SATU per satu karya terpanjang rapi di tembok. Sementara lainnya tergeletak di lantai. Ada semacam pesan tentang kebebasan dan keberanian para peserta pameran. Mereka menyuguhkan karya tanpa batas medium kepada pengunjung.
Gambaran itu terasa dalam pameran bersama bertajuk Perempuan dalam Lingkaran yang digelar di Balai Budaya, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat 31 Juli sampai Jumat 7 Agustus. Sepuluh perempuan menyajikan lukisan dan instalasi. Mereka, antara lain Tuti Nusandari, Maria Giri Pratiwi, Pini Fe, Yunti Tavip, Yvonne De Fretes, Susi Cahyani, Ariana Restu Handari, RA Sekartaji Suminto, Garardika Meitaurisa, dan Pandansari Kusumo. Dari semuanya, hanya Yvonne yang menghadirkan karya instalasi.
Pada pameran ini, kita bisa melihat perasaan para seniman lewat karya. Susi lewat kemampuan mencipta menyajikan karya berjudul Bayangan Semesta (70 cm x 90 cm, 2015). Pada karya itu terlihat seorang gadis sedang merapalkan tangan kanan ke dada. Ia tertunduk di bawah rembulan. Wajahnya sedikit tersipu. Degradasi warna kuning dan biru kehitaman memberikan sentuhan memikat mata.
Begitu pula Yunti. Ia menyajikan objek penari. Ini bisa kita tengok pada karyanya yang berjudul Gambyong ll (70 cm x 90 cm, 2014). ''Saya senang dengan unsur tubuh penari. Kebetulan saya tumbuh dari keluarga seniman sejak kecil. Tari menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup saya,'' ujar Yunti, di sela-sela pameran, Jumat (7/8).
Ibu empat anak ini mengusung gaya ekspresionisme. Ada enam karya ia sajikan pada pameran ini. Bagi alumnus Seni Rupa IKIP Semarang (sekarang; Universitas Negeri Semarang, 1984-1989) itu, melukis sebagai panggilan jiwa. ''Selain melukis, saya juga mengajar privat bagi siswa-siswi di Jakarta,'' ungkap perempuan kelahiran Kudus, 6 Februari 1966, itu.
Memerhatikan pameran ini seakan membawa kita pada ruang keintiman perempuan. Objek-objek yang telanjang pada beberapa karya cukup unik. Itu menunjukkan para peserta ingin menyampaikan pesan feminisme. Perempuan tetap sama sebagaimana laki-laki. Hal itulah yang membuat pameran Perempuan dalam Lingkaran menyoalkan posisi perempuan dalam seni rupa di Indonesia.
Terlepas dari gaya ekspresionisme Yunti, kehadiran pelukis lainnya seperti Pini pun juga cukup menarik perhatian. Ia menghadirkan karya berjudul Happy Atmosphere (145 cm x 90 cm, 2015). Perempuan beretnik Tionghoa itu masih bermain dengan unsur abstrak. Beragam garis memberikan makna tentang tautan pada arsiran. Ini membuat karya Pini terasa berbeda dengan peserta lainnya.
Penuh estetika Tidak hanya itu, Ariana, peserta lainnya, lewat karyanya berjudul The Process (100 cm x 180 cm, 2015) menampilkan objek perempuan yang sedang hamil tua. Begitu pula karya dia lainnya berjudul Pengakuan (120 cm x 140 cm, 2015) yang lekat makna. Judul yang terakhir ini menunjukkan Ariana berani. Ia menyuguhkan ketelanjangan tanpa ragu-ragu dan bersembunyi di balik lukisan.
Keberanian Ariana menampilkan ketelanjangan secara utuh memang patut kita apresiasi. Ia tak sekadar bermain dalam realisme, tetapi kejujuran karya begitu terasa pada karya-karyanya yang sarat akan persoalan tubuh.
Tak dinyana, di era sekarang, perempuan bukan lagi sebagai objek. Mereka masuk objek dan menjadikan objek sebagai cara mereka bicara. Perempuan tak selalu lagi mengikuti arisan atau berbelanja ke pusat belanja modern. Lewat pameran ini, mereka beraksi atas nama estetika.
Kurator pameran Joseph Wiyono dalam kuratorialnya menyatakan tentang perempuan selalu serius, terutama dalam mengerjakan karya. Kaum hawa ini membagikan warna, gaya, dan karakter. ''Ini sah-sah saja saat perempuan berkumpul tak lagi sekadar arisan. Namun, mereka berani berpameran dan menyampaikan pesan,'' papar Joseph. Selain karya lukis, Yvone yang juga berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas swasta, menghadirkan karya instalasi berupa petilan puisi dan sejumlah sepatu. Itu membuat instalasi itu berbeda dengan karya lainnya. Karya itu berjudul A Journey. Pada instalasi itu terlihat patung perempuan berwajah bule yang terlilit kain hitam putih sedang menunduk.
Ada dedaunan kering sebagai penandangan tentang unsur kematian hati atau kemarin jiwa. Instalasi itu memberikan tafsiran tentang kemanusiaan. Ada pencarian tentang keadilan, kesetaraan, dan kesenangan. Kehadiran instalasi sebagai pelengkap karena mayoritas karya berupa lukisan. Salah satu peserta seperti Maria menghadirkan Passion (100 cm x 100 cm, 2015). Maria memiliki gaya pada bentuk oval pada setiap karya.
Lewat pameran bersama kali ini, ada pesan perempuan masih berada dalam lingkaran. Lewat Lingkaran, perempuan mengalami siklus sebagaimana perasaan-perasaan yang mereka sajikan lewat pameran kali ini.
Meski tidak berfokus pada suatu tema, garis besar tentang kehidupan perempuan tersaji jelas pada karya-karyanya yang bernilai seni menggiurkan. Inilah cara perempuan menunjukkan pesan pada zaman. Mereka hadir sebagai satu kesatuan demi nama petualangan dan pengembaraan. (M-6)