Konversi Kilometer ke Dana Sosial

Fario Untung Tanu
17/7/2016 08:30
Konversi Kilometer ke Dana Sosial
(FOTO-FOTO: DOK. INDORUNNERS)

KECINTAAN Riyatno, 35, akan olahraga lari terasa hambar bila semata mengikuti berbagai ajang lomba lari. Kini lari tidak hanya olahraga, tapi juga sesuatu yang lebih berharga.

Berawal dari hobi lari yang digelutinya sejak 2012, pria yang akrab disapa Enos itu mengaku ingin mencari sesuatu yang berbeda dan berguna bagi banyak orang melalui hobinya. Pencariannya terjawab di 2013 saat mengikuti acara lari yang beda dari yang lain. Bila biasanya event lari memperebutkan medali, saat itu dirinya mendapatkan informasi mengenai event lari yang justru bisa menyumbangkan sesuatu bagi orang lain yang membutuhkan.

“Awalnya saya hanya suka ikut berbagai lomba dan event lari. Awalnya itu di 2012 ketika saya mengikuti Nusantara Run kedua di Bogor dan Nusantara Run ketiga di Bandung,” ungkap Enos kepada Media Indonesia di Jakarta, Rabu (13/7).

Di tahun itu, ia mendapatkan informasi dari teman-teman pecinta olahraga lari ada program lari yang berbeda. Program itu bernama Lari untuk Amal Sosial (LUAS), di saat pelari mengumpulkan jumlah kilometer yang nantinya dikonversikan ke uang yang digunakan untuk donasi.

“Barulah di 2013, saya mengikuti program LUAS ini karena kebetulan ada teman saya yang menjadi inisiator terbentuknya program ini,” jelas Enos.

“Nantinya setelah ditukarkan ke dalam bentuk uang, baru nanti uang tersebut akan disumbangkan bagi orang-orang yang membutuhkan. Jadi sudah berapa kilometer kita berlari, jumlah itulah yang nantinya akan ditukarkan ke dalam bentuk uang,” paparnya.

Kala itu, ia sempat berlari sendiri di tengah malam hanya untuk me­ngumpulkan kilometer. “Saya pernah berlari malam hari, sendirian dan itu pukul 23.00 demi mengejar posisi klasemen dalam mengumpulkan kilometer. Eh saat berlari itu malah dikira sedang mengejar maling,” kenangnya.

Enos mengaku bangga hobinya bisa membantu sesama. Apalagi banyak orang yang peduli dan ikut serta dalam program yang unik itu. “Ini luar biasa karena saya sering berlari bersama dengan teman-teman saya lalu me­rekamnya dan mengonversi jarak tempuh lari saya ke dalam bentuk uang. Jadi hobi saya itu bisa membantu orang banyak,” tambahnya.

Sosial
Lari kerap dianggap sebagai olahraga individual untuk kesehatan pribadi semata. Seiring dengan waktu pandangan itu berubah dan banyak kalangan menjadikan kegiatan lari untuk saling membantu sesama.

Inisiator LUAS, yakni Holip Soekawan, mengatakan di 2012 dirinya mengikuti acara Bali Marathon yang bertujuan menggalang dana untuk membangun beberapa perpustakaan anak-anak di daerah.

“Saat itu saya berpikir, bila saya seorang diri bisa mendapatkan hikmah yang cukup besar dari berbagai sisi, hanya karena saya berlari, bagaimana bila ini dilakukan dalam skala yang lebih besar dan melibatkan banyak pelari,” ujar Holip yang juga salah satu pelari Indorunners.

Agar program sosial memiliki dampak yang signifikan perlu dukungan dunia korporasi, baik perusahaan lokal maupun multinasional. Yang diperlukan ialah konsep public private partnership yang saling menguntungkan.

Public adalah masyarakat dan private adalah para korporasi. Korporasi membutuhkan exposure dan program CSR yang efektif, sedangkan masyarakat membutuhkan insentif untuk terus berlari secara reguler.

Holip menilai ada dua komponen LUAS terwujud. Pertama ialah keberadaan gerakan lari dengan skala nasional dan kedua ialah teknologi karena korporasi perlu bukti nyata untuk ikut melakukan sesuatu yang positif dan masif.

“Dalam hal ini bisa terlaksanakan dengan aplikasi dunia maya, yang bisa mencatat jejak rekam para pelari dan menjumlahkan kilometer secara kumulatif, sebagai bukti keringat masyarakat yang berlari untuk tujuan amal sosial tersebut,” bebernya.

Holip menjelaskan program LUAS dibuat untuk mengajak masyarakat mulai dan tetap berlari. Semakin banyak orang yang diajak olahraga lari dan setiap tetesan keringat mereka bisa menghasilkan sesuatu yang berguna.

“Ibarat seperti buy 1 get 1, selain bisa untuk beli kesehatan fisik dan jiwa sendiri, ternyata juga bisa ditukarkan dengan dana amal sosial untuk orang lain. Hebatnya sekarang sudah ada 2.500 pelari yang aktif menyumbangkan keringatnya itu,” terangnya.

Sejak 2012 sampai 2016 LUAS telah menjalin kerja sama dengan tiga perusahaan yang telah go-public dan menukarkan 4,5 juta kilometer lari dengan Rp4,5 miliar yang 100% diserahkan ke tujuan amal sosial, di antaranya pembangunan Rumah Singgah di pinggir Jakarta, sumbang­an pembangunan rumah sakit di Palangkaraya, dan dana untuk beasiswa kepada 1.000 murid SMA.

“Di tahap yang sedang berjalan saat ini, kami sedang mengumpulkan 2 juta kilometer lari untuk ditukar dengan 100 beasiswa mahasiswa baru untuk Indonesia, senilai Rp6 miliar,” pungkasnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya