Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MEMEGANGNYA berasa seperti mirip dengan kaca pembesar. Memegangnya merasa layaknya detektif yang sedang memecahkan sebuah misteri. Menempatkannya di depan mata berasa seperti pengamat yang sedang meneliti objek dalam usaha mencari sesuatu yang tersembunyi.
Lensa itu bukan terbuat dari kaca, melainkan dari semacam mika merah dengan bentuk lingkaran penuh. Bukan pula berfungsi untuk memperbesar objek amatan, melainkan untuk menemukan rangkaian kata tersembunyi di balik karya visual.
Lensa merah itu punya plastik berwarna merah di tengahnya. Lensa dibingkai dengan kertas yang lebih buram dan tebal. Bentuknya mirip juga dengan kaca, tapi hanya dengan satu kaca.
Apa pun itu, alat tersebut menjadi teropong utama untuk melihat sisi lain dari karya yang tersaji. Tanpa alat bantu pandang itu, yang muncul ialah hiasan spiral dengan warna-warna yang teduh.
Alat itu menjadi hal wajib dalam pameran tunggal Melissa Sunjaya bertajuk Bio Fantasy yang digelar di Galeri Salihara pada 13-28 Agustus 2016. Tentu jika tak ingin melewatkan kesempatan untuk mendapati bentuk lain dari karya visual yang terpampang.
Pameran itu punya tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas warisan Chairil Anwar sebagai sebuah pusaka nasional. Bio Fantasy juga berusaha melanjutkan nilai-nilai yang dimulai Chairil Anwar.
Bio Fantasy memaparkan puisi lengkap Chairil Anwar didampingi dengan 75 karya visual abstrak. Kutipan puisi Chairil Anwar ditulis dengan kaligrafi secara tersembunyi di balik 75 karya visual abstrak tersebut. Itu hanya bisa dibaca melalui lensa merah. Karya visual tersebut ditempel di dinding. Satu per satu karya ditata melingkar hingga hampir membentuk bulatan.
Inilah yang menjadikan pameran itu menarik. Interaksi aktif dari pengunjung dengan lensa merah menjadikan para pengunjung menjadi bagian dari instalasi seni bermakna ganda tentang rasa puisi.
Dinding yang tak ditempeli karya visual juga punya sesuatu untuk dinikmati, yakni karya tulis Melissa Sunjaya. Pameran itu juga merupakan hasil riset Melissa Sunjaya sejak 2014.
Fiksi ilmiah
Pameran dibuka dengan sebuah fiksi ilmiah yang ditulis Melissa Sunjaya berlatar 2942. Cerita itu menyiratkan pesan bahwa manusia dapat merusak lingkungannya dengan mudah apabila mereka tidak mengerti jati dirinya.
Dalam kisah itu, seorang ilmuwan jatuh cinta pada Ayati. Ayati ialah seorang wanita setengah robot yang memiliki keterbukaan jiwa dan sangat mengapresiasi buah karya dan hidup Chairil Anwar. Ayati percaya bahwa transkrip puisi Chairil Anwar memegang peranan yang cukup penting untuk mengubah dunia.
Interaksi keduanya membuahkan hasil. Sang ilmuwan menemukan keberanian dan kemerdekaan pikiran melalui puisi-puisi Chairil Anwar. Sang ilmuwan membuat sejumlah eksperimen biokimia di dalam laboratorium rahasia dengan harapan untuk menemukan serum yang dapat menyelamatkan umat manusia.
Menyimak bentuk artistik pameran ini. Ada suatu hal menarik. Ternyata keindahahan visual pameran ini berawal dari respons atas kondisi lingkungan yang penuh dengan sampah plastik dan sampah komersial. Sampah menjadi inspirasi artistik di belakang proyek Bio Fantasy. Awalnya, ketakutan menjadi seorang mutan akibat kontaminasi plastik. Kerisauan inilah yang mendorong Melissa untuk memvisualisasikan potensi deformasi fisik yang akan dihadapi generasi mendatang.
"Inspirasi artistik di belakang proyek Bio Fantasy sebenarnya berawal dari ketakutan diri menjadi seorang mutan akibat kontaminasi plastik," terangnya.
Melissa juga membawa pesan tentang bahasa. Menurutnya, saat ini, semua orang terhubung dengan alam semesta melalui penggunaan alat komunikasi digital. Sebuah dunia yang amat cepat. Jarak, usia, jenis kelamin, dan status sosial tidak memiliki nilai di dalamnya. Lingkungan menyajikan banyak kemudahan dan kemungkinan tanpa batasan.
"Observasi saya tentang kecenderungan global menyimpulkan bahwa masyarakat modern telah mengadopsi sebuah bahasa sosial baru yang ada di dunia maya," terang Melissa.
Secara singkat, manusia telah melupakan cara berinteraksi secara natural dan tradisional. Manusia tidak lagi menyapa sesamanya dengan senyuman tulus. Budaya dunia maya tanpa sadar memupuk sebuah jenis bahasa unik yang semakin tidak menggunakan empati.
Itulah yang dituangkannya dalam tulisan yang dipajang jelas di sebelah pintu masuk ruang pamer. 'Bahasa adalah faktor terpenting dalam hubungan manusia. Bahasa tanpa emosi bisa mengakhiri peradaban kita', tulisnya.
Layaknya Ayati berdiam dalam berlapis-lapis kehidupan, begitu juga dengan karya Melissa yang punya banyak lapisan tersembunyi. Pameran itu menyajikan cara kontemporer dan pengalaman unik dalam memahami pesan tersirat di balik karya visual Melissa. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved