Grafiti tanpa Jejak

Fario Untung Tanu
28/8/2016 06:00
Grafiti tanpa Jejak
(DOK. I LIGHT THIS)

KAWASAN parkir timur Gelora Bung Karno, Jakarta, memang jadi tempat kumpul beragam komunitas. Namun, ada sekelompok anak muda yang selalu memilih tempat-tempat yang minim cahaya di kawasan itu. Padahal, jika dilihat dari kamera yang dibawa, tempat kumpul itu bukanlah sudut-sudut ideal untuk berburu foto.

Namun, di situlah hampir setiap malam minggu, mereka asyik berkegiatan. Perlengkapan yang mereka bawa juga termasuk senter, lampu neon, dan bahkan kembang api. Sebuah foto yang mereka hasilkan ialah seorang wanita yang terbang dengan sayap cahaya.

Mereka menyebut seni itu sebagai grafiti lukisan cahaya (light painting grafity). Seni ini memang bukan baru, setidaknya sudah ramai di kalangan masyarakat kota sejak 2011, tapi hingga kini masih ada penggemar-penggemar setianya dan membentuk komunitas.

Salah satu komunitas itu ialah I Light This. "Yang menarik bagi kami adalah biasanya di Indonesia fotografer lebih tertarik mengabadikan model, pemandangan dan benda-benda yang menjadi objek pemotretan. Namun, di light painting graffiti, hanya cahaya yang menjadi model utamanya," tutur Pradito Gemilang kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (22/8).

Demi menonjolkan cahaya itulah, Dito beserta penggemar grafiti cahaya lainnya, lebih suka nongkrong di tempat gelap. "Kita memang unik, di saat akhir pekan biasanya pada nongkrong dan jalan-jalan di mal, kita justru mencari tempat yang minim cahaya alias gelap untuk menciptakan goresan-goresan grafiti dari cahaya," sambungnya.

Dari foto-foto yang telah komunitas ini hasilkan, terlihat pula mereka kerap memanfaatkan landmark kota. Contohnya karya foto berlatar belakang Jembatan Ampera, Palembang, Sumatra Selatan.
Pemandangan malam dari tepi sungai itu jadi makin unik dengan lengkung-lengkung cahaya keunguan yang dibuat di depan jembatan.
Pada foto-foto lainnya tampak anggota komunitas tidak segan menggunakan model. Pose mereka jadi makin dramatis dengan tambahan cahaya di sekelilingnya.

Tanpa suntingan

Lukisan cahaya yang dihasilkan pada fotografi jenis ini dihasilkan dari paduan memainkan kecepatan bukaan rana (shutter speed) pada kamera dan permainan cahaya tambahan. Penyuntingan foto ialah hal yang tabu.

Demikian dikatakan Philip Simajuntak, anggota I Light This. "Kami tidak mengenal editing dalam light painting grafity. Hasil yang didapat merupakan asli dari menggambar. Dalam hasil foto akan terlihat jelas perbedaan antara menggambar langsung dan mengedit dengan tools," ujar pria 28 tahun ini.

Ia mengatakan pada awalnya tujuan grafiti cahaya ialah menerangi beberapa area atau titik pada objek sehingga hanya daerah yang diterangi tersebut yang terekam di foto. Namun, teknik fotografi ini juga dilakukan untuk membentuk pola cahaya yang unik.

Untuk menghasilkan cahaya yang unik, dibutuhkan imajinasi serta daya ingat yang baik karena goresan-goresan cahaya yang kita buat hanya bisa dibayangkan di khayalan dan baru akan terlihat hasilnya saat kamera selesai mengambil gambar.

"Karena kita tidak hanya menggambar saja, tapi harus bisa mengingat posisi terakhir saat lampu menyala dan model grafis yang kita buat. Jika mau menambah grafis lagi harus dipikirkan dua kali sebelum melakukannya," tambah Philip.

Layaknya seni fotografi lainnya, light painting graffiti bisa cepat dikuasai dengan latihan rutin. Latihan biasanya dimulai dengan membentuk huruf.

"Biasa kalau untuk pemula kita akan ajarkan untuk membuat huruf lalu menyusun dan menggabungkan huruf tersebut menjadi namanya sendiri. Baru itu barulah mencoba bentuk lain yang dikonsepkan terlebih dahulu," papar Pradito. Setelah itu, keahlian dapat dikembangkan sesuai dengan kreativitas. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya