Bukan hanya Betawi

17/7/2016 12:15
Bukan hanya Betawi
(Suasana salah satu sudut perkampungan yang tersisadi kawasan Menteng Atas, Jakarta--MI/RAMDANI)

JIKA ada yang menjual, pasti ada yang membeli. Begitulah hukum pasar, tidak ada batasan suku ataupun wilayah.

Jual beli tanah di Jakarta pun demikian, seperti M Ridwan Boim yang dulu tinggal di Cengkareng, Jakara Barat. Wakil Sekjen Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi itu pindah ke Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 2006.

"Saya aslinya Cengkareng. Sekarang saya tinggal di Kecamatan Tanjung Priok," terang pria yang akrab disapa Boim itu.

Alasan pekerjaan dan mendekat ke keluarga istri yang berasal dari daerah itu menjadi keputusannya pindah. "Kerjaannya juga biar lebih dekat," tegas pria yang berprofesi sebagai konsultan event organizer dan transportasi itu.

Sejak tinggal di Tanjung Priok, Boim tidak serta-merta membeli rumah langsung. Butuh waktu sekitar empat tahun bagi Boim untuk bisa memiliki tempat berlindung.

"Kalau beli ini sih sekitar 2010. Dulu masih Rp250 juta, tapi tanpa sertifikat. Jadi sertifikatin sendiri," ujarnya.

Sayangnya, Boim mengaku hanya sedikit warga Betawi yang tinggal di wilayah Tanjung Priok.

"Komunitas Betawi hampir minim, kebanyakan pendatang," terangnya.

Meski demikian, menurutnya, saat ini masih banyak komunitas Betawi yang bermukim di Jakarta. Jakarta Barat, misalnya, banyak warga Betawi mendiami kawasan Cengkareng, Kalideres, dan Kebon Jeruk.

Di Jakarta Selatan, komunitas Betawi banyak terdapat di Mampang Prapatan, Jagakarsa, dan Pasar Minggu. Masyarakat Betawi juga banyak ditemui di Jakarta Timur, yakni di daerah Cakung, Ciracas, dan Kramat Jati. Di Jakarta Utara, orang Betawi berada di Cilincing dan Pademangan.

Saat ini jumlah tersebut memang banyak berkurang jika dibandingkan dengan dahulu. Banyak di antara warga Betawi yang pindah ke daerah sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Depok, Cileungsi, Bogor, dan Tangerang.

"Memang posisi hari ini lebih banyak yang minggir," lanjutnya.

Tersisih
Sosiolog Universitas Musni Umar Husni Umar menyatakan sangat prihatin dengan warga Betawi yang semakin lama semakin habis. Mereka tergusur dari Jakarta akibat tidak mampu bersaing.

Petanyaannya ialah mengapa ini terjadi? Sebenarnya bukan orang Betawi saja yang mengalami nasib seperti itu. Hampir semua suku yang hidup di provinsi atau kabupaten mengalami hal seperti itu juga. Mereka akhirnya tersisih dengan adanya pendatang. Menurutnya, mereka dininabobokan dengan kehidupan mereka yang serbamudah.

"Mereka penduduk asli. Mereka punya tanah. Setelah orangtua mereka meninggal, warisan yang ada itu dibagi," tegasnya.

Tidak semua warga Betawi mengalami masalah serupa. Banyak juga yang berhasil menduduki pucuk pemerintahan. Namun, jumlahnya terbilang sedikit.

"Kalaupun ada orang-orang di Jakarta yang bekerja di pemerintahan, itu hanya elitenya. Masyarakat jelatanya itu tidak mendapat," tegasnya.

Masalah itu bukan tanpa solusi. Pokok persoalan yang dihadapi warga Betawi ialah pendidikan. Pendidikan bakal bisa mengubah pola berpikir. Pendidikan bisa membuat mereka bangkit dan maju.

Namun, jika kondisi ini diteruskan, yakni mereka bersaing tanpa ada yang membina, itu akan sangat berbahaya.

"Cara untuk memajukan orang Betawi itu satu saja. Dirikan komisi beasiswa di Jakarta. Beasiswa itu diberikan kepada orang-orang marginal di Jakarta," lanjutnya.

"Gimana mau maju kalau enggak ada pendidikan?" pungkasnya. (Zuq/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya