Keindahan Manuskrip Islam di Leiden

Abdillah M Marzuqi
17/7/2016 08:05
Keindahan Manuskrip Islam di Leiden
(MI/Abdillah M Marzuqi)

BAGAIMANA sensasi membaca buku yang menempel di dinding? Atau bagaimana sensasi membaca buku seukuran lukisan dengan lebar sekira lebih dari setengah meter?

Memasuki ruang pamer, din­ding bersih itu tak lagi didapati. Ada beragam koleksi lembar buku yang bergantung pada tembok. Lembar itu tidak dalam bentuk kertas berukuran layaknya sebuah buku, tetapi dalam pem­besaran sampai 1 meter.

Lembar tersebut kemudian dilapisi dengan bahan bening mirip mika sehingga bisa dilihat jelas terbaca isi di dalamnya. Itulah yang didapati ketika mengunjungi pameran bertajuk Keindahan Timur dalam Reproduksi: Seni Buku Islam dari Koleksi Leiden di Erasmus Huis Jakarta. Pameran itu dihelat pada 15 Juni–31 Juli 2016 lalu.

Tiga tahun lalu, 2013, Universitas Leiden merayakan 400 tahun Studi Bahasa Oriental dan Budaya (Study of Oriental Languages and Cultures) sejak pertama didirikan pada 1613.

Saat ini, Universitas Lei­den mempunyai sekitar 4.000 manuskrip Arab, selain 2.000 naskah dalam bahasa Persia dan Turki Ottoman. Beberapa naskah dan manuskrip yang terpilih lalu direproduksi dan dipamerkan di Erasmus Huis, Jakarta.

Pada pameran itu, kekayaan seni dekoratif dalam setiap manuskrip dapat dinikmati. Tentunya tanpa harus mengunjungi Universitas Leiden di Belanda. Keindahan manuskrip Islam sebagian besar terletak pada seni kaligrafi, miniatur, dan iluminasi (pencahayaan). Ketiga unsur utama itu juga ditemukan pada manuskrip Islam dalam Koleksi Istimewa Universitas Leiden.

“Elemen-elemen ini memperlihatkan kesatuan dan keragaman pola dekoratif di dunia Islam,” begitu yang termaktub dalam pengantar pameran.

Kaligrafi Alquran
Beberapa koleksi yang bisa dinikmati di antaranya kaligrafi Alquran. Kaligrafi mempunyai status tinggi dalam seni Islam. Sebab seni tulis itu terkait dengan kebutuhan untuk menuliskan setiap ayat dalam Alquran.

Pada pameran ini diperlihatkan Alquran yang ditulis dengan skrip khat kufi yang banyak dipakai pada abad ke-7. Gaya itu punya pola bujur sangkar dan bersudut.

Selain untuk kaligrafi Alquran, gaya itu populer untuk pra­sasti pada bangunan monumental, koin, dan artefak kecil. Pada abad ke-10, perkamen salinan Alquran diganti dengan kertas yang jauh lebih murah.

Kaligrafi dibuat dengan tinta khusus dari jelaga atau karbon yang dicampur dengan gusi tanaman atau minyak, sedangkan alat tulisnya menggunakan pena dari buluh yang diiris.

Selain kaligrafi Alquran, masih ada beberapa koleksi lain yang punya tema berbeda, di antaranya Mekkah yang Diberkati dan Madinah yang Panas (Mecca the Blessed and Medina the Radiant). Beberapa naskah pada bagian itu menunjukkan gambaran populer Mekkah dan Madinah pada masa lalu.

Masih ada tema tentang Seni Pengetahuan (The Art of Science). Teks-teks Arab paling awal banyak diisi soal pengetahuan ilmiah. Berbagai topik digambarkan, misalnya botani, geografi, astronomi, matematika, obat hewan, praktik militer, dan filsafat.

Ketertarikan pada ilmu pegetahuan dalam dunia Islam bisa ditilik dari Khalifah al-Mansur (714-775 M) yang membangun perpustakaan besar di Baghdad. Selanjutnya Khalifah al-Makmun (786-833 M) yang banyak melakukan penerjemahan teks pengetahuan dari Yunani.

Selain itu, masih ada beberapa bagian lagi, yakni Menggambar untuk Hobi (Drawing for Pleasure), dan Dunia Ornamen (A World of Ornament). (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya