SAAT ini proses pembangunan rumah nelayan masih terus berjalan meski ada beberapa kendala yang dihadapi seperti masalah pendanaan, perizinan, dan pembebasan lahan.
"Hambatan pasti ada, seperti masalah izin dan pembebasan tanah. Kita tetap akan membantu itu supaya pemerintah daerah bisa cepat bergerak dan segera membangun," ujar Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi, Senin (3/8).
Selain itu, Sofjan menjelaskan nantinya pengelolaan keuangan program tersebut akan diserahkan sepenuhnya kepada Bank Tabungan Negara (BTN). Dana yang didapat dari pemerintah pusat dan lembaga keuangan internasional akan diberikan kepada BTN sebagai perwakilan negara dalam mengelola keuangan dan program itu.
"Nanti BTN yang kelola. Ke depan jika sudah beres, mungkin masyarakat yang mendapatkan rumah tersebut bisa membayar uang cicilan per bulan. Semisal Rp5.000 atau Rp10 ribu. Jumlahnya masih dibicarakan lagi," sambungnya.
Sejauh ini, pemerintah mengatakan sekitar 30% atau 300 ribu rumah sudah dibangun pihak pengembang dan Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) di seluruh Indonesia. Namun, untuk siapa nantinya rumah tersebut masih belum diketahui. "Yang pasti kita sediakan untuk yang paling bawah dulu seperti nelayan, petani, dan buruh," pungkasnya.
Siapkan strategi BTN selaku perusahaan negara yang mengatur program sejuta rumah tersebut menjelaskan pihaknya masih sedang mengatur persoalan pembagian rumah tersebut. Supaya tidak tumpang tindih, nantinya BTN akan terlebih dahulu mengelompokkan sektor-sektor pekerja yang akan mendapatkan prioritas.
"Kita juga sudah mempersiapkan produk untuk mengatur masalah pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR) bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap atau informal, tapi besarannya belum," ungkap Direktur BTN Mansyur S Nasution di Jakarta.
Setelah mengatur masalah KPR, BTN juga meminta pemerintah daerah untuk mengelompokkan sektor-sektor yang akan menerima program pemerintah, seperti kelompok petani, nelayan ataupun buruh. Pengelompokan itu bertujuan agar mempermudah proses pendistribusian rumah kepada yang membutuhkan.
"Kita upayakan mereka berada di sebuah kelompok atau komunitas. Misal kelompok nelayan, kelompok buruh, kelompok petani, ataupun kelompok pekerja nonformal lain. Jadi lebih efisien penyalurannya," paparnya.
Mansyur menjelaskan saat ini pembangunan rumah tersebut sudah berjalan di beberapa daerah di Indonesia. Namun, pembangunan saat ini sedang terfokus untuk kelompok-kelompok yang memiliki penghasilan tetap seperti pegawai negeri sipil karena sudah terdata secara jelas.
"Namun, tetap pengerjaan pembangunan untuk sektor yang nonformal juga sedang direncanakan," sambungnya.
Menurut Mansyur, ada beberapa hambatan terkait dengan pembangunan program tersebut. Salah satunya ialah masalah pembebasan lahan dan jumlah peminat dari rumah tersebut. Terlebih pihak pengembang juga membutuhkan kepastian pembeli rumah tersebut setelah dibangun nantinya.
"Masalah utama memang penyediaan dan pembebasan tanah. Kedua ialah masalah pembeli. Pengembang baru mau bangun jika sudah ada pembeli pastinya," pungkasnya. (Rio/M-5)