Kathmandu Menyirat Asa

Briyan B Hendro K
17/7/2016 07:00
Kathmandu Menyirat Asa
(Warga bersantai di depan Gedung Gaddi Baithak, Durbar Square, yang sedang direnovasi---Foto-foto: MI/Briyan B Hendro K)

"RICKSHAW, Sir? This is cheaper,” bujuk pria paruh baya kepada saya menawarkan jasa angkutan sejenis becak di salah satu persimpangan Thamel Street, Kathmandu, Nepal, Mei lalu. Pria lainnya pun menawarkan taksi yang tidak tampak seperti taksi lazimnya untuk mengantar saya berkeliling kota.

Tidak jauh dari persimpangan, pedagang kaus asyik dalam lamunan sembari menjaga barang dagangan di etalase seadanya di teras bangunan yang hampir roboh dan penuh debu. Pun pedagang lainnya, para penjaja makanan, suvenir, perlengkapan outdoor, dan pakaian hangat untuk pelancong.

Dentuman lagu berlirik Om Mane Padme Hum turut mewarnai jalan-jalan kecil yang berdebu. Klakson kendaraan menambah keriuhan jalanan.

Pengemudi rickshaw menanti penumpang di depan candi yang sudah runtuh

Rajeesha, penjaja kudapan khas Nepal di kawasan Thamel

Tenzing, tetap menjaga warung kelontong yang sepi

Tara, menjaga toko pakaian hangat sambil membaca koran

Kathmandu, ibu kota Nepal, juga dikenal sebagai gerbang menggapai puncak-puncak atap dunia di Himalaya bagi pendaki seluruh dunia, kini tengah berbenah untuk kembali bergairah.

Sabtu, 25 April tahun lalu, pukul 11.56 waktu setempat, gempa 7,8 pada skala Richter memorak-porandakan Nepal kala warganya tengah bersantai menikmati hari libur kerja.

Kathmandu sebagai pusat pemerintahan dan kota terpadat dengan sebagian besar bangunannya terbuat dari tumpukan batu bata turut berguncang. Total korban tewas lebih dari 9.000 jiwa.

Setahun pascagempa, perlahan Kathmandu mencoba bangkit. Candi-candi dan bangunan bersejarah kembali dipugar pemerintah.

Durbar Square, salah satu kompleks situs bersejarah yang turut hancur, pun masuk radar renovasi. Turis mancanegara, sebagai sumber utama pundi-pundi negara, diharapkan kembali hadir.

Butuh kayu untuk menopang struktur gedung yang rapuh akibat gempa

Batu reruntuhan gempa berserakan di depan Gedung Jaganath, Durbar Square

“Semenjak gempa tahun lalu, tamu yang menginap menurun drastis,” ujar Atma, resepsionis hotel tempat saya menginap. Ia pun berharap dengan adanya renovasi dan pembukaan kembali pendakian di Himalaya dapat menghidupkan lagi roda ekonomi.

Pintu masuk para petualang menjejak kaki di Nepal siap kembali menghadirkan cinta dan kedamaian. Seperti singkatan terkenal dari kata Nepal, never ending peace and love. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya