Awasi Sang Buah Hati

MI/SITI RETNO WULANDARI
02/8/2015 00:00
Awasi Sang Buah Hati
(MI/PANCA SYURKANI)
SENDI terasa kaku, jantung berdegup cepat, dan tangisan ialah hal-hal yang tidak disadari Poppy Intan, 26, begitu mengetahui anaknya dan sang pengasuh hilang dari pandangannya. Sekitar 45 menit, Poppy meninggalkan anak dan sang pengasuh untuk mencari kebutuhan dirinya. Sebelum meninggalkan, ia berpesan kepada sang pengasuh agar tetap di lokasi tersebut sampai dirinya kembali. Pergi berbelanja atau ke pusat perbelanjaan dengan anak dan pengasuh bukan kali pertama bagi Poppy. Karena itu, ia pun tak punya perasaan macam-macam ketika meninggalkan mereka berdua. Begitu kembali, Poppy tak lagi mendapati keduanya.

Dengan sigap, ia berlari ke pusat informasi dan meminta tolong agar disiarkan berita kehilangan sang anak dan pengasuhnya. Ia menanti 20 menit pun tak ada hasil. Ia lantas teringat kegemaran sang anak, Gauri Tan, yang kerap meminta main di salah satu pusat permainan. Benar saja, begitu tiba di tempat kesukaan Gauri, Poppy langsung melihat stroller anaknya ditaruh di depan pintu masuk Timezone.

"Mbak-nya (pengasuh) itu pintar karena aku tahu tempat favoritnya Gau, jadi dia tinggalkan stroller di pintu masuk supaya aku bisa langsung lihat. Sempat nangis-nangis meskipun tahu Gau akan aman, pas udah lihat mukanya, nyaman banget," jelasnya sembari tersenyum, Jumat (31/7).

Poppy tak mau sembarang memilih pengasuh. Poppy mengaku tidak bisa meninggalkan Gauri di hari liburnya. Pasalnya, saat itu ialah waktunya untuk menjalin kedekatan dengan sang anak. Sementara itu, di hari lain ia sibuk bekerja. Kini, Poppy selalu membekali pengasuh untuk mengingat lokasi parkir kendaraan miliknya dan lapor ke meja petugas pusat informasi apabila kejadian serupa terulang. Namun, sebisa mungkin ia akan terus menjaga dan tak melepas putranya begitu saja. "Yang paling penting, ponsel jangan sampai tertinggal sehingga kalau terpisah mudah untuk melacak," ungkapnya.

Anak Aktif
Kejadian terpisah juga dialami Lisa, bukan namanya sebenarnya, yang bermula ketika sedang menyusui anak keduanya sembari menghadap ke tembok di salah satu toko penjual kebutuhan bayi. Tak hanya menyusui, Lisa juga sembari memilih car seat. Ketika selesai, ia mencari sang suami. Ia lantas kaget begitu mendapati sang suami yang tidak bersama anak pertamanya. Lisa berpikir anak bersama bapaknya, sementara sang suami berpikir anak bersama ibunya.

"Saya panik, kebingungan karena ITC Cempaka Mas itu kan besar sekali. Sempat ada pikiran negatif, takut anak diculik. Sekitar satu jam kami mencari ke sana kemari hingga ada pengumuman dari pusat informasi dan itu jaraknya sudah 2 Km dari tempat kami semula," cerita Lisa sembari menghela napas. Sang anak yang saat itu masih berusia 2,5 tahun bercerita, dirinya ditolong seorang perempuan ketika menangis dan dibawa ke pusat informasi. Ia pun segera menyebut nama kedua orangtuanya dan alamat mereka tinggal.

Sang anak memang tergolong aktif, ia kerap berlari jika melihat hal yang disukainya sehingga tidak sadar sudah terpisah dengan orangtuanya. Kejadian itu pun terulang saat di pusat perbelanjaan kawasan Pondok Indah. Entah bagaimana genggaman sang anak lepas dari suaminya ketika turun melalui eskalator. Sampai di bawah, sang suami tersadar anaknya sudah tidak bersamanya. Sang suami segera mendatangi setiap sekuriti dan pusat informasi agar tidak membiarkan anak dengan ciri-ciri yang disebutkan tidak keluar dari area pusat perbelanjaan.

Lisa yang kebetulan tak ikut segera menelepon sang suami karena dirasa mereka berdua pergi sudah lama sekali. Namun, telepon Lisa tak digubris sang suami yang sedang panik. Ia memang tidak memiliki pikiran negatif. Baru setelah mereka berdua tiba di rumah, sang suami bercerita tentang kehilangan.

"Enggak berani angkat telepon, itu lumayan lama mbak nyarinya, sekitar 45 menit baru ketemu anaknya lagi baca buku di Toys Kingdom. Wah, jadi pelajaran sekali untuk kami supaya tidak asyik dengan diri sendiri, tetapi juga harus memerhatikan anak. Kalau mau pergi, sebisa mungkin perhatian harus lebih besar ke anak jangan ke kegiatan kita berbelanja," kata Lisa.

Beri pengajaran
Tak ada orangtua yang ingin terpisah dari anak. Kepanikan akan mudah menyerang yang berbuntut pada tangisan dan kondisi badan yang lemas jika itu terjadi. Psikolog Anak, Anita Chandra, menyarankan agar kepanikan karena kehilangan jangan sampai berlebihan ditunjukkan kepada anak agar tidak menyebabkan trauma. Anita menyebut, kedua belah pihak pasti merasa panik. Namun, sebisa mungkin ditanggapi secara baik oleh orangtua sehingga anak bisa belajar dari kejadian tersebut.

Tunjukkan kalau orangtua merasa kehilangan, tetapi jangan sampai membuat anak malah tertekan dan trauma karena reaksi orangtua. "Ceritakan kalau orangtua kehilangan, beri nasihat kepada anak, pembelajaran dari kasus tersebut. Nangis boleh, tetapi dalam konteks yang wajar sehingga terpisah atau kehilangan menjadi tanggung jawab bersama, diajari tanggung jawab. Setiap anak itu berbeda ya, ada yang memang aktif sekali, enggak bisa diam, ada yang diam dan tak mau lepas dari genggaman orangtua," tutur Anita.

Yang seharusnya lebih diperhatikan, semisal sedang berada di pusat perbelanjaan, jangan sampai lengah dan lupa akan posisi sang anak. Beberapa area di pusat perbelanjaan banyak yang berbahaya bagi anak-anak, seperti tangga eskalator dan ruang elevator (lift). Hal itulah yang penting sekali untuk diawasi. (M-4).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya