Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
RUMAH itu persis di depan taman di kawasan Senopati, bersebelahan dengan kawasan pusat bisnis elite di Jakarta Selatan.
Beberapa waktu menunggu setelah bel ditekan, seorang perempuan keluar menyapa. Ia bertanya keperluan berkunjung ke rumah itu. Setelah mendengar maksud dan tujuan, ia kembali masuk.
Melonggok ke dalam pagar, tampak taman asri menghias sudut depan rumah. Taman itu berbagi ruang dengan teras yang difungsikan sebagai garasi. Ada sebuah meja dan tiga kursi melinggkar di teras depan rumah.
Tak berapa lama pria paruh baya muncul dari balik pintu. Ia mengenakan celana kain hitam dipadu dengan baju koko putih serta peci kain berwarna putih. Lelaki itu bernama HM Jailani Arifin, 63, salah satu dari warga Betawi yang bertahan di kawasan Senopati, Kecamatan Kebayoran, Jakarta Selatan.
Dahulu, wilayah itu dikenal dengan Kampung Pecandran sebelum berubah menjadi kawasan perumahan elite. Bila dulu berupa hutan nan hijau, kawasan itu kini menjadi hutan tembok dengan berbagai gedung menjulang tinggi. Ia masih mengingat saat ia masih kecil, kawasan itu dikenal dengan ketupat sayur.
"Di sini kan namanya Kampung Pecandran. Saya lahir di sini, di rumah ini,"ujar pria yang akrab dipanggil dengan nama Haji Amat itu.
Dahulu banyak warga Betawi tinggal di kawasan itu. Sayangnya, sekarang hanya sedikit yang bertahan. Sebagian besar dari mereka pindah ke wilayah perbatasan Jakarta dan Depok, yakni Pasar Minggu dan Jagakarsa. "Yang masih bertahan, ya, kayak saya ini," ujarnya.
Rumah yang ditempatinya pun warisan dari sang ayah. "Ini rumah dibeli bapak saya dengan cara dicicil," terang pria yang juga menjabat ketua RW 03 Kelurahan Selong itu.
Bertahan di kawasan itu bukan perkara mudah. Saat pembangunan kawasan bisnis itu, Haji Amat mengaku ayahnya dan warga sekitar menerima intimidasi. Meski ia tidak ingat tekanan yang dihadapi karena sedang berada di luar Jakarta, akhirnya banyak warga melepas tanah mereka dan pindah ke kawasan lain (lihat grafik).
Bila Haji Amat masih bertahan, ada sebagian yang terpaksa pindah ke kawasan pinggir Jakarta. Alasan kepindahan masyarakat Betawi, kata Wakil Sekjen Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi M Ridwan Boim, karena penggusuran dan pembangunan.
"Kalau saya di wilayah barat, ada yang karena penggusuran, ada juga yang karena pembangunan," jelasnya.
Ketika suatu kawasan dibangun, itu akan diikuti semacam perubahan lingkungan dan lainnya, misalnya akses yang biasa dilewati tiba-tiba tidak bisa dilewati lagi.
"Kalau kanan-kiri sudah dijual, ya, mau enggak mau. Enggak mungkin juga bertahan satu dua rumah. Bisa-bisa akses fasilitas tertutup nanti," pungkas pria yang akrab disapa Boim itu.
Perkawinan
Ia pun menegaskan saat ini masyarakat Betawi sudah bercampur dengan masyarakat lain sehingga hampir tidak mungkin untuk memilah antara masyarakat Betawi dan bukan Betawi. Perkawinan menjadi pintu pembauran tersebut. Menurutnya, masyarakat Betawi bersifat terbuka terhadap siapa pun dan dari golongan apa pun.
"Yang Betawi asli di daerah ini sudah hampir enggak ada. Semua sudah modern. Jadi kita sudah bercampur baur," tegasnya.
Itu seperti dalam penelitian Jearboek van Batavia yang menggambarkan masyarakat Betawi ialah hasil percampuran dari berbagai latar belakang tetapi bersifat menyatu. Semula penduduk pribumi terdiri dari suku Sunda, tetapi lama-kelamaan bercampur dengan suku-suku dari pulau lain semisal Melayu, Bugis, Ambon, Manado, dan Timor. Kaum lelakinya menikahi perempuan setempat baik untuk waktu lama maupun pendek. Juga orang Eropa, Tiongkok, Arab, Jepang, dan sebagainya menyukai perempuan-perempuan pribumi. Itu sebagaimana tertulis dalam portal resmi Provinsi DKI Jakarta.
Menurut budayawan Betawi Ridwan Saidi, komunitas Betawi masih banyak di Jakarta. Sebagian besar dari mereka berdiam di Tanah Abang, Pecenongan, Salemba, Karang Anyar, dan Johar. Mereka tidak terpengaruh oleh pembangunan Jakarta. "Emang ini kampung kite, mau bertahan ke mane," tegasnya.
Ridwan juga menambahkan, ketika ada rumah warga Betawi dijual, itu urusan personal setiap warga. Menurutnya, rata-ata itu disebabkan alasan perkawinan yakni mengikuti pasangan.
"Ya itu kebanyakan karena rumah lama tidak ada penghuninya lagi. Pada keluar. Kawin keluar. Kawin keluar," terangnya.
Bahkan ia mengaku juga menjual rumahnya. Penjualan itu disebabkan rumah itu tidak ada yang menempati. "Saya juga orang yang termasuk jual rumah. Karena enggak ada yang tinggal. Kita jual, pecah waris, sudah. Yang mau tinggal di situ siapa," pungkasnya.
Zona
Terkait dengan pola sebaran, Boim mengungkapkan biasanya komunitas Betawi akan mengikuti tempat saudara mereka tinggal. Biasanya tempat tersebut tidak terlalu jauh dari tempat asal. Semisal komunitas Betawi yang berdiam di Jakarta Timur, banyak di antara mereka punya kerabat di Bekasi sehingga mereka pun memilih Bekasi sebagai tempat bermukim baru.
Begitu pula dengan mereka yang berada di Jakarta Selatan biasanya berpindah ke Depok, sedangkan dari daerah Cengkareng biasanya pindah ke Tangerang. "Enggak terlalu jauh gitu, lo. Jadi memang berdasarkan zona teritorial," terangnya. (M-4)
miweekend@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved