SUARA pantulan bola dan derap kaki nyaris terdengar terus tanpa henti. Di balik kaca, tampak dua orang melangkah cepat dalam ruang kotak tersebut. Mereka mengejar ke mana pun bola karet mengarah.
Dengan menggunakan raket, bola karet berdiameter 4 cm itu dipukul. Meski sepintas tampak seperti tenis lapangan, yang mereka lakukan sebenarnya sama sekali lain. Bola yang digunakan lebih kecil daripada bola tenis dan tanpa lapisan bulu di luarnya, begitu pun dengan ukuran raketnya lebih kecil.
Net yang ada dalam permainan tenis lapangan sebagaimana badminton juga tidak ada, digantikan dinding yang ditandai dengan tiga garis pembatas. Itulah squash, olahraga yang ada sejak abad ke-19, di London, Inggris.
Menurut Setyo Purwanto, seorang pelatih squash, arah pantulan dan kecepatan bola squash bergantung pada teknik pukulan. Saat ditemui Senin (13/7) malam ketika tengah melatih di Lapangan Squash Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, dia menjelaskan arah putaran bola otomatis berubah ketika memantul ke dinding.
Lantai kayu yang menjadi alas dalam lapangan squash juga lumayan meredam pantulan bola karet. Sejatinya, lantai kayu itu juga berfungsi sebagai peredam getaran yang mengurangi risiko cedera lutut dan persendian pemainnya. Squash memang menuntut kecepatan dan ketangkasan.
Risiko cedera juga makin terbuka karena kedua pemain berada di lapangan yang sama. Itu berbeda dengan tenis di saat kedua pemain berada di bidang berbeda yang dipisahkan net.
Gerakan mengayun raket yang berisiko mencederai lawan saat sedang berada di depan bisa dianggap sebagai pelanggaran. Makanya, olahraga ini tidak hanya mengandalkan otot, tetapi juga otak.
Sebelum ke dinding bagian depan, pemain juga boleh memantulkan bola ke dinding sisi kanan, kiri, atau kaca belakang terlebih dulu. Namun, bola harus memantul ke dinding depan sekali sebelum dikejar lawan dan hanya boleh mengenai dasar lapangan sekali.
Bila pemain gagal mengembalikan pantulan bola setelah mengenai dinding depan, bola mati dan menambah poin bagi lawannya. "Ibaratnya bola tidak pernah mati, harus dikejar bukan ditunggu seperti dalam tenis," cetus Setyo.
Ruang bermain squash boleh tampak kecil, yakni hanya 6,4 m x 9,75 m, tapi nyatanya energi yang terkuras tiap bermain tidaklah sedikit. Hal itu diakui Siti Jubaedah, 22, yang sejak 2010 menggeluti olahraga tersebut.
Meski sebelumnya perempuan itu seorang atlet bulu tangkis, dia mengaku squash lebih menguras tenaganya. "Lebih capek di squash karena bola ke mana saja harus dikejar," akunya.
Begitu pula dengan Andreas, 20, mahasiswa yang sebelumnya terbiasa bermain voli. Karena mobilitas dalam permainan squash lebih tinggi, dia lebih cepat lelah dalam bermain squash ketimbang voli.
Setyo menjelaskan kalori yang dibakar saat bermain squash memang lebih besar daripada tenis lapangan ataupun bulu tangkis. "Berbeda dengan joging yang perlu waktu panjang untuk bakar kalori, dalam squash yang serius bisa membakar 500 kalori dalam permainan 5 menit," lanjutnya.
Tak mengherankan jika banyak yang memilih olahraga ini untuk program penurunan berat badan. Squash juga melatih otot perut, bisep, dan trisep di lengan, juga quadriceps di paha. Beberapa latihan fisik yang bisa menunjang permainan squash ialah latihan angkat beban, fleksibilitas, kelincahan, dan keseimbangan.
Olahraga mahal? Banyak yang mengira bahwa squash terbilang olahraga mahal. Anggapan tersebut tidak terlepas dari banyaknya pemain dari kalangan ekspatriat. Lapangan squash juga banyak tersedia di hotel dan apartemen lantaran ekspatriat banyak tinggal di sana.
Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Siti Jubaedah menjelaskan harga perlengkapan squash sangat variatif dan bisa disesuaikan dengan kantong masing-masing.
"Saya saja dulu saat memulai beli raket yang harganya Rp300 ribu saja," kata dia mencontohkan. Begitu pula dengan sepatu squash, tidak perlu langsung memaksa diri beli yang mahal. Demi mengurangi risiko cedera, jenis sepatu yang dibutuhkan dalam olahraga ini ialah yang alasnya berbahan karet mentah hingga tidak licin di lapangan. Warna alasnya juga dilarang hitam agar tidak berbekas di lantai kayu.
Di Lapangan Squash GBK Senayan, biaya sewa lapangan Rp100 ribu/jam. Bila bermain beramai-ramai, ongkos sewa itu bisa dibagi bersama. Meski dalam pertandingan resmi permainan squash dilakukan dua orang saja, untuk permainan dan sekadar olahraga, banyak yang bermain ramai-ramai bahkan hingga lima orang. Makin ramai semakin seru dan murah, kan? Sederet selebritas Tanah Air juga gemar berlatih squash, termasuk di antaranya penyanyi Raissa. (M-3)