Regenerasi Band Progrock

MI/DZULFIKRI PUTRA MALAWI
09/8/2015 00:00
Regenerasi Band Progrock
(DOK. PRIBADI)
ERA Sharkmove dan Giant Step yang digawangi Benny Soebardja disebut-sebut sebagai tonggak awal kelahiran musik rock progresif di Indonesia. Album Sharkmove bertajuk Gede Chokra's yang dirilis pada 1973 cukup mendapat sambutan positif pada masanya. Masa ketika Yes, Genesis, Pink Floyd, ELP (Emerson, Lake, & Palmer), King Crimson, Kansas, hingga Jethro Tull begitu diminati penikmat musik di dunia.

Sharkmove dan Giant Step mampu menggabungkan aroma pop yang berpadu serasi dengan permainan piano, hentakan drum yang secara signifikan ketukannya membingungkan dengan erangan gitar, hingga nuansa Sunda dalam salah satu lagu di album ketiga Giant Step, Kukuh nan Teguh. Itu komposisi progresif khas Indonesia. "Kami ingin bereksperimen bahwa musik tradisional bisa menjadi unsur musik progresif," kata Benny kepada Media Indonesia, Selasa (8/4).

Bahkan Gede Chokra's pernah dirilis ulang oleh label Jerman, Shadoks Music, pada 2007 dan oleh Rockpod Record ke Amerika, Eropa, Asia, dan Australia sebanyak 700 keping piringan hitam. Selain itu, karya-karya Benny dirilis ulang dalam format dobel CD bertajuk The Lizard Years oleh label asal Kanada, Stawberry Rain, pada Juni 2012 lalu.

Pada era tersebut juga ada Guruh Gypsy yang beranggotakan Guruh Soekarno Putra (piano, gamelan), Keenan Nasution (drum, vokal), Chrisye (vokal, bas), Roni Harahap (piano, kibor), Oding Nasution (gitar), dan Abadi Soesman (synthesizer).

Memasuki era 2000-an, Indonesia Maharddika, sebuah proyek album progresif yang digagas Mohamad Kadri (Kadri Jimo), dirilis Agustus tahun lalu. Musisi solo lintas generasi, seperti Andy Rif (vokalis), Once Mekel (vokalis), Marcell (vokalis), Iwan Hasan (gitaris), Keenan Nasution (drumer), Indra Lesmana (keyboardist), dan mantan personel Yes, Rick Wakeman (keyboardist), turut berkolaborasi bersama sejumlah band seperti Cockpit, The Miracle, Kadri Jimmo, Discus, Van Java, Imanissimo, Vantasma, Atmosfera, dan In Memoriam.

Band kampus
Lalu pada era itu pula tepatnya pada 2010, Reza Ryan, 34 (gitar), Alfiah Akbar, 32 (drum), dan Adi Wijaya, 27 (keyboardist) melanggengkan tujuan bermusik mereka pada sebuah wadah grup musik bernama I Know You Well Miss Clara. Mereka tergabung dari satu kampus yang sama di ISI Yogyakarta yang gemar musik progresif.

Tak lama terbentuk, mereka bertemu dengan pemilik Moonjune Records, Leonardo Pavkovic. Akhirnya pada 2011 mereka mulai bersepakat untuk bergabung dengan label yang berbasis di New York, Amerika, itu. Kemudian mereka merilis album bertajuk Chapter One yang berisi tujuh lagu pada 2013.

"Waktu itu personelnya masih berempat. Album tersebut dirilis Moonjune di Amerika, Jepang, dan Eropa. Direkam hanya dalam waktu 18 jam. Rekaman di Yogyakarta, mixing dan mastering di Digital Music University, Surabaya," ungkap Reza kepada Media Indonesia saat mereka manggung di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Album instrumental bergenre progresif itu dicetak sebanyak 1.500 keping untuk pasar internasional. Sementara itu, di dalam negeri hanya 350 keping saja dan diproduksi Demajors.

Bagi mereka, progresif identik dengan skill. "Sebaiknya kita belajar musik secara matang, tapi ketika bermain lepaskan saja. Yang terpenting ilmu musiknya diserap dahulu. Saya menyebutnya sebagai sifat, bukan genre. Kami tidak memainkan pola yang sudah umum, kami coba kembangkan pola baru," jelas Reza.

Karya-karya tersebut merupakan deskripsi kehidupan. Mereka coba menganalogikan dari deskripsi musiknya dan nuansanya seperti apa, semisal lagu Dangerous Kitchen yang ditafsirkan seolah menggabungkan ruang produksi yang menantang mereka untuk berkarya.

Tahun ini mereka diundang dua negara. Salah satunya ke Amerika Serikat. "Agustus  ke Seatle untuk Sea Prog Fest,'' ujar Reza. (M-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya