Muda, Segar, dan Warna-warni

Grace Olivia Sihombing, Jurnalistik Universitas Padjadjaran
10/7/2016 11:24
Muda, Segar, dan Warna-warni
(Dok. Pribadi)

Mimpi Adhindha Firdausa, 19, ketika memutuskan masuk sekolah fesyen sederhana saja. Ia hanya berharap bisa membuat baju untuk kelak dijual di pasaran.

Namun, kesempatan mengikuti dan memenangi lomba menjadi lompatan yang begitu besar, bagi kariernya sebagai desainer. Ia masih bersekolah di tingkat dua saat hasil desainnya ditampilkan di runway Indonesian Fashion Week 2016. Kini, ia semakin yakin untuk menekuni dunia fesyen, khususnya mendesain busana muslim warna-warni yang amat digemarinya.

Kenapa tertarik ambil jurusan fesyen?
Sebenarnya waktu SMA enggak terpikir sama sekali. Aku lebih tertarik kuliah di jurusan seni dan pengin banget kuliah di ITB. Sayangnya, enggak berhasil masuk. Nah, sebelum ujian SBMPTN, aku ikut short-course di sekolah fesyen ESMOD Jakarta dan merasa senang banget.

Mama pun mendukung karena kebetulan ia punya bisnis di bidang fesyen juga. Lagi pula, dunia fesyen memang enggak akan pernah mati.

Selain bisa gambar, kemampuan apa lagi yang diperlukan dalam karier ini?
Dalam mengerjakan setiap tugas di sekolah, aku dituntut untuk selalu melakukan riset. Jadi, sebenarnya yang paling penting itu tahu apa yang lagi ramai sekarang. Dengan riset terus-menerus, ide dan kreativitas jadi berkembang. Menurut aku, kreativitas itu lebih penting dari sekadar skill menggambar.

Aku juga harus bisa menjahit dan membuat pola, jadi enggak hanya asal gambar tapi juga tahu cara bikinnya.

Selain itu, di dunia fesyen kenal banyak orang alias networking itu juga penting.

Ceritain dong bagaimana desain kamu bisa sampai dipakai selebritas Ayu Dewi!

Waktu itu aku disuruh membuat tugas project yang namanya

optical illusion. Aku membuat desain motif pop-art di atas bahan kanvas dan bahan synthetic leather untuk motif polos dengan warna-warna pastel, seperti biru, kuning, dan pink muda.

Aku iseng saja posting foto baju hasil desain aku itu ke Instagram dan ternyata dilihat sama Erich Al Amin, stylist Ayu Dewi. Dia minta kontak aku lewat komentar di Instagram dan kasih tahu kalau baju aku mau dipakai Ayu Dewi untuk acara awarding musik di salah satu televisi swasta. Acaranya Januari kemarin.

Kamu pernah mendesain dengan tema Baliem Papua, seperti apa sih itu?
Jadi Baliem itu ialah nama salah satu daerah pedalaman di Papua. Lewat tema itu, aku mengangkat kebiasaan-kebiasaan masyarakat di sana seperti berburu dan memanah. Selama ini desain aku banyak bermain di gambar dan print, jadi aku rasa Papua cocok karena dari sana aku bisa angkat banyak ilustrasi unik, seperti gambar panahan dan wajah orang Papua.

Apa pengalaman berkesan dari lomba-lomba yang kamu ikuti?
Ikut lomba itu memang capek sih. Menggambarnya sih enggak capek, tapi mencari idenya butuh waktu yang agak lama. Begitu direalisasikan pun biasanya ada saja yang salah. Kadang desain yang dibuat bisa beda sama hasil jadinya, karena memang aku enggak jahit sendiri kalau untuk lomba. Untungnya, keluarga aku sangat mendukung. Waktu aku ikut lomba sambil sibuk sekolah, mama dan kakak akulah yang bantu bolak-balik beli kain ke sana ke mari.

Apa yang menjadi ciri khas desain kamu?
Di sekolah, kalau guru-guru aku lihat desain warna-warni, mereka tahu itu pasti aku yang desain. Aku memang suka bikin desain warna-warni, pop art, yang lucu-lucu dan ramai. Syukurnya di sekolah, aku juga diarahkan untuk membuat desain yang sesuai dengan style aku, jadi desainku enggak lari ke mana-mana.

Apa saja yang menjadi sumber ide desain kamu?
Biasanya kalau melakukan riset, aku juga riset jenis karya seni lain seperti karya arsitektur, desain interior, sculpture, atau graffiti. Dari situ, aku bisa mendapat inspirasi sekaligus menemukan benang merah dari karakter desain yang aku suka.

Aku justru jarang baca majalah-majalah fesyen atau menonton acara-acara fesyen. Aku lebih sering melihat Instagram, Pinterest, dan beberapa website yang sangat membantu aku dalam menemukan ide atau referensi tentang fesyen.

Apa pendapatmu tentang Indonesia yang menargetkan akan jadi kiblat fesyen muslim dunia tahun 2020 nanti?
Bagus banget sih. Menurut aku, desainer muslim di luar negeri belum ada yang sekreatif desainer muslim lokal kita. Di luar negeri, desain baju muslim masih lebih ke busana sehari-hari seperti gamis, sedangkan di Indonesia desain baju muslim sudah sangat kreatif.

Ada rencana buat brand sendiri?
Aku memang sudah punya nama brand sendiri, yaitu bydindafirdausa, tapi masih sebatas menerima pesanan atau penyewaan saja. Tugas di sekolah itu banyak sekali, jadi aku takut nanti fokusnya terpecah-pecah kalau harus berjualan juga.

Ke depannya, aku memang berencana akan meneruskan brand pribadi ini untuk bisnis busana muslim.

Di blog kamu ada banyak puisi, kenapa bukan tentang fesyen?
Itu blog aku dari kelas 1 SMP, waktu belum tertarik sama sekali dengan dunia fesyen. Dulu aku sukanya menulis, membaca novel dan puisi.
Aku juga sempat ikut lomba menulis dan mendesain blog waktu SMA dan kebetulan dapat juara. Sampai sekarang aku masih suka juga dengan literatur dan musik, tapi di musik cuma untuk senang-senang saja kalau lagi stres.

Apa rencanamu setelah lulus kuliah nanti?
Inginnya lanjut lagi ke jurusan desain kriya dan tekstil di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB lewat jalur yang ada di sekolah aku sekarang ini. Setelah lulus S-2, baru aku akan memulai bisnis fesyen sendiri. (M-1)

miweekend@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya