Buku Cerita untuk Anak Belu

04/9/2016 09:15
Buku Cerita untuk Anak Belu
(MI/Palce Amalo)

ADRIANUS Nikolas Nahak jarang tampil di depan kelas. Ketika ditunjuk mewakili teman-temannya bercerita di Lomba Bercerita yang digelar Save The Children, ia menolak.

“Saya khawatir pas maju bercerita, ada yang tertawa,” cerita siswa kelas 3 SD Lo’onuna, Desa Lo’onuna, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, itu.

Setelah dibujuk dan dii­ming-iming hadiah oleh gurunya, Adrianus bersedia ikut lomba. Mulailah ia disodori lima judul cerita yang harus dikuasai dalam tempo kurang dari dua minggu. Sesuai aturan lomba, peserta tidak diperbolehkan membawa buku ke panggung.

Lima cerita dongeng yang harus dikuasai ialah Anak Katak yang Sombong dan Anak Lembu, Seorang Raja dan Nelayan, Legenda Batu Bagga, Jack dan Pohon Kacang, serta Kraeng Tondo. Dari cerita itu, ia menguasai kisah Kenthus, katak berbadan besar, kuat, dan sombong di cerita Anak Katak yang Sombong dan Anak Lembu.

Lain lagi penampilan teman kita, Jihan Kesiabela, Siswi Kelas 3 SD Katolik Atapupu, Kecamatan Kakuluk Mesak. Ia tampil percaya diri. Jihan berkisah tentang pahlawan asal Manggarai bernama Kraeng Todo.

Berbeda dengan Adrianus, Jihan sudah pernah tampil di perlombaan yang sama ketika masih duduk di kelas 1. “Anak saya pernah juara lomba membaca dapat hadiah” kata Ibu Aminah Djawas, orangtua Jihan.

Ibu Aminah memperkenalkan huruf kepada anak-anaknya sejak mereka berusia dua tahun, termasuk buku cerita bergambar.

“Saya baca ceritanya kemudian menceritakan kembali kepada anak-anak. Jadi tidak masalah lagi mereka tampil di depan banyak orang,” ujarnya.

Membaca itu penting
Kegiatan ini merupakan bagian dari Festival Membaca di bawah program Better Literacy Jump for Academic Result (BELAJAR)untuk meng­ampanyekan sekolah ramah anak demi peningkatan kesadaran masyarakat tentang sekolah tanpa kekerasan. Selain itu, menjadi bagian dari bentuk dukungan terhadap kegiatan literasi.

Program BELAJAR, dimulai pada 2011 dan berakhir pada 2016. Pos membaca atau Reading Camp merupakan bagian dari program BELAJAR tersebut.

Lomba diikuti 516 siswa kelas I-III dari 83 sekolah binaan Save The Children di tiga kabupaten di perbatasan Indonesia-Timor Leste, yakni Belu, Timor Tengah Utara, dan Malaka.

Kegiatan yang dimulai 20-23 Juli ini dibagi dalam kategori menyusun kalimat, membaca lancar, dan bercerita. Lomba juga dibuka bagi para orangtua dan guru pendamping pos membaca.

Pos membaca dibangun di desa-desa dan ditangani para relawan yang bertugas membimbing anak-anak di desa setempat menulis, membaca, dan bercerita.

Buku cerita
Manajer Komunikasi dan Media Yayasan Sayangi Tunas Cilik Kak Ruly Prayoga mengatakan sebelum program diluncurkan pada 2013, 55% guru SD di daerah itu mempunyai kualifikasi minimal dalam proses belajar mengajar.

Selain itu, sebanyak 31% anak usia 15 tahun belum masuk sekolah dan beberapa di antara mereka belum bisa membaca.

“Kami datang ke sekolah target, tetapi tidak mendapatkan buku-buku cerita selain buku mata pelajaran sekolah,” kata Kak Ruly.

Dari situ, Save The Children melatih relawan dan membentuk pos membaca. Hasilnya anak-anak desa yang sebelumnya tidak lancar membaca, kini menjadi lancar membaca, dan sekolah menjadi tempat belajar yang menyenangkan.

“Program ini bertujuan mendapatkan pendampingan memadai untuk meningkatkan literasi anak, dan untuk guru untuk mendapatkan pelatihan memadai sehingga membantu proses belajar mengajar,” ujarnya.

Bukan hanya pendampingan, agar tidak merasa bosan, anak-anak juga distimulasi dengan cerita dongeng. Dengan demikian, mereka terinspirasi untuk lebih rajin membaca. (Palce Amalo/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya