbuat dari batu bata dan kayu-kayu besar bekas kandang sapi, sedangkan bangunan utama berbentuk kolonial dengan atap yang tinggi dan jendela-jendela yang lebar.

Ruang terbuka yang cukup lapang juga menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari rumah  Whani. Pohon-pohon dirawat dan dipelihara agar tetap tumbuh di dalam rumah. Bahkan, pada bagian kamar mandi, ada pohon yang tetap tumbuh. Mungkin hanya sekitar 30% ruang terbuka, tetapi menurut dia cukup untuk memberikan keleluasaan untuk menghirup udara segar dengan tetap memiliki privasi.

Rumah Whani kini pun belum 100% selesai. Pasalnya, setelah ia memiliki uang yang cukup, bagian-bagian rumahnya ada yang masih disempurnakan. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya