AGAR TAMU TIDAK SUNGKAN

Dzulfikri Putra Malawi
09/8/2015 00:00
AGAR TAMU TIDAK SUNGKAN
()
DUDUK santai sambil menyeruput kopi adalah dua hal yang cukup membuat orang betah menghabiskan waktu. Dua hal itu pula yang jelas dipahami Riza Marlon kala tamunya datang. Seperti ketika Rabu (29/7), Media Indonesia berkunjung ke kediamannya di Cimanggu, Bogor, Jawa Barat, suguhan kopi segera mendampingi kami sembari santai di pendopo. Berada di sebelah utara bangunan utama rumahnya, pendopo seluas sekitar 15 meter persegi itu dilengkapi dengan beberapa meja dan kursi panjang yang pas untuk berdiskusi dan mengaso.

"Baru bulan Desember tahun lalu pendopo ini jadi. Para tamu dari mahasiswa dan teman-teman pecinta lingkungan serta fotografi sering ngobrol di sini sampai larut malam," ujar sang istri, Wita Marlon. Sebagai fotografer senior spesialis satwa dan alam liar, Riza memang punya segudang teman dari berbagai daerah dan elemen. Sering, mereka datang dan berdiskusi lama. Chacha, begitu sapaan akrab Riza pun mendambakan ruang publik di rumahnya yang asri itu.

Bukan sekadar untuk mengobrol, ruang itu juga ibarat balasan bagi kehangatan yang ia terima kala berkunjung ke berbagai daerah. "Setiap kali saya jalan, tidak sulit untuk tinggal di mana, mereka menjamu saya dan sudah menunggu kedatangan saya," ujar pria berusia 55 tahun itu soal keramahan sahabat dan rekan-rekannya. Desain dan interior pendopo itu sendiri senapas dengan keseluruhan kediaman yang bernuansa natural.

Temboknya dari bata ekspos, sementara perabotnya bermaterial kayu bekas yang sengaja tidak dipelitur ataupun dicat. Karakter 'apa adanya' pun muncul dengan kuat. Di pendopo ini pula Riza mempersilakan tamunya sesantai mungkin. Duduk dengan mengangkat kaki, tidur-tiduran, bahkan buang abu rokok dipersilakan di mana saja. "Asbak tetap saya sediakan, tapi namanya orang merokok gayanya bebas, jadi ya saya biarkan dia buang abu dan puntung sembarangan, tinggal saya bersihin saja nanti," ujar pria berambut panjang itu santai.

Sebuah paviliun dan kamar mandi pun disediakan untuk orang yang datang dari jauh dan harus bermalam. Tidak hanya itu dapur keluarganya pun secara tidak langsung mengakomodasi kebutuhan para tamu. Dapur tersebut berada terpisah di bagian barat bangunan utama. Dapur itu bermodel terbuka, yakni sisi yang menghadap bangunan utama sengaja tidak berdinding.

Vintage
Berbeda dengan dapur rumah kebanyakan yang kerap tidak artistik, dapur keluarga ini layaknya galeri seni. Di dindingnya yang juga terbuat dari bata ekspos tergantung foto-foto karya Riza. Jepretan berbagai binatang itu bersanding dengan tenun-tenun eksotis maupun kerajinan tangan lain dari berbagai daerah. Di sisi lain, Riza mengungkapkan konsep dapur terpisah itu juga demi faktor keamanan.

"Karena saya pakai saluran gas alam, bisa memberi ruang gas jika terjadi kebocoran. Lalu jika kebakaran, tidak menyambar ke bangunan utama. Paling tidak kamera dan arsip foto serta film saya bisa diselamatkan," ungkap pria yang sudah menerbitkan sejumlah buku fotografi itu. Memperkuat kesan kuno, ayah dua anak ini memilih lantai khas Yogyakarta dengan motif tegel cap Kunci. "Dulunya hanya coran semen biasa. Sengaja saya tidak haluskan karena nanti akan dipasangkan ubin. Akhirnya setelah tujuh tahun tinggal, baru bisa pasang ubin," kenangnya.

Beberapa aksesori dan pajangan pun berasal dari berbagai daerah yang merupakan pemberian teman dan kerabatnya. "Penggunaan kayu-kayu tua dan bekas, selain kualitasnya semakin bagus, nilai investasinya juga terus bertambah," tambah Riza

Hemat energi
Di bangunan utama yang berada di sisi timur kediaman itu kesan bersahaja sekaligus unik juga terpancar kuat. Bangunan seluas 100 meter persegi ini memiliki tiga kamar tidur, ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang kerja, ruang keluarga, dan area servis (kamar mandi). Meski relatif tidak luas untuk sebuah rumah, bangunan itu tidak terkesan sumpek karena tinggi bangunan yang mencapai 4 meter.

Selain itu, daun jendela dan pintu juga dibuat besar untuk memaksimalkan cahaya matahari yang masuk. Lampu-lampu yang digunakan pun sengaja dipilih LED. Penggunaan lampu ini adalah cara Riza untuk ikut berhemat energi. "Prinsipnya ialah penghematan agar bisa dimanfaatkan orang lain. PLN sampai saat ini masih kekurangan pasokan untuk daerah-daerah. Kita yang di kota harusnya sadar untuk berhemat. Saya pakai LED dan pipa gas alam memang mahal awalnya, tapi saat konsumsi dan bayarnya jadi hemat juga," ungkap ayah dua anak ini.

Penghematan makin disadarinya karena di sisi lain Riza membutuhkan ruangan khusus penyimpanan alat-alat fotonya. Di ruangan itu pendingin ruangan dinyalakan 24 jam dan suhu dijaga 16 derajat celsius.




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya